Banyak masyarakat dari berbagai suku di Indonesia yang mewujudkan rasa syukur mereka dalam bentuk upacara adat. Rasa syukur ini mereka panjatkan atas karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada mereka seperti panen yang berlimpah, kelahiran anak, rumah baru, dan lain sebagainya. Masyarakat Desa Goloni di kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur juga punya satu tradisi pengucapan rasa syukur, yaitu ritual penti. Ritual penti di flores merupakan pesta upacara sebagai wujud syukur atas hasil panen yang berlimpah. Hasil panen masyarakat Desa Goloni di Flores berupa kopi, vanili, cengkeh, dan juga padi. Ritual penti pada masyarakat Goloni di Flores NTT diselenggarakan setiap tahun. Ritual penti terus dipertahankan sampai sekarang. Masyarakat di Flores percaya jika mereka lalai menyelenggarakan penti, mereka akan terkena suatu musibah atau nasib buruk.
Ritual penti pada masyarakat Desa Goloni di Flores NTT juga digelar sebagai wujud rasa syukur manusia kepada Tuhan atau wujud tertinggi yang mereka sebut Mori Keraeng, penghormatan kepada empo atau leluhur, alam, dan sesama manusia. Pesta adat penti ini biasanya diselenggarakan setiap tahun antara bulan Juli, Agustus, September, atau sebelum Desember. Masyarakat Goloni percaya pesta penti diselenggarakan antara bulan ketujuh, kedelapan, atau kesembilan karena pada bulan-bulan itulah keberhasilan panen di tahun selanjutnya ditentukan.
Ada cerita menarik dibalik ritual adat penti. Konon ritual penti bermula dari kepercayaan pada roh nenek moyang yang tinggal di kawasan Danau Ranamase. Dikisahkan dahulu kala ada dua danau keramat yang merupakan tempat tinggal makhluk halus. Dua danau itu adalah Danau Ranamese yang artinya danau kecil dan Danau Ranahenbok yang artinya danau besar. Danau Ranamase terletak di Kampung Lerang sedangkan Danau Ranahenbok terletak di Desa Golorutuk.
Suatu saat terjadi perang antara makhlus halus penghuni Danau Ranamase dan Danau Ranahenbok. Ketika para makhluk halus penghuni Danau Ranamase hampir kalah, mereka meminta bantuan manusia yang memang sudah bersahabat lama dengan mereka. Para manusia yang membantu menggunakan parang dalam peperangan untuk menebas belut-belut yang digunakan sebagai senjata oleh para makhluk halus dari Danau Ranahenbok.
Peperangan akhirnya dimenangkan oleh makhlus halus dari Danau Ranamase. Karena menang, para penghuni dari Danau Ranamase berhak memperluas wilayah danau. Dan para manusia yang pernah membantu makhlus halus dari Danau Ranamase dipercaya sebagai nenek moyang masyarakat Desa Goloni. Selain itu, belut-belut yang hidup di kawasan Danau Ranamase juga dipercaya sebagai belut yang pernah menjadi senjata perang pada masa lalu. Legenda ini sangat dipercaya oleh masyarakat Desa Goloni di Kampung Lerang, Flores. Itulah kenapa penghormatan kepada nenek moyang orang Goloni juga dilakukan dalam upacara penti.
Ada lagi hal yang menarik dari ritual penti di Desa Gololoni, Flores. Dalam pesta syukuran ini masyarakat juga akan melakukan ritual pemanggilan arwah nenek moyang yang tinggal di Danau Ranamase. Arwah nenek moyang diundang untuk datang ke Kampung Lerang. Caranya, seorang wakil atau utusan dari Kampung Lerang mengundang arwah dengan memberikan sesajian berupa ayam merah. Ayam merah ini disembelih ke tempat sesajian yaitu Batu Naga yang terletak di salah satu tepi Danau Ranamase.
selain itu masyarakat juga melakukan ritual barong lodok dan barong wae. Ritual barong lodok adalah pemanggilan arwah yang tinggal di ladang sedangkan barong wae adalah ritual pemanggilan arwah yang tinggal di sumber-sumber mata air. Arwah-arwah yang telah datang dari Danau Ranamase, dari ladang, dan dari sumber-sumber mata air disambut di compang di Kampung Lerang.
Compang merupakan tempat sesaji yang diletakan di salah satu batang pohon di tengah kampung. Dibawah pohon tersebut sudah disiapkan sesaji berupa seekor ayam dan tuak, yaitu minuman beralkohol yang terbuat dari beras yang difermentasi. Setelah acara penyambutan, arwah nenek moyang akan masuk kedalam sebuah rumah adat ditemani oleh sang utusan.
Ritual penti dari masyarakat Desa Goloni di Kampung Lerang Flores digelar dari pagi sampai malam hari. Pada sore harinya biasanya digelar tarian adat yaitu tari caci. Tari caci adalah tarian yang menampilakan atraksi mencambuk antara para penari laki-laki. Tari caci biasanya dibawakan oleh dua orang laki-laki. Satu diantaranya membawa tameng yang disebut nggiling. Nggiling adalah semacam perisai yang terbuat dari kulit kerbau.
Sementara itu, penari yang satu lagi membawa larik atau cambuk. Penari yang memegang cambuk akan mencambuk penari yang satunya. Penari yang terkena cambuk akan melindungi dirinya dengan nggiling yang ia pegang. Kedua penari akan menggunakan nggiling dan cambuk itu secara bergantian. Dalam membawakan tari caci para penari mengenakan celana panjang warna putih yang dibalut dengan kain tenun warna hitam.
Mereka juga memakai penutu dahi yang disebut panggal. Panggal berbentuk segi empat menyerupai tanduk kerbau dan berhiaskan bulu binatang. Dalam setiap pertunjukannya tari caci diiringi musik dari gendang dan gong. Gendang yang digunakan adalah gendang khusus yang terbuat dari kulit kambing dan sehari-harinya disimpan di dalam rumah adat. Uniknya, para penabuh gendang ini adalah para ibu dari Desa Goloni.
sumbe r: http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2011/10/ritual-penti-manggarai-nusa-tenggara.html