MENYELISIK PENAMAAN KECAMATAN DI KABUPATEN BULUKUMBA (BAGIAN PERTAMA)
Berbicara tentang wilayah Administratif kabupaten Bulukumba seperti saat ini maka kita perlu merunut masa. mulai dari tahun 1511 saat Malaka jatuh di tangan bangsa Portugis. Kedatangan bangsa-bangsa barat ke nusantara pada abad ke-16 mula-mula karena ketertarikan mereka akan rempah-rempah yang berasal dari kepulauan maluku. Hal senada juga di ungkapkan salah satu makalah tentang awal mula penamaan Bulukumba dalam naskah lontara Jayalangkara, dalam naskah lontara tersebut dengan jelas telah tertulis kata Bulukumba.
Lontara Jayalangkara atau dapat juga disebut makassarsche Chrestomathik adalah sejarah Gowa Tallo. kata Bulukumba tersendiri dalam Lontara Jayalangkara Lengkapnya tertulis "... iaminne Karaeng Tumapa’risi Kallonna ambetai Garassi, ambetai Katingang, Parigi, Siang, Sidenreng, Lembangang, angngallei sabukatina Bulukumba, Silayara, ambetai Panaikang, Madallo, Cenrana, Karaenna Tu Marusuka,Tu Polombangkengnga, Tu Bonea....." dan sebaris kalimat yang bisa jadikan petunjuk tahun yang mana menyebutkan " .... julutaungngi nibetana garassi, nibetana todong malaka ri paranggia..." yang mana pada kalimat tersebut menyebutkan Malaka jatuh di tangan Portugis (Paranggia).
Kali ini, kita hanya akan membahas bagaimana proses awal terbentuknya Kecamatan yang saat ini ada di wilayah Administratif Kabupaten Bulukumba pada masa kolonial Belanda. Masuknya bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia yang di mulai oleh Portugis dengan merebut Malaka pada tahun 1511 dan disusul oleh Spanyol pada tahun 1521 yang kemudian belakangan Belanda yang berlabuh di Banten pada tahun 1596.
Singkat cerita, bermula pada tahun 1824 Gubernur Jenderal Hindia Belanda G.A.G.I Van Der Cappellen membentuk sebuah komisi yang ditugaskan untuk meneliti dan membuat laporan mengenai keadaan Sulawesi Selatan dan kemudian berangkat ke Makassar pada bulan Juni 1824 dan mengundang Raja-raja Sulawesi Selatan untuk diajak berunding mengenai pemerintahan Belanda.
Perjanjian tersebut tersebut dinamakan "Bungayas Contract te Oejoeng Pandang Verniew" dan kemidian di tanda tangani oleh kedua belah pihak antara Pemerintahan Kolonial Belanda dengan Raja-raja di Sulawesi selatan pada tanggal 9 Agustus 1824 di Makassar meskipun beberapa Raja-raja di Sulawesi selatan tidak hadir. Berdasarkan perjanjian Bungaya yang diperbaharui tersebut, maka Pemerintahan kolonial Belanda memiliki kewenangan yang luas untuk memulai pemerintahannya di Sulawesi selatan secara mutlak dan bahkan sulawesi secara keseluruhan dengan nama "Celebes en Onder Horigheden" yang berkedudukan di Makassar. Secara keseluruhan daerah Sulawesi selatan kemudian di bagi menjadi tiga jenis kekuasaan Gubernemen Hindia Belanda.
Pertama, Daerah Gubernemen yang langsung di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Kedua, Daerah-daerah Gubernemen yang langsung dikuasai dan diurus oleh Gubernemen Hindia Belanda. Ketiga, Daerah-daerah yang menjadi sekutu Gubernemen yang disebut Bondgenootschappelijke Landen.
Posisi Bulukumba pada tiga daerah Gubernemen Hindia Belanda tersebut ada pada Daerah pertama ialah dalam Distrik Bonthain dan Bulukumba. beberapa distrik diantaranya ialah Distrik Makassar, Distrik utara (Maros), serta pulau selayar dan pulau sepanjang pantai barat pulau sulawesi. Dalam Regering Reglement (RR) tahun 1854 wilayah Indonesia dibagi secara administratif dalam gewest-gewest yang ditetapkan oleh raja di Nederland, dan pada pembagian terakhir pada tahun 1942 Hindia belanda hanya dibagi menjadi 8 gewest, yaitu lima gewest di jawa dan madura dan tiga gewest di luar jawa dan madura.
Pada pemerintahan Gewest Sulawesi (Celebes en Onderhorigheden) membuat struktur lembaga-lembaga yang berkedudukan di Minahasa, selanjutnya pada tahun 1860 birokrasi Kolonial semakin tampak kemajuan perkembangannya dengan bertambahnya beberapa jabatan penting di dalam organisasi pemerintahan.Pada tahun 1924, Gewest Celebes En Onderhorigheden dibagi menjadi delapan Afdeling yang kemudian di ubah kembali berdasarkan Standblad 1922 No 216 menjadi tujuh Afdeling dalam Celebes En Onderhorigheden dalam rangka penyesuaian perubahan.
Ketuju Celebes En Onderhorigheden tersebut adalah, pertama Afdeling Makassar, Afdeling Bontain, Afdeling Bone, Afdeling Pare-pare, Afdeling Mandar, Afdeling Luwu, Afdeling Buton.
Dari ketuju Celebes En Onderhorigheden terakhir tersebut Kabupaten Bulukumba yang saat ini berada dalam Afdeling Bontai.
Berdasarkan Nota (Gedagteekend Den Haag, 12 Februari 1920) Bulukumba merupakan Daerah Onderafdeling di bawah Afdeling Bontain yang mana terdiri dari enam Distrik, yakni Pertama Distrik Kajang, Distrik Bira, Distrik Kindang, Distrik Bulukumba Towa, Distrik Gantarang, dan Distrik Ujung Loe.
Bersambung...
Bulukumba, 12 Juni 2016
Penulis : Zulengka Tangallilia
Sumber :
*Mukhis. P, dkk. 1995. Sejarah Kebudayaan Sulawesi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi. Jakarta.
**Muhannis. 2012. Penulusuran Hari Jadi Bulukumba Diantara Lontara dan Naskah Sejarah. Makalah. Sinjai.
***Gravenhage, Martinus Nijhoff. 1933. Adatrectbundels (XXXVI : Borneo, Zuid-Selebes, Ambon Enz.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja