Besimbang atau bermain simbang adalah suatu permainan yang terdapat di Sedanau, Kepulauan Riau. Besimbang mirip dengan bekel, hanya saja, bola “induk” yang digunakan bukanlah bola bekel yang dapat memantul, melainkan terbuat dari kulit-kulit kerang ataupun kulit siput yang bagus dan licin. Permainan ini telah ada sejak zaman kekuasaan Sultan Riau pada abad XVII.
Pemain
Jumlah pemain besimbang 2--6 orang, dengan usia 6--7 tahun. Permainan ini milik kaum perempuan. Artinya, hanya kaum perempuan sajalah yang memainkannya.
Tempat dan Peralatan Permainan
Besimbang tidak memerlukan tempat yang luas. Oleh karena itu, dapat dikatakan dapat dimainkan di mana saja, seperti: beranda rumah sembari menunggu magrib atau sehabis mengaji, dan di perladangan sambil menunggu tanaman ladang. Peralatan yang digunakan adalah sebuah pelambung yang terbuat dari kulit kerang atau siput, dan buah simbang yang berjumlah 5 atau 6 buah yang juga terbuat dari kulit kerang kerangan (dapat diganti dengan bebatuan yang berukuran kecil).
Aturan dan Proses Permainan
Ada dua cara dalam bermain simbang, yaitu: main nyurang dan main berundung. Main nyurang, artinya bermain seorang-seorang (individual) dengan jumlah pemain 2--4 orang. Sedangkan, main berundung adalah bermain dengan sistem beregu yang terdiri dari dua regu dan jumlah pemainnya 3--6 orang. Aturan mainnya, baik itu main nyurung maupun berundung nyaris sama, yaitu seseorang harus melambungkan “bola induk”, kemudian mengambil buah simbang yang berjumlah 5--6 buah. Sekali melambungkannya pemain diharuskan mengambil buah simbang yang jumlahnya bertambah banyak (lambungan yang pertama sebuah; kedua dua buah; dan seterusnya). Jika seluruh simbang telah terambil, maka yang bersangkutan mendapat angka. Sebaliknya, jika sedang melambungkan “bola induk” tetapi tidak berhasil mengambil simbang yang ditentukan, maka dia dinyatakan des dan digantikan oleh pemain lainnya. Perbedaan antara main nyurung dan berundung adalah pada main nyurung posisi duduk para pemainnya melingkar. Kemudian, penggiliran mainnya mengikuti arah kebalikan jarum jam. Sedangkan pada main berundung, giliran bermainnya harus selang seling (lawan, kawan, lawan, kawan dan seterusnya). Mengingat bahwa pemain harus mempunyai kecepatan tangan dan ketepatan saat mengambil simbang, maka pemain dituntut untuk mempunyai keahlian yang cukup. Oleh karena itu, hanya anak yang telah berumur di atas 5 tahun saja yang dapat bermain simbang Perkembangan permainan simbang saat ini hanya terjadi pada “bola induk” dan simbang-nya saja. Dalam hal ini tidak lagi menggunakan kulit kerang kerangan, melainkan bola bekel, bola tenis, dan lain sebagainya yang dapat memantul di semen atau tanah.
Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan yang disebut sebagai besimbang ini adalah kecermatan dan sportivitas. Nilai kecermatan tercermin dalam melambungkan “bola induk” sembari mengambil simbang. Ini membutuhkan perkiraan dan kecermatan. Sebab jika tidak, tentunya jumlah simbang yang terambil tidak sesuai dengan peraturan yang telah di tentukan. Nilai sportivitas tercermin dari adanya kesadaran bahwa dalam permainan tentunya ada pihak yang kalah dan memang. Oleh karena itu, setiap pemain dapat menerima kekalahan dengan lapang dada.
Sumber:
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Riau, 1984, Permainan Rakyat Daerah Riau, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja