Kisah Pertemuan Tanjung Alang Dan Nusaniwe. Pulau Ambon dikelilingi oleh laut Banda, laut Buru dan laut Seram. Pada pintu masuk ke Teluk Ambon terdapat dua buah tanjung yang saling berhadapan yaitu tanjung Alang dan Tanjung Nusaniwe. Kedua Tanjung ini dianggap sebagai pintu masuk ke pulau Ambon jika kita datang dari arah laut menggunakan kapal yang nantinya berlabuh di pelabuhan Yos Sudarso. Tanjung Nuwaniwe terletak di desa Latuhalat yaitu sebelah Selatan sedangkan tanjung Alang berada di sebelah Utara pulau Ambon.
Menurut ceritera yang berkembang sampai saat ini pada waktu-waktu tertentu atau bila ada tanuar kedua tanjung yang saling berhadapan itu bertemu atau bergabung menjadi satu. Adapun sampai peristiwa itu terjadi memiliki sebuah kisah sebagai berikut :
Di waktu dahulu sebelum penduduk memeluk agama-agama resmi di pulau Ambon penduduk masih percaya kepada roh-roh leluhur atau roh-roh datuk-datuk yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Konon di pulau Ambon tinggallah sepasag suami isteri. Mereka hidup rukun dan damai. Sayangnya suami isteri itu belum memiliki anak dan untuk itu mereka terus berusaha untuk mendapatkannya. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulang berganti bulan dan tahun berganti tahun namun belum juga ada tanda-tanda bahwa akan lahir seorang anak dari perkawinan mereka. Akhirnya kehidupan yang aman dan damai ini berubah menjadi suasana yang saling menyalahkan. Seringkali terjadi pertengkaran diantara mereka mengenai siapa yamg salah atau telah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak datuk-datuk sehingga dikutuki untuk tidak memiliki anak.
Pertengkaran berjalan hampir setiap hari namun tetap saja tidak ada di antara mereka yang mau mengaku siapa yang telah berbuat kesalahan. Oleh karena tidak ada yang mau dipersalahkan maka akhirnya mereka mempersalahkan datuk-datuk mereka sendiri. Sepasang suami isteri itu sudah tidak mau lagi menghormati roh para datuk-datuk. Kebiasaan untuk menghormati roh datuk-datuk dalam bentuk memberikan sajian atau pemujaan sudah tidak dilakukan lagi. Keadaan ini membuat para datuk menjadi marah dan mengutuk suami isteri itu berubah menjadi dua buah batu. Suami dikutuk menjadi batu yang berbentuk kelamin laki-laki dan isteri menjadi batu dalam wujud kelamin perempuan. Kedua batu itupun dipisahkan. Suami ditempatkan di Tanjung Alang sedangkan isteri dibiarkan tetap tinggal di Tanjung Nusaniwe.
Ada sebuah lautan luas yang memisahkan mereka. Walaupun telah mendapat kutukan dan kini hidup terpisah kedua orang suami isteri ini tetap saja tidak mau berpisah bahkan mereka terus berusaha untuk memperoleh anak yang selalu dirindukan. Mereka tetap menjalin hubungan sebagai suami dan isteri. Kadang-kadang suami dan isteri itu bertemu. Hal ini ditandai dengan adanya pertemuan atau menyatunya tanjung Alang dan tanjung Nusaniwe sehingga menutupi jalan masuk ke teluk Ambon. Kapal-kapal yang hendak memasuki Teluk Ambon tidak dapat melanjutkan pelayarannya karena tidak ada jalan atau cela yang terbuka untuk dapat dilewati oleh kapal.
Menurut masyarakat Latuhalat dan Alang itu pertanda kedua suami isteri itu sedang kawin (melakukan hubungan suami isteri). Peristiwa itu sampai sekarang sering terjadi dan dapat disaksikan oleh orang yang kebetulan sedang berlayar di sekitar dua tanjung tersebut. Konon hal ini sering terjadi pada bulan-bulan Desember. Pada saat terjadinya peristiwa perkawinan itu (dialek Melayu Ambon Tanjung Nusaniwe deng tanjung Alang kaweng) maka saat itu pula terjadilah perubahan alam. Laut disekitar teluk Ambon menjadi ganas dan bergelora keras, kabut menutupi pulau Ambon. Dari jauh terlihat dua buah tanjung melingkar menjadi satu mirip sebuah cincin yang bulat atau menjadi sebuah benteng pertahanan kota yang kokoh dan kuat.
Untuk beberapa saat kapal-kapal atau perahu tidak dapat melaju masuk ke Teluk Ambon. Pulau Ambon seketika menjadi tertutup diselimuti oleh kabut yang tebal. Bilamana kejadian itu terjadi maka para pelaut yang kebetulan ada di sekitar perairan itu akan menghentikan kapal-kapal mereka dan serentak dengan itu langsung melepaskan kemeja yang sedang dipakainya dan dibuang ke laut. Hal ini diartikan seolah-olah mereka sama sekali tidak melihat adanya persetubuhan di antara suami isteri tersebut. Kemeja yang dilemparkan ke laut itu dijadikan sebagai penutup tubuh kedua suami isteri itu sehingga keduanya tidak merasa malu. Hal ini telah dipahami betul oleh para pelaut yang sering masuk dan keluar Teluk Ambon.
Bila ada kapal yang tidak menghiraukan peristiwa yang sedang terjadi itu dan terus berlayar masuk ke dalam Teluk biasanya akan terjadi kecelakaan misalnya tiba-tiba saja kapal itu diterjang ombak yang keras sehingga membuat kapal menjadi tenggelam atau tiba-tiba saja ada ombak keras yang membuat seseorang jatuh ke dalam laut pertanda kedua suami isteri itu menjadi marah. Biasanya korban yang jatuh ke dalam laut tubuhnya tidak pernah ditemukan. Peristiwa mengerikan itu terjadi hanya beberapa saat dan sesudah itu laut menjadi tenang kembali dan kabut yang menyelimuti pulau Ambon pun menghilang. Tanjung Alang dan tanjung Nusaniwe terpisah lagi. Kapal-kapal berlayar hilir mudik seperti biasa lagi. Orang Ambon terutama masyarakat Latuhalat dan Alang sampai saat ini masih tetap percaya bahwa peristiwa itu masih sering terjadi bahkan mereka pun dapat membuat upacara-upacara adat tertentu yang membuat kedua tanjung tersebut bertemu lagi.
Menurut informasi yang tim terima ketika kota Ambon dilanda kerusuhan baru-baru ini dan masyarakat kota Ambon mendengar isu bahwa akan datang kaum perusuh yang akan meyerang penduduk kota Ambon dan sekitarnya maka mereka lalu mempersiapkan acara-acara adat untuk sewaktu-waktu menutup pulau itu dengan dua buah tanjung tersebut. Sampai sekarang orang masih mencari kedua batu yang berbentuk kelamin laki-laki dan perempuan tersebut. Menurut informasi batu yang berbentuk kelamin laki-laki telah ditemukan di desa Alang namun batu yang berbentuk kelamin perempuan di desa Latuhalat belum ditemukan
Sehingga tercipta lagu daerah ambon yaitu:
Nusaniwe tanjong alang labuhan raja Pasir putih tanjong benteng manis e Kapal-kapal dan perahu pun berlayar Masuk ambon dan keluar ambon e
Apa tempo ku lihat lagi Ambon negri asalku Kalau sudah sampe di tanah Jawa Jangan lupa nona kabaya
Dimana lagu tersebut sering merupakan salah satu lagu daerah ambon yang biasa digunakan dalam pertunjukan budaya di Ambon
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...