Tradisi Peting Ghan Nalun Weru merupakan tradisi yang dilakukan oleh orang Manggarai Timur yang berlokasi di Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur.
Peting Ghan Nalun Weru bisa diterjemahkan secara harafiah, di mana "peting" artinya syukuran, "ghan" artinya makan, "nalun" artinya nasi dan "weru" artinya baru.
Jadi apabila "Peting Ghan Nalun Weru" diterjemahkan berarti "Syukuran tahunan untuk makan nasi baru pasca panen padi".
Sesungguhnya ritual ini memiliki makna menghormati alam semesta yang sudah memberi rezeki kehidupan berupa padi yang ditanam di ladang serta leluhur yang ikut menjaga ladang serta Sang Pencipta Kehidupan yang memberikan hasil panen padi yang berlimpah.
Persembahan Telur Ayam Kampung
Sebelum ritual berlangsung, keluarga Suku Nggai menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai warisan leluhur. Bahan-bahan yang disiapkan adalah sebutir telur ayam kampung, ayam kampung berbulu putih, daun sirih, buah pinang, parang dan benda-benda adat lainnya.
Setelah semua bahan itu disiapkan, tua adat Suku Nggai, Stefanus Anggal didampingi anggota sukunya, Martinus Timur melangkah menuju tumpukan watu Naga Tana di ujung kampung. Sementara Yohanes Ariyanto Anggal berada dalam rumah juga keluarga lainnya.
Watu Naga Tana adalah batu penjaga kampung adat Suku Nggai. Saat tiba di tempat itu, tua adat itu mengeluarkan sebutir telur dari saku bajunya dan moke (alkohol lokal).
Selanjutnya tua adat melantunkan tuturan-tuturan adat untuk mengundang leluhur Suku Nggai ikut dan hadir dalam ritual tersebut di rumah.
Telur dipecahkan dan kuningnya disajikan diatas batu bulat disertakan dengan menuang moke di batu bulat tersebut. Ini merupakan ritual pertama yang dilangsungkan sebelum ritual peting ghan nalun weru di dalam rumah.
Setelah ritual adat di Watu Naga Tana selesai, selanjutnya tua adat itu melangsungkan ritual adat di pintu masuk rumah.
Saat itu juga minuman moke atau minuman alkohol lokal disajikan ke tanah agar leluhur bisa masuk ke rumah dan mengikuti ritual adat tersebut. Bersama ritual itu, tua adat itu bersama leluhur nenek moyang Suku Nggai masuk ke dalam rumah.
Lima Daun Sirih dan Lima Buah Pinang Ditaruh Dalam Nyiru
Sesudah ritual di Watu Naga Tana untuk memanggil leluhur dan mori kraeng atau wujud tertinggi atau Sang Pencipta Kehidupan. Selanjutnya dilangsungkan ritual adat Peting Ghan Nalu Weru.
Tua adat yang sama memanggil semua anak-anak laki-laki untuk duduk mengelilingi Watu Nurung atau Batu Compang berukuran kecil di dapur.
Anak-anak laki-laki dari yang usia anak-anak sampai yang sudah berkeluarga duduk sila sementara daun sirih dan buah pinang yang berada di dalam nyiru berada di tengah mereka.
Ayam kampung berbulu putih dipegang tua adat itu dan goet-goet atau tuturan adat kepada leluhur dan Sang Pencipta Kehidupan dilangsungkan.
Tuturan adat sudah selesai maka ayam dipotong dan darahnya diteteskan di Watu Nurung, daun sirih dan buah pinang, pintu rumah. Saat dilangsungkan ritual itu pintu rumah, jendela ditutup rapat.
Tamu yang baru datang saat dilangsungkan ritual itu tak diizinkan masuk. Tamu itu boleh masuk apabila ritual itu sudah selesai dilaksanakan.
Tabuh Gendang dan Gong
Setelah ritual peting ghan nalun weru, Yohanes Ariyanto Anggal bersama dengan Martinus Timbul serta anggota keluarga ditunjuk menabuh gendang dan memukul gong di dalam rumah tersebut. Ini sebagai tanda bahwa ritual adat sudah dilangsungkan tahun ini.
Bunyi Gong dan Gendang sebagai tanda bahwa Suku Nggai di kampung Munde sudah melangsungkan ritual tersebut yang direstui leluhurnya. Warga Kampung Munde mengetahui bahwa Suku Nggai sudah melaksanakan ritual peting ghan nalun weru di tahun ini.
Sesuai aturan lisan bahwa menabuh gendang dan memukul gong hanya dilangsungkan saat ritual peting ghan nalun weru dilangsungkan.
Untuk hari-hari biasa dilarang menabuh gendang dan memukul gong. Saat itu juga gendang dan gong diturunkan dari tempat penyimpanan di dalam rumah.
Ritual Membuka Benda-benda Pusaka Suku Nggai
Uniknya benda-benda pusaka berupa rantai panjang dan batu sebanyak lima buah baru dibuka dan diperlihatkan kepada anggota keluarga saat ritual peting itu.
Hari-hari lain tak diizinkan untuk membuka dan menurunkan benda-benda pusaka tersebut. Saya bersyukur bisa melihat langsung benda-benda pusaka tersebut.
Sebelum benda-benda sakral itu dibuka terlebih dahulu dilangsungkan ritual adat untuk meminta restu leluhur. Ayam kampung berbulu putih juga disiapkan oleh anggota keluarga.
Tua adat yang sama melangsungkan ritual dengan tuturan-tuturan adat. Jika sudah selesai dilangsungkan maka benda-benda sakral pelindung Suku Nggai dibuka oleh tua adat tersebut.
Nalun Weru Digosok di Tubuh Kaum Perempuan
Sebelum nalun weru atau nasi baru dimakan kaum laki-laki dari tempat sesajian, terlebih dahulu nasi baru itu digosok di tubuh kaum perempuan, mulai dari kepala sampai di kaki.
Ini menandakan bahwa kaum perempuan dihormati dan dihargai secara adat terlebih dahulu. Memang nasi baru itu dilarang makan oleh kaum perempuan, hanya mereka diperbolehkan untuk menggosoknya di bagian tubuh.
Ritual ini sangat sakral dalam menghormati kaum perempuan, alam semesta, leluhur dan Sang Pencipta Kehidupan.
Jamuan Bersama Satu Suku
Setelah semua ritual selesai maka dilangsungkan jamuan bersama satu Suku Nggai yang hadir saat itu. Larangannya, "anak laran" (penerima anak gadis) dilarang makan daging ayam yang sudah diritualkan oleh "anak ranar".
Selanjutnya dilangsungkan nyanyian mbata sepanjang malam hingga subuh. Ini sudah menjadi kebiasaan yang diwariskan leluhur secara turun temurun.
Peting Ghan Nalun Weru merupakan warisan leluhur Suku Nggai yang dilaksanakan setiap tahun. Ritual ini sebagai tanda menghormati alam semesta yang menyediakan lahan untuk ditanami berbagai tanaman holtikultura, padi, jagung dan kacang-kacangan.
Selain itu menghargai leluhur yang sudah mewariskan tanah dan menjaga ladang dari masa tanam hingga masa panen. Selanjutnya menghormati Sang Pencipta Kehidupan yang sudah memberikan kehidupan dan rejeki kepada manusia, khususnya warga Suku Nggai.
“Saya selalu laksanakan ritual ini dengan melibatkan seluruh anggota keluarga Suku Nggai. Ini juga bagian dari pendidikan budaya agar ritual- ritual sakral tidak hilang melainkan dilestarikan secara turun temurun dan secara terus menerus setiap tahunnya,” katanya.
Makna Lima Daun Sirih
Lima daun sirih yang diletakkan di atas nyiru itu artinya bahwa dalam Suku Nggai di keluarga itu ada lima perempuan dari suku lain yang menikah dengan laki-laki Nggai.
Saat ritual di rumah adat Suku Nggai lainnya ada tujuh daun sirih. Itu berarti ada tujuh perempuan dari suku lain yang menikah dengan laki-laki Nggai.
"Makna daun sirih itu simbol kaum perempuan dari suku lain yang menikah dengan laki-laki di Suku Nggai. Memang ritual Peting Ghan Nalun Weru harus dilaksanakan tiap tahun dalam Suku Nggai pasca-panen padi, jagung di ladang dan sawah. Ini juga bagian pendidikan budaya secara langsung diketahui generasi penerus di Suku Nggai," katanya.
Orang Manggarai Timur sangat akrab dengan simbol lima. Simbol angka lima merupakan simbol sakral dalam budaya orang Manggarai Timur.
Berbagai ritual adat di Manggarai Timur selalu berhubungan dengan angka lima. Seperti upacara kematian, upacara potong tali plasenta bayi yang baru lahir dengan lampek, bahkan tangga rumah adat orang Manggarai Timur adalah lima.
Ritual adat anak-anak bayi selalu dilaksanakan pada hari kelima serta upacara-upacara lainnya.
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...