Permainan ini dibagi ke dalam dua kelompok. Tidak ada peraturan yang pasti berapa jumlah minimal atau maksimal dalam satu kelompok. Seperti biasa, satu kelompok berjaga, sementara kelompok lain berperan sebagai “penyerang”. Sebelum dolanan ini dimulai, wakil dari tim melakukan tos-tosan dulu. Bersuit. Siapa menang, mereka akan duluan “menyerang”. Sedangkan yang kalah wajib berjaga. Tim penyerang ini sebetulnya bukan dalam artian menyerang. Tapi, mereka inilah yang berkuasa penuh atas alat permainan. Nah, supaya tak bingung, saya jelaskan dulu alat permainannya. Kita membutuhkan empat sampai lima batu bata. Batu bata disusun rapi di tempat kelompok penyerang. Kemudian dibutuhkan dua bilah kayu. Kayu pertama ukurannya kecil saja, mungkin 10 sentimeter. Lebih enak kalau dari bilah bambu. Kayu ini fungsinya untuk dipukul. Lalu kita membutuhkan bilah kedua yang panjangnya lebih dari bilah pertama. Kayu kedua ini fungsinya untuk memukul kayu yang kecil. Taruhlah panjangnya lebih dari separuh kayu pertama. Nah, sekarang, tiga alat utama ini sudah lengkap. Permainan bisa kita mulai. Tim penyerang berkumpul di basecamp mereka. Di sinilah batu bata disusun. Tugas pertama tim penyerang adalah memukul kayu kecil ini agar melenting sejauh mungkin dan tidak ditangkap tim yang menjaga. Bagaimana caranya? Taruhlah kayu kecil itu di susunan batu batu. Ujungnya menjulur ke arah tim penjaga yang berjarak kurang lebih tiga sampai lima meter di depan basecamp tim penyerang.
Tugas pertama tim penyerang ialah memukul ujung kayu kecil yang ditaruh di batu bata itu agar melenting sejauh mungkin. Kalau kayu itu tak bisa ditangkap oleh tim penjaga, permainan bisa dilanjutkan dengan tahap berikutnya. Namun, jika tim penjaga berhasil menangkap kayu yang dilentingkan itu, tim penyerang mesti memukul kembali dengan orang yang berbeda. Tim penyerang hanya diberikan tiga kali kesempatan untuk memukul di termin yang pertama ini. Jika ketiga pemukul dari tim penyerang berhasil diantisipasi tim penjaga, permainan usai. Kedua tim berbalik. Yang menjaga kini menyerang, yang semula menyerang, kini mesti menjaga.
Kita kembali ke permainan. Jika ketiga pemukul awal tim penyerang berhasil melentingkan kayu sehingga terbang jauh dan tak ditangkap tim penjaga, permainan dilanjutkan. Dan inilah titik kuncinya. Jika di tiga pukulan awal, kayu ditaruh menjulur ke arah tim penjaga, kini kayu kecilnya diubah kedudukannya. Taruhlah kayu kecil itu dalam posisi 45 derajat. Satu ujung menyentuh tanah, ujung lainnya menempel di dinding batu bata. Kedudukan kayu kecil ini kemiringannya 45 derajat. Tim penyerang mesti menyiapkan salah seorang anggotanya untuk melakukan pukulan mematikan. Bagaimana caranya? Ada dua hal yang penting. Yang pertama bagaimana si pemukul bisa memukul kayu kecil itu ke udara. Kedua, saat kayu kecil ada di udara, pemukul mesti memukul kayu kecil itu sejauh-jauhnya. Di sinilah titik kesulitannya. Sulit untuk bisa memukul dengan akurat kayu kecil yang sedang melayang.
Jika tak ahli, kayu kecil tadi malah jatuh karena perkenaannya dengan kayu pemukulnya tidak tepat. Maka itu, dipilihlah anggota tim yang piawai melakukan dua pukulan berturut-turut ini. Menaikkan kayu kecil ke udara kemudian memukulnya sejauh mungkin. Jika pukulan itu berhasil, kemenangan sudah di depan mata. Lalu, apa selanjutnya. Inilah kesempatan tim penyerang mengerjai habis tim penjaga. Begitu kayu kecil itu jatuh pada suatu titik, di situlah perjalan dimulai. Setiap anggota tim penyerang berkesempatan memukul kayu kecil itu sejauh mungkin. Hanya saja caranya agak unik. Bagaimana caranya. Kayu kecil tadi harus berada di antara selangkangan si pemukul. Posisi badan membelakangi. Dengan posisi itulah si pemukul akan memukul kayu itu sejauh-sejauhnya. Dipukul, bukan dicungkil. Jarak minimal pukulan itu sepanjang kayu pemukulnya.
Sorak sorai biasanya ramai di sini. Lebih ramai ketimbang tim penyerang mencoba memukul kayu kecil sejauh-jauhnya. Dari pengalaman kami dahulu, paling jauh bisa setengah kilometer jaraknya. Kadang yang menggendong tak kuat lagi lalu menyerahkan telinganya untuk dijewer sambil berjalan menuju basecamp. Dan inilah dendam kesumat yang mesti mereka balas di edisi selanjutnya. Tim penyerang kini menjadi tim penjaga. Urutan permainannya sama saja. Kuncinya di tim penyerang: memukul kayu sejauh-jauhnya dan setinggi-tingginya. Jangan sampai ditangkap oleh tim penjaga. Jika kayu kecil yang dilentingkan itu ditangkap tiga kali berturut-turut, posisi berbalik lagi. Yang menyerang menjadi penjaga, yang menjaga menjadi tim penyerang. Permainan ini lebih asyik jika dilakukan beramai-ramai. Bisa sepuluh orang dalam satu tim akan lebih seru. Permainan ini mengajarkan kepada kita untuk sigap, lincah, dan tangkas. Memukul kayu kecil mesti tangkas, menangkap kayunya juga mesti lebih tangkas. Selain itu, melatih sportivitas juga. Tak ada kata marah kemudian mengajak berkelahi buat tim yang selalu kalah. Dan kedua tim bersepakat kalau permainan hendak diakhiri. Jangan sampai begitu tim yang kalah berkesempatan menjadi tim penyerang, tim lawan mengakhiri permainan. Ini tidak sportif.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja