Ada sebagian masyarakat di Jawa menyebut pengaron sebagai kemaron. Bentuk pengaron seperti kuali. Bedanya, bagian bawah pengaron datar, agar mudah diletakkan di tanah atau lantai. Diameter bagian alas lebih kecil dibandingkan dengan bagian atas. Pengaron juga mirip silinder. Sementara bagian atas berdiameter lebih besar dan mempunyai bibir melingkar selebar sekitar 5 cm. Pengaron juga umumnya terbuat dari tanah liat atau gerabah. Pengaron biasa dipakai setelah dibakar, seperti peralatan dapur lain yang terbuat dari tanah liat.
Ada dua macam pengaron, yakni pengaron besar dan pengaron kecil. Untuk pengaron kecil, warga Parangtritis, Kabupaten Bantul, menyebutnya dengan kabaran. Disebut pengaron besar jika diameter lingkaran bagian atas sekitar 50 cm, tingginya 27 cm, dan disebut pengaron kecil (kabaran) jika diameter lingkaran bagian atas sekitar 35 cm serta tingginya 19 cm. Alat dapur yang satu ini multifungsi. Bisa untuk “ngaru” nasi, tempat air bersih, tempat cuci peralatan kotor, hingga dapat untuk wadah air saat memandikan jenazah.
Pengaron yang terbuat dari tanah liat ini mempunyai kelemahan mudah pecah. Maka apabila telah pecah, berarti sudah tidak bisa dipakai lagi karena tidak bisa ditambal. Maka penggunaan pengaron harus ekstra hati-hati, baik saat penggunaan, perawatan, maupun saat penyimpanan. Sementara untuk penggunaan saat masih baru, agar tidak berbau tanah, bisa menerapkan langkah-langkah seperti pada alat dapur kuali, yaitu dibersihkan dengan air tajin, bekatul hingga sabut kelapa.
Pengaron, suatu saat bisa berfungsi untuk “ngaru” nasi. Sebelum nasi setengah matang kembali “diadang” atau ditanak di dandang, maka beras yang telah ditanak awal, dituangkan ke dalam pengaron. Kemudian dituangi air mendidih hingga luber. Ditunggu sesaat hingga air meresap di beras hingga menjadi nasi setengah matang. “Ngaru” nasi biasa menggunakan pengaron karena tahan air panas, bisa memuat banyak, serta dapat menetralkan rasa nasi. Selain itu, zaman dulu belum banyak pilihan wadah, kecuali yang terbuat dari gerabah. Maka satu-satunya tempat yang “pas” untuk “ngaru” nasi adalah pengaron ini.
Ketika belum banyak ember seperti sekarang ini, pengaron menjadi pilihan utama bagi warga untuk memandikan jenazah. Biasanya ada beberapa pengaron besar dijejer yang dipenuhi dengan air bersih. Sebelum dipakai untuk memandikan jenazah, air bersih dalam pengaron itu sudah diberi daun kelor, bunga, dan uang receh.
Fungsi lain pengaron adalah untuk tandon air bersih, selain gentong. Ukuran pengaron lebih kecil dibandingkan dengan gentong. Selain itu, pengaron mudah dipindahkan sehingga banyak dipakai, apalagi saat masyarakat punya hajatan.
Pengaron lebih praktis digunakan untuk tandon air sementara. Sekali lagi, belum banyak pilihan tempat air saat itu karena belum ada tempat air yang terbuat dari plastik dan sejenisnya. Kadang-kadang pengaron juga berfungsi untuk mencuci peralatan dapur yang kotor.
Ketika belum banyak ember seperti sekarang ini, pengaron menjadi pilihan utama bagi warga untuk memandikan jenazah. Biasanya ada beberapa pengaron besar dijejer yang dipenuhi dengan air bersih. Sebelum dipakai untuk memandikan jenazah, air bersih dalam pengaron itu sudah diberi daun kelor, bunga, dan uang receh.
Keberadaan pengaron sudah terekam dalam kamus Jawa “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta (1939). Pada halaman 485, dijelaskan bahwa pengaron sejenis jambangan besar. Jambangan adalah tempat air yang sering dipakai untuk bak mandi di masa lalu. Biasanya, setiap kata yang terekam dalam kamus “Baoesastra Djawa” itu, diambil dari alat-alat atau konsep yang digunakan oleh masyarakat pada zamannya. Tidak berbeda dengan istilah pengaron atau kemaron. Berarti sebelum tahun 1939, pengaron sudah menjadi alat dapur yang umum digunakan oleh kebanyakan rumah tangga kala itu.
Sekarang, alat dapur ini sudah terdesak oleh peralatan serupa yang terbuat dari plastik dan sejenisnya yang lebih awet, praktis, dan lebih ringan. Maka tidak heran, saat ini sangat sulit menemukan alat dapur pengaron di pasaran, karena sudah tidak banyak lagi yang meliriknya. Namun, di sentra pembuatan gerabah masih bisa ditemui benda ini. Beberapa museum budaya di Yogyakarta sudah menjadikannya sebagai koleksi benda kuno.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/02/pengaron-alat-dapur-tradisional-jawa-nan-multifungsi/
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang