×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

permainan tradisional

Elemen Budaya

Permainan Tradisional

Provinsi

Sumatera Selatan

Asal Daerah

sulawesi selatan

Permainan Massaung Manuk

Tanggal 27 Apr 2016 oleh Ressy vemialita.

Asal Usul
Massaung manuk adalah penamaan orang Bugis untuk sebuah permainan yang dalam bahasa Indonesia berarti “sabung ayam”. Massaung manuk dahulu hanya dilakukan para raja dan bangsawan Bugis pada pagi atau sore hari untuk memeriahkan pesta-pesta adat seperti: pelantikan raja, perkawinan, dan panen raya. Konon, permainan ini bermula dari kegemaran para raja yang sering mempertarungkan pemuda-pemuda di seluruh wilayah kerajaannya untuk mencari tubarani-tubarani (pahlawan) kerajaan yang akan dibawa ke medan pertempuran. Jadi, pada waktu itu yang disabung bukanlah ayam melainkan manusia. Namun, lama-kelamaan, mungkin karena semakin jarangnya terjadi peperangan antarkerajaan, pertarungan antarmanusia itu berubah menjadi pertarungan antarayam yang dinamakan massaung manuk.
 
Pada waktu itu permainan tidak hanya dilakukan di dalam sebuah kerajaan, tetapi juga antarkerajaan yang tujuannya tidak hanya untuk bersenang-senang tetapi juga sebagai ajang adu prestasi, gengsi dan perjudian. Pemilik yang ayamnya selalu menang akan dianggap sebagai orang yang berhasil melatih ayam aduannya, dan kedudukannya akan dipandang lebih tinggi di kalangan para pengadu ayam. Kemudian, ayam aduan yang selalu menang dalam pertarungan akan menjadi “maskot” kerajaan sebagai lambang keberanian. Nama pemiliknya pun akan dikenal oleh seluruh penduduk, baik di dalam maupun di kerajaan-kerajaan lainnya. Bahkan, ketika itu banyak pahlawan Bugis yang sering menggunakan julukan yang sama seperti nama-nama ayam yang terkenal di daerahnya masing-masing, misalnya, I Segong Ri Painaikang, Buleng Lengna Lantebung, Cambang Toana Labbakang, Korona Jalanjang, Campagana Maccinibaji dan lain sebagainya.
 
Dalam perkembangannya, permainan yang disebut sebagai massaung manuk ini tidak hanya dimainkan oleh kaum bangsawan saja, melainkan juga oleh oleh rakyat jelata. Permainan juga dapat dilakukan kapan saja, tanpa harus menunggu adanya pesta-pesta adat terlebih dahulu. Saat ini permainan massaung manuk dilarang oleh pemerintah, disamping karena lebih menekankan pada motif perjudian, juga dianggap terlalu kejam dan merendahkan martabat manusia. Padahal, bagi masyarakat “tradisional” Bugis, menganggap bahwa sesuatu yang berlaga hingga mengeluarkan darah, dipercaya akan menambah keberanian dan kesaktian.
 
Pemain
Jumlah pemain massaung manuk tidak dibatasi. Namun, untuk satu kali pertandingan hanya diikuti oleh dua orang peserta karena ayam yang akan diadukan harus satu melawan satu. Massaung manuk hanya dimainkan oleh laki-laki, dari usia remaja hingga orang dewasa (tua).
 
Tempat Permainan
Permainan massaung manuk dapat dilakukan di mana saja, asalkan memiliki arena yang berbentuk lingkaran atau persegi empat seluas sekitar 5 x 5 meter. Jadi, bisa di pekarangan rumah maupun lapangan. Permainan ini biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari.
 
Peralatan Permainan
Peralatan yang digunakan dalam permainan ini adalah: ayam, taji, dan kayu bercagak. Ayam yang akan diadu bukan sembarang ayam, tetapi ayam jantan yang dinilai kuat, besar dan tangguh dalam bertarung. Ayam-ayam yang telah dipilih menjadi ayam-aduan biasanya akan dirawat dengan sangat baik. Adakalanya ayam-ayam ini dimantrai atau dijampi-jampi agar dapat mengalahkan lawannya. Taji adalah senjata yang diikatkan pada kaki ayam agar serangannya efektif dan mematikan. Alat ini terbuat dari logam dan berbentuk runcing menyerupai keris atau badik kecil. Kayu bercagak pada saatnya akan diselipkan di leher ayam yang kalah untuk dipatuk oleh ayam yang menang.
 
Aturan Permainan
Peraturan permainan massaung manuk tergolong sederhana, yaitu apabila dua ekor ayam jantan diadukan dan salah satu diantaranya kalah atau mati, maka ayam yang dapat mengalahkannya dinyatakan sebagai pemenang.
 
Jalannya Permainan
Permainan dimulai dengan pengundian untuk menentukan ayam siapa saja yang nantinya mendapat giliran untuk bertarung. Setelah urutan peserta yang ayamnya akan bertarung ditetapkan, maka bagi yang mendapat giliran pertama akan memasukkan ayamnya ke dalam arena. Kemudian, ayam-ayam tersebut oleh pemiliknya akan dipasangi sebilah atau dua bilah taji, bergantung kesepakatan para pemilik ayam. Orang Bugis menyebut pemasangan taji ini sebagai rinrelengngi, sedangkan orang Makassar menyebutnya nibulanggi. Setelah itu, ayam diadu sampai ada yang kalah atau mati. Pada saat kedua ayam berlaga, penonton bersorak-sorai menyemangati ayam yang dijagokannya. Sementara, pemilik ayam berkeliling, menyemangati ayamnya dengan teriakan, dan sekaligus mengawasinya (berjaga-jaga). Ayam yang “kalah” lehernya akan dijepit dengan kayu bercagak. Kemudian, ayam yang menang harus mematuk kepalanya sejumlah tiga kali. Jika ayam yang “menang” itu tidak dapat mematuk sejumlah tiga kal, maka permainan dianggap seri.
 
Nilai Budaya
Walaupun pemerintah dan sebagian masyarakat Bugis menganggap bahwa permainan massaung manuk bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan, namun lepas dari masalah itu sesungguhnya permainan ini mempunyai nilai yang sangat berguna dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu adalah: kerja keras, kreativitas dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari perawatan ayam aduan yang dilakukan dengan sangat baik melebihi perawatan ayam-ayam biasa yang bukan aduan. Disamping merawat, pemilik ayam juga harus melatih ayam aduannya agar semakin lihai dalam bertarung. Nilai kreativitas tercermin dari cara-cara yang dilakukan oleh pemilik ayam dalam memilih ayam aduan yang baik dan dalam menggunakan peralatan-peralatan khusus (taji) agar ayamnya dapat menang secara cepat dan efektif. Dan, nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada ketika ayamnya kalah atau mati. 
 
 
 
 
Sumber:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980, Permainan Rakyat Suku Bugis Makasar di Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Pendidikan dan Kebudayaan.

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...