Penggunaan kekuatan supernatural oleh masyarakat Suku Muyu, Kab. Boven Digoel, Papua dalam pesta babi sangatlah "efektif". Penggunaannya mempunyai dua tujuan. Pertama, untuk memperoleh banyak ot karena penjualan daging lancar secara tunai, dan kedua, untuk memperoleh persediaan pangan yang memadai.
Unsur penting dalam rentetan kegiatan itu ialah penyembelihan babi keramat dalam persiapan pesta. Upacara penyembelihan babi dilaksanakan apabila pohon keramat telah ditanam, apabila api telah menyala di dalam rumah upacara (atatbon), dan apabila kandang babi telah selesai dibangun.
Sebagai penyelesaian akhir dari rumah upacara, pohon keramat ditanam di tempat yang disediakan untuk keperluan itu, urukbòn, di bagian depan rumah upacara. Pohon ini berdiri di tempat konsentrasi kekuatan-kekuatan supernatural, dan kekuatan yang menarik ot keluar dari situ. Salah satu cara untuk memperkuat kekuatan supernatural ialah mengadakan upacara yawatbon sebelum menebang pohon yang akan digunakan (pohon tuàk, wèp, atau mòng). Batangnya ditanam di bagian tengkuk dari tulang punggung babi keramat, dan di bawah pohon waruk ini api yang pertama dinyalakan, dan dengan api ini berturut-turut semua api lainnya dinyalakan.
Segera sesudah cukup pangan terkumpul, kandang-kandang dapat dibangun untuk menyembelih babi di dalamnya. Sebelum memotong kayu yang diperlukan, upacarayawatbon diadakan dengan maksud seperti untuk pohon waruk.
Selama upacara-upacara itu, nyanyian-nyanyian keramat (kondum) dinyanyikan ada di antaranya yang mempunyai kekuatan supernatural untuk menarik ot.
Untuk menjamin bahwa penerapan kekuatan-kekuatan supernatural itu tidak diganggu oleh pengaruh-pengaruh yang buruk, ditunjuk seorang petugas untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak supernatural. Amín bòn tíbrí ini — orang yang membunuh babi yang pertama (ámín áwon) — harus tunduk sungguh-sungguh kepada aturan-aturan amop selama ia melakukan kegiatan-kegiatan itu, mulai dari upacara membawa masuk api ke dalam rumah upacara. Ia tidak boleh menyantap makanan yang diolah wanita, dan secara khusus ia tidak boleh bersanggama dengan seorang wanita. Ia tidak boleh minum air, hanya air tebu, dan ia tidak diperkenankan mandi.
Makanan yang terlarang baginya meliputi udang, ulat sagu, ikan, daging babi, dan daging kasuari. Pada hari sebelum kedatangan para tamu, ia mengumpulkan segala macam barang yang ditanamnya atau diletakkannya di samping pohon waruk, untuk mempengaruhi penjualan daging secara tunai. Di sekitar batang pohon itu ia juga mengumpulkan barang-barang yang diperlukan untuk memasak daging babi, misalnya kulit kayu.
Dan di situlah ia duduk, di samping pohon. Dengan menggunakan segala macam sarana itu ia memberi kekuatan supernatural kepada anak panah, dan menyebut sembilan bahan makanan yang dianggap memperkuatnya.
Kemudian, pagi-pagi benar ia memanah babi pertama dengan panah seperti itu. Akan tetapi, babi itu tidak boleh langsung mati sebab maksudnya ialah agar kekuatan-kekuatan supernatural yang terkumpul di babi itu — karena antara lain, tertembak dengan anak panah yang dipersiapkan secara khusus — akan menular kepada babi-babi lain. "Pengaruh supernatural" yang keluar dari babi yang terluka itu disebut íptèm, dan dapat memiliki akibat yang baik maupun buruk.
Di sini pun tujuannya ialah menjamin penjualan daging agar lancar secara tunai. Sebelum membunuh, tokoh waruk itu menyajikan potonganpotongan kecil sagu dan daging babi kepada makhluk-makhluk halus. Sebagai cara mengundang mereka untuk menghadiri pesta, makhluk-makhluk halus itu dipanggil dengan namanya.
Kalau ini tidak dikerjakan, semua jerih payah untuk mendatangkan kekuatan supernatural akan sia-sia belaka. Amin bon tibri menempatkan sajian-sajian itu di dalam keranjang kecil di atas tongkat di samping pohon waruk. Pembunuhan sebenarnya atas babi-babi itu dengan anak panah dan penyembelihannya dikerjakan oleh orang-orang lain. Si tokoh waruk dan pembantunya duduk di atas semacam bangku di samping pohon waruk. Ia memegang anak panah yang digunakannya untuk menembak babi yang pertama, dan pembantunya memegang busurnya.
Seperti dalam upacara memotong babi dan dalam memotong babi liar, nyanyian itu penting dalam tahap-tahap pesta babi itu. Den Haan menyebut nyanyian itu aram awon. Di Kawangtet istilahnya ialah kumut, dan di Yibi yurin. Sebagian gunanya untuk menyertai tindakan-tindakan tertentu, dan itu dilakukan di malam hari sebelum babi-babinya dipanah. Den Haan memberi dua contoh dari nyanyian-nyanyian itu. Di sini pun, nyanyiannyanyian tertentu dianggap menimbulkan pengaruh supernatural, khususnya demi mengalirnya ot.
Sebagai akibat dari banyaknya tindakan dan barang-barang yang mempunyai dampak supernatural, rumah upacara — dan secara khusus pusatnya, tempatpohonwaruk berdiri dan di mana api tadinya menyala — mengandung kekuatan-kekuatan supernatural, bahkan sesudah pesta. Kalau rumah upacara itu sampai rusak, ini akan menimbulkan iptem jahat, yang akan menyerang rakyat. Oleh karena itu, rumah upacara dan kandang-kandang babinya (màng) harus dibiarkan dimakan waktu. Hanya atap di bagian tengah dari rumah upacara dirusak dengan menggunakan tulang kaki babi; menurut informan dari Yibi, digunakan tulang babi keramat, yang disembelih untuk mengakhiri pesta babi.
Lubang yang dibuat di atap memberi kesempatan kepada hujan untuk mendinginkan tempat di bawahnya, yang sebelumnya dianggap panas. Proses pendinginan ini akan menghilangkan bahaya bahwa rakyat akan tertimpa bencana oleh iptem.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1098/kekuatan-supernatural-dalam-upacara-pesta-babi-suku-muyu
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja