Dalam Provinsi Sumatera Utara terdapat Kepulauan Nias, yang menyimpan begitu banyak kebudayaan. Masyarakat Nias memberi nama pada daerah tempat tinggal mereka dengan sebutan “Ono Niha” (Ono = anak atau keturunan, Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai “Tano Niha” (Tano = tanah). Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Masyarakat Nias kuno adalah masyarakat yang hidup dalam budaya megalitik (batu besar) yang dibuktikan dengan peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman khususnya di Teluk Dalam (Nias Selatan), Onolimbu (Nias Barat)dan di tempat-tempat lain sampai pada saat zaman sekarang ini.
Perkawinan dalam adat Nias merupakan hal yang paling penting dan sangat bersifat sakral. Masyarakat Suku Nias, menganggap bahwa perkawinan adalah kehidupan yang harus diteruskan diatas bumi ini karena harus dijalankan dengan hukum adat atau fondrako.
1. Mencari Jodoh
Pemuda yang ingin mencari jodoh memilih secara diam-diam si gadis, karena adat melarang untuk berhadapan atau berbicara secara langsung dengan si gadis.
Tahap mencari jodoh ini juga memakai cara :
Jika laki-laki telah menemukan jodohnya, maka melalui perantara istilahnya:
2. Famatua (Pertunangan)
Pihak laki laki menyampaikan lamaran secara resmi kepada pihak perempuan,tanda jadi peminangan diserahkan Afo si Sara, yakni :
Bola Afo
Semua bahan bahan ini dibungkus dengan baik,sebanyak 100 lembar sirih disusun berdempet. Inti acara ini adalah pertunangan secara resmi yang berlangsung di rumah pihak perempuan. Pertunangan tahap ini masih longgar yang istilahnya fohu-fohu bulu ladari (diikat dengan dun ladari). Bisa batal tanpa resiko apapun.
Acara Famaigi Bowo dipandu oleh Satua Famaigi bowo (Pembawa acara) meliputi :
3. Fangoro (Kunjungan Kerumah Mertua)
Kunjungan calon penganten Pria kerumah calon mertua. Satu hari setelah Famigi bowo calon penganten laki datang ke rumah si perempuan membawa nasi dan lauk seekor anak babi yang telah dimasak, serta membawa seperangkat sirih. Penganten laki ditemani adiknya laki-laki. Dirumah si perempuan calon penganten pria disambut dengan seekor anak babiyang dipotong, sebagian dibungkus dibawa pulang untuk oleh-oleh.kepada orang tua laki-laki.
4. Fanema Bola (Penentuan Jujuran)
Kunjungan pihak perempuan ke rumah pihak lelaki tanpa disertai penganten perempuan, hanya disertai saudara laki-laki si perempuan. Kedatangan pihak perempuan disambut dengan menambatkan 2 ekor babi besar (@50 kg) untuk dimakan bersama, babi dibelah sama rata.
Acara penghitungan jujuran ini disebut femanga bawi nisila hulu (artinya: seekor babidibelah dua dari kepala sampai ekor; separoh untuk perempuan dan separohnya untuk lelaki, sebagai simbol kesepakatan, mempersatukan dua keluarga, tanda pertunangan tidak dapat dibatalkan lagi. Jika batal perempuan harus mengembalikan jujuran lipat ganda atau pihak pria tidak menerima jujuran jika batal sepihak oleh pria.
Acara ini disebut :
Besarnya jujuran yang harus dibayar oleh pihak laki-laki berbeda menurut derajat sosial dan wilayah adatnya
Derajat sosial di daerah Nias Selatan terbagi atas :
Derajat sosial di Nias Utara, Tengah dan Barat terbagi atas:
5. Famekola (Pembayaran Uang Mahar)
Keluarga pria datang ke pihak perempuan untuk membayar mahar dengan membawa seperangkat sirih dan 10 gram emas.
Pihak perempuan menyambut dengan menyediakan 3 ekor babi, untuk :
6. Fanu’a Bawi (Melihat Babi Adat)
Pihak perempuan datang melihat kedua ekor babi pernikahan, cocok atau tidak menurut persyaratan , Kedua ekor babi yang melambangkan kedua pihak keluarga , dipelihara secara khusus sejak kecil hingga besarnya sekitar 100 Kg atau lebih, Babi tidak boleh cacat, ekornya mesti panjang, dan warna bulunya harus sama, tidak boleh berwarna belang atau merah, warnya harus satu hitam atau putih. Babinya berwibawa (terlihat dari taringnya, ekornya, bulu tengkuknya). Pada saat FANU’A BAWI pihak pria menyediakan dua ekor babi untuk dimakan bersama dan saat pihak perempuan pulang diserahkan lagi 10 gram emas dan sebagian daging babi tadi.
Materi acara dalam Fanu’a Bawi adalah:
Penerimaan Bowo adalah sebagai berikut:
7. Fanga’i Bowo (Mengambil Beras Bantuan)
Pihak perempuan datang mengambil beras bantuan ke pihak pria untuk mengambil beras bantuan pada pesta kimpoi,tanda waktu pelaksanaan tidak berobah lagi.
Jumlah beras yang diambil adalah sebanyak = 4 Zoe + 2 Lauru
*Catatan :
1 Zoe = 14 Kaleng
1 Zoe = 10 Lauru
1 Lauru = 24 takaran
Takaran beras, gabah dan kacang. Dianyam dari batang tumbuhan jalar ‘Tutura atau Tura-tura. Volumenya: 7500 gram beras. Tinggi 24,2 cm dengan diameter lingkaran 28,1 cm.
Jenis Takaran:
8. Fame’e (Nasehat Untuk Calon Mempelai)
Tiga hari sebelum pernikahan dilakukan upacara fame’e (tuntunan cara hidup untuk berumah tangga). Calon pengantin pria ditemani teman-temannya (Ortu tidak ikut) datang ke rumah perempuan membawa seperangkat sirih. Para ibu-ibu pihak keluarga perempuan menasehati sang gadis, biasanya si gadis menangis (Fame’e = menangisi sigadis, karena akan pisah dengan keluarga). Mulai saat fame’e dibunyikanlah gong (Aramba) dan gendang (Gondra) terus menerus, sampai hari pesta dilaksanakan. Sang gadis pun dipingit, untuk menjaga kesehatan dan kecantikannya.
Dalam adat NIAS, peran Paman sangat dihormati (Paman = Sibaya atau Saudara laki – laki ibu si gadis) sebelum pernikahan dilangsungkan, maka pihak perempuan melaksanakan Fogauni Uwu (Mohon doa restu Paman untuk pelaksanaan pernikahan mendatang).
9. Folau Bawi (Mengantar Babi Adat)
Sehari sebelum pernikahan, pihak laki-laki mengantar kedua ekor babi pernikahan dan seekor pengiringnya ke rumah keluarga perempuan. Kedua babi Adat ini diberangkatkan dari rumah keluarga laki-laki dengan upacara tertentu, dan disambut oleh pihak perempuan juga dengan upacara tertentu dengan syair yang berbalas-balasan. Kedatangan rombongan pihak laki-laki disambut dengan memotong dua ekor babi yang dimakan bersama juga untuk dibawa pulang.
Acara ini disebut Fondroni Bawi, dengan rincian pembagian Babi Adat adalah sebagai berikut :
Menguliti dan memotong-motong babi ternyata tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Babi yang paling besar jatuh pada keluarga yang paling dihormati oleh keluarga yang menyelenggarakan pesta, demikian seterusnya hingga babi yang paling kecil. Yang paling sulit adalah melepas rahang (simbi), karena simbi tidak boleh rusak. Simbi adalah bagian paling berharga dari babi. Cara memotong-motong daging babi di Nias dipotong secara teratur dan mengikuti pola yang nampaknya sudah lazim di sana.
– Simbi adalah haknya ketua adat atau orang yang paling dihormati.
– Söri adalah haknya ketua adat, para paman, mertua, dan ketua rumpun keluarga.
– Sinese adalah haknya ketua adat, adik atau kakak laki-laki, tokoh agama, dan tokoh pemerintah.
– Bole-bole adalah haknya ketua adat, ketua rumpun keluarga, dan salawa.
– Faha adalah haknya keponakan dan anak perempuan.
– Taio diberikan khusus untuk para pemotong.
Menurut adat, pihak FADONO (Saudara wanita dari penganten perempuan) berhak menerima salah satu Ta’io (Kaki depan) yang dipotong dalam upacara itu.
10. Falowa (Pesta Pernikahan)
Acaranya :
Biasanya selalu ada sebagian dari jujuran itu yang belum dilunasi, sering dihiasi dengan pepatah: ”Hono mbowo no awai, hono mbowo lo sawai” (Artinya Ribuan jujuran sudah dilunasi, ribuan jujuran belum terlunasi) Oleh Ketua adat pihak perempuan, nasehat diberi kepada penganten pria, antara lain diberitahukan tentang hutang adat yang harus dipenuhi, nasehat kewajiban suami kepada isteri, nasehat sebagai menantu kepada mertua, sebagai anggota suku. Selesai diucapkan nasehat itu, punggungnya diketuk (Pelan ) satu sekali.
Demikianlah dilakukan berulang-ulang, selesai upacara ucapan nasehat. Jika nasehat ini tidak dihiraukan (penganten laki dalam posisi duduk di lantai ), maka ia diwajibkan melunasi dulu jujuran yang belum terlunasi, dan jika penyelesaian pembicaraan fanika gera’era tidak selesai, maka pesta bisa ditunda atau dibatalkan sama sekali.
Selesai acara diatas, dilanjutkan dengan acara pemotongan Babi Adat, yang dipotong dengan cara :
Babi dibelah dari Kepala sampai ekor dibagi 2 bagian, yaitu
1 bagian orang tua si gadis dan keluarga si gadis (So’ono)
1 bagian untuk teman sekampung si gadis (Banua)
1 bagian untuk orang tua laki laki dan rombongan (Tome)
1 bagian untuk Paman si gadis (Uwu)
Menguliti dan memotong-motong babi ternyata tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Babi yang paling besar jatuh pada keluarga yang paling dihormati oleh keluarga yang menyelenggarakan pesta, demikian seterusnya hingga babi yang paling kecil. Yang paling sulit adalah melepas rahang (Simbi), karena simbi tidak boleh rusak. Simbi adalah bagian paling berharga dari babi. Cara memotong-motong daging babi di Nias dipotong secara teratur dan mengikuti pola yang nampaknya sudah lazim di sana.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/02/prosesi-pernikahan-adat-nias-sumatera-utara/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.