Pawon atau dapur tradisional dalam budaya Jawa merupakan representasi dari tata kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, baik dari tata letaknya, fungsinya, dan isinya. Pawon atau dapur tradisional juga menegaskan adanya deskriminasi seks dalam pembagian kerja.
Dapur, dalam bahasa Jawa disebut pawon, mengandung dua pengertian:
-
pertama, bangunan rumah yang khusus disediakan untuk kegiatan masak-memasak,
-
kedua, dapat diartikan tungku. Kata pawon berasal dari kata dasar awu yang berarti abu, mendapat awalan pa dan akhiran an, yang berarti tempat. Dengan demikian, pawon (pa+awu+an) yang berarti tempat awu atau abu.
Kenyataannya memanglah demikian, dapur atau pawon memang tempat abu (bekas pembakaran kayu/arang di tungku), sehingga dianggap sebagai tempat yang kotor. Dapur dalam kehidupan tradisional orang Jawa, memang tempat abu, di sana-sini nampak bergelantungan sawang (jelaga) yang hitam oleh asap api. Demikian juga peralatan memasak berwarna kehitaman karena jelaga. Kemungkinan disebabkan oleh keadaan seperti itulah (penampilan yang serba hitam dan kotor), maka di dalam susunan rumah tradisional Jawa, dapur pada umumnya terletak di bagian belakang.
Dalam budaya Jawa menurut Parsudi Suparlan, konsep tentang sistem klasifikasi mengenai alam semesta dan isinya terdapat konsep dikotomi antara yang baik dan buruk, bersih dan kotor. Oleh karena itu dalam sistem klasifikasi itu maka kakus (jamban atau kamar kecil) maupun dapur letaknya selalu di belakang. Oleh karena dapur dianggap tempat kotor, maka dalam hal membuat bangunan dapur tidak begitu diperhatikan seperti halnya kalau membuat rumah induk. Menurut Daldjoeni (1985) pada umumnya bangunan dapur adalah bangunan tambahan, dan biasanya bangunan dapur dibuat sesudah bangunan rumah selesai.
Dapur atau pawon sebagai bangunan tambahan, tidak dianggap sebagai bangunan pokok atau penting, dan konstruksi bangunan dapur sangat sederhana. Oleh karena itu untuk membuat dapur tidak diperlukan persyaratan yang rumit seperti akan membuat rumah induk yang memerlukan perhitungan waktu (primbon).
Dalam kehidupan tradisional Jawa, makan tidaklah mendapatkan perhatian penting. Dalam Kitab Wulangreh karya Paku Buwana IV mengatakan ‘aja pijer mangan nendra’ (jangan selalu makan dan tidur), dan ‘sudanen dhahar lan guling” (kurangilah makan dan tidur) menduduki tempat utama di dalam kepustakaan orang Jawa.
Pandangan hidup orang Jawa menandaskan bahwa kekuatan seseorang bukanlah tergantung pada banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh, melainkan kepada tekat dan batin. Orang tidak akan menjadi lemah tubuhnya hanya karena sedikit makan, bahkan sebaliknya, orang akan memperoleh ‘kekuatan’ karena sering melaksanakan ‘ngurang-ngurangi makan dan tidur (tirakat atau asketis).
Karena terpengaruh oleh pandangan hidup demikian itulah, maka dalam susunan arsitektur rumah Jawa, dapur atau pawon serta kegiatan memasak tidak mendapat perhatian khusus. Namun demikian di dalam pola pikir orang Jawa, makan diartikan menerima berkah dari Dewi Sri yang dianggap sebagai sumber rejeki. Penghormatan terhadap Dewi Sri oleh orang Jawa sematamata bukan diwujudkan dalam makan dan kegiatan memasak, tetapi penanganan secara serius dalam pengolahan lahan pertanian sejak awal sampai pascapanen.
Pawon adalah istilah khusus yang digunakan sebagian besar orang jawa untuk menyebut tungku untuk memasak. Tungku itu secara umum menggunakan bahan bakar kayu sehingga seringkali disebut dengan istilah tungku kayu atau tungku kayu bakar. Orang jawa cukup menyebutnya dengan istilah pawon.
Bahan untuk membuat pawon yang paling banyak digunakan adalah tanah liat yang dicampur dengan rambut (kulit gabah yang telah dipisah dengan isinya, beras). Namun tidak semua jenis tanah liat bisa digunakan untuk membuat pawon. Rata-rata jenis tanah yang digunakan untuk membuat pawon adalah tanah liat yang memiliki kadar pasir halus antara 10 sampai 20 % atau tanah yang diambil dari daerah aliran sungai (DAS). Sedangkan tanah lempung biasanya tidak awet jika digunakan untuk membuat pawon. Ketahanan panasnya yang kurang membuat tanah ini cepat pecah jika dibuat untuk membuat pawon.
Pembuatan sebuah pawon biasanya memakan waktu antara 3 (tiga) sampai 5 (hari) dimulai dari pengambilan bahannya. Bahan yang telah dikumpulkan itu kemudian dicampur dengan air dan rambut dengan cara menginjak-injaknya dengan kaki atau menggunakan alat bantu. Setelah ketiganya berhasil dicampur dengan baik kemudian bahan tersebut didiamkan selama beberapa hari. Pendiaman ini bermaksud untuk membuat ketiga unsur yang dicampur tadi benar-benar saling terikat antara satu sama lain (lerem: jawa).
Bahan pawon yang sudah lerem kemudian dibentuk sedemikian rupa menjadi wujud pawon yang sesuai kebutuhan. Ada yang berwujud memanjang dengan lubang kayu di ujung salah satu sisi yang panjang, ada yang melebar dengan meletakkan lubang kayu bakar di samping sisi panjang, ada yang berukuran hampir persegi dengan satu lubang keluaran (output) api. Pawon dengan satu lubang keluaran api ini biasa disebut dengan istilah dingkel.
Selain berbahan tanah liat, pawon juga sering dibuat menggunakan bahan lain seperti batako, batu bata, atau dibuat langsung menggunakan campuran semen, pasir, dan air menggunakan cetakan khusus yang telah dibuat sebelumnya.
Secara umum, instalasi pawon bersifat portable alias bisa dipindah-pindah instalasinya dengan mudah. Hanya saja untuk memindahkan pawon membutuhkan tenaga yang cukup besar karena bahan dasar tanah liat itu membuat pawon memiliki berat yang cukup besar. Selain itu, pemindahan pawon harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak pecah atau ambrol di saat proses pemindahan berlangsung.
Ada juga pawon instan yang biasa dibuat menggunakan bahan batu-bata atau batako. Pawon model ini biasanya dibuat untuk memenuhi kebutuhan acara hajatan atau walimahan. Setelah acara hajatan selesai biasanya pawon ini pun dibongkar. Batu-bata yang digunakan akan dikembalikan pada fungsi asalnya.
Referensi:
-
Djoko Surjo, Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), 1985.
-
Pawon Dalam Budaya Jawa (Sumintarsih)
-
http://stiebanten.blogspot.co.id/2011/10/pawon-dalam-budaya-jawa.html
-
https://nusagates.com/pawon-alat-masak-tradisional-orang-jawa.html