Papeda
Pasti kalian sudah tidak asing lagi dengan makanan yang satu ini apalagi kalau bukan Papeda. Papeda sendiri sudah sangat populer sampai ke berbagai belahan nusantara. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya penjual yang menjual Papeda, mulai dari di pinggir jalan, lingkungan sekolah, sampai di pasar-pasar tradisional. Tak jarang kita temukan tempat-tempat makan a.k.a restoran yang menghidangkan menu Papeda ini. Papeda merupakan bubur sagu yang biasanya disajikan dengan ikan tongkol atau mubara yang dibumbui dengan kunyit. Namun seiring perkembangan zaman, peneman Papeda semakin bervariasi, seperti ikan tuna, ikan kakap merah, dan ikan kue. Selain rasanya yang enak, Papeda juga sangat baik bagi kesehatan tubuh dikarenakan mempunyai banyka serat, rendah kolestrol, dan bernutrisi. Papeda berwarna putih dan bertekstur lengket menyerupai lem.
Dengan bentuk yang kenyal dan lengket seperti lem, Papeda dihidangkan dengan ikan kuah kuning. Kalau kita hanya makan Papedanya saja maka akan terasa hambar. Justru disinilah peran ikan kuah kuning tadi untuk memberikan rasa kepada Papedanya sehingga menghasilkan perpaduan rasa luar biasa lezat. Pembuatan Papeda sendiri cukup mudah prosesnya.Pertama-tama bubur sagu disaring dan ditambahi perasan air jeruk. Lalu ditambah air panas secukupnya dan diaduk sampai mengembang. Lalu jangan lupa tambahkan pendampingnya berupa ikan kuah kuning tadi dan sayur tagas-tagas yang terbuat dari campuran daun singkong, bunga pepaya, dan ubi jalar. Sebaiknya Papeda disantap selagi hangat. Ada berbagai cara untuk menyantap Papeda. Bisa menggunakan sendok, menggunakan sumpit, atau bisa juga diseruput secara langsung. Cara yang terakhir paling sering digunakan oleh penduduk asli karena lebih sederhana dan mudah.
Di berbagai wilayah pesisir dan dataran rendah di Papua, sagu merupahan bahan pokok dalam pembuatan berbagai makanan. Sagu merupakan makanan sehari-hari masyarakat Papua. Oleh karena itu, terciptalah berbagai macam variasi makanan sagu, mulai dari sagu bakar, sagu lempeng, sampai sagu bola yang menjadi sajian yang paling terkenal di berbagai pelosok Papua, khususnya dalam tradisi kuliner masyarakat adat di Kabupaten Mappi, Asmat, dan Mimika. Papeda justru malah merupakan sajian yang jarang ditemukan. Hal ini sangat berkebalikan dengan makanan yang kita sebutkan tadi di atas. Papeda lebih dikenal dalam tradisi masyarakat adat Sentani dan Abrab yang bertempat tinggal di Danau Sentani, Arso dan Manokwari.
Fun fact. Nama Papeda sendiri memiliki arti yang sangat mendalam bagi masyarakat Papua. Papeda sendiri merupakan singkatan dari Papua Penuh Damai. Seperti yang kita tahu di Papua dulu sering sekali terjadi perang atau tawuran antar suku yang menelan korban dan kerugian material non material yang tidak sedikit. Oleh karena itu, Papeda menjadi lambang persatuan yang menyatukan berbagai suku di Papua. Mencapai suatu kesatuan itu tidaklah mudah karena setiap individu pasti berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Mulai dari berbeda keyakinan, filosofi hidup, karakter, latar belakang, dan suku. Ditambah lagi setiap dari kita pasti memiliki ego yang menjadikan kita sulit bersatu. Namun dengan adanya toleransi dan menghargai satu sama lain serta menciptakan sesuatu yang sederhana saja seperti Papeda ini, persatuan dan kesatuan telah digenggam oleh tangan kita.
Sumber :
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja