Pesta Dadung adalah kesenian masyarakat Desa Legokherang, Kecamatan Subang, Kabupaten Kuningan. Kesenian ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke 18 dan sejak awal difungsikan untuk ritus kesuburan (pertanian). Ritus ini dimaksudkan sebagai bentuk pemujaan terhadap Ratu Galuh yang dipercaya masyarakat setempat sebagai ratu pelindung hewan. Ratu Galuh adalah penggembala ’batin’ dengan banyak julukan seperti Nyai Pelenggirarang, Sang Ratu Biting, Sang Ratu Bopong, Ratu Geder Dewata, atau Ratu Koja Dewatana. Julukan sebagai ratu penggembala berkaitan erat dengan tipologi masyarakat Sunda yang tergolong sebagai masyarakat pastoral atau masyarakat ladang.
Dadung, artinya tambang, biasanya terbuat dari serat kulit kayu waru yang berfungsi untuk mengikat kerbau atau sapi. Pesta Dadung tak lain adalah ritus bagi penggembala. Oleh sebab itu, ritus itu juga sering disebut dengan ritus budak angon. Para budak angon sengaja diupacarakan dengan maksud agar mereka tetap bergairah menggembalakan ternaknya (biasanya kerbau dan sapi) serta gembalaannya tetap sehat dan kuat.
Seperti juga ritus-ritus lainnya, pesta dadung selalu dilaksanakan setahun sekali pada masa katiga (kemarau) menjelang musim hujan turun. Akan tetapi, waktu pelaksanaannya kemudian diubah menjadi setiap tanggal 18 Agustus berkaitan dengan perayaan HUT Kemerdekaan R.I. Tempatnya di halaman balai desa.
Pesta tersebut pada awalnya diiringi oleh gamelan renteng, namun karena gamelan tersebut terbakar pada masa DI/TII, kemudian diganti dengan dogdog, dan akhirnya kini diganti dengan gamelan pelog atau salendro. Upacara itu mempunyai beberapa tahapan: kebaktian, Rajah Pamunah, (Tulak Allah, atau Qulhu Sungsang), dan hiburan, yakni tayuban.
Upacara kebaktian mengupacarakan dadung, dan akan dimulai jika segala persyaratan sudah terpenuhi, antara lain: pengumpulan dadung sepuh atau dadung pusaka, yakni dadung yang paling besar (dadung keramat) serta dadung para penggembala, dan sesajen yang terdiri atas: parawanten, rurujakan, dan jajanan pasar. Setelah semua persyaratan dianggap komplit, sesepuh upacara kemudian membakar kemenyan dan membaca mantera. Berikut adalah mantranya:
Allah kaula pangampura
parukuyan rat gemilang
aseupna si kendi wulang
ka gigir ka para nabi
ka handap ka ambu ka rama
nu calik tungtung damar
kadaharan tungtung kukus
sakedap kanu kagungan
Selesai membacakan mantera, dadung para gembala diambil oleh masing-masing pemiliknya. Sedangkan dadung keramat diletakkan di atas sebuah baki dan dibawa oleh ronggeng sambil menari. Dadung tersebut kemudian diberikan kepada Kepala Desa dan diserahterimakan kepada Raksabumi untuk diberikan kepada sesepuh upacara. Gulungan dadung dibuka, ujung yang satu dipegang sesepuh upacara dan ujung yang satunya lagi dipegang oleh ketua RT. Sesepuh upacara kemudian melantunkan kidung rajah pamunah, yang diteruskan dengan pembacaan tulak Allah. Setelah itu, dadung kemudian ditarikan oleh kepala desa disertai para aparat desa dan ronggeng dalam iringan lagu renggong buyut. Setelah selesai, dadung kemudian disimpan kembali dan acara dilanjutkan dengan tayuban. Penarinya adalah para penggembala dan masyarakat yang hadir dalam upacara tersebut. Mereka menari sampai pagi dan berakhir sekitar pukul 04.00 pagi. Kini, pesta dadung tersebut dijadikan sebagai salah satu bagian dari upacara miceun hama (membuang hama) di Situ Hyang dalam rangkaian upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja