Kali ini kita akan membahasa mengenai istilah gelar PANGLIMA DAYAK – sebab saat-saat ini begitu banyak orang mengaku-ngaku dirinya adalah panglima. Dengan menggunakan aksesoris yang menyeramkan seperti; tulang, tengkorak, Mandau besar dan bahkan bulu dan taring yang berlebihan. Tidak sedikit pula yang sejatinya bukan orang Dayak mengaku sebagai Panglima Dayak untuk mengeruk kepentingan pribadi, anehnya begitu banyak yang mengikuti dan mengidolakannya termasuk dari kalangan orang Dayak sendiri. Ada yang jelas-jelas bukan Dayak tidak memiliki tutus Dayak, kemudian diangkat menjadi tokoh budaya dan mewakili lembaga Adat Dayak “sah” – orang-orang ini kemudian membawa suatu budaya “campur sari” seperti gaya berbusana yang aneh dan berlebihan, ritual-ritualan yang tidak ada dalam budaya.
Sebenarnya bagaimana sih yang disebut dengan PANGLIMA. Tulisan ini adalah hasil diskusi bersama anggota FOD.
Orang Dayak sebenarnya tidak mengenal istilah panglima. Kemungkinan istilah panglima ini adalah pinjaman istilah Melayu yang diberikan bagi orang-orang Dayak yang berjasa dalam masa kerajaan/kesultanan. Bagi orang yang gagah berani dan kenamaan jaman dahulu orang Dayak hanya menyebutnya sebagai OLOH MAMUT (Orang Berani), BUJAKNG BERANI, PAMANUQ, dll. Jadi yang dimaksud dengan Pangkalima/ Pengelima/Pemanuq/Bujankng Berani dijaman dulu adalah orang yang paling berani dikampungnya serta ditakuti dan disegani, meski dia belum tentu punya kesaktian yang mumpuni namun dikarenakan dia yang paling nakal, bandel/mucil dimasa kecil hingga remaja, maka setelah dewasa dia menjadi orang yang paling ditakuti dan di segani di kampungnya. Panglima ini hanya mau tunduk dengan seorang Mantiq/ Demong/ Temenggung/ kepala adat saja, sementara yang lainnya tak penting baginya. Berguru/ngajiq dan bertapa adalah kegiatannya dan tak segan berhadapan dengan hewan buas meski kadang tak masuk akal bagi orang dikampung.
Pangkalima/ pengelima/ pemanuq adalah julukan kepadanya yang diberikan oleh Mantiq / Demong serta masyarakat kampungnya – MESKI DIA KADANG TIDAK TERIMA DENGANN JULUKAN ITU BAHKAN TAK PERNAH MENYEBUT DIRINYA SEBAGAI PANGKALIMA/PENGELIMA/PEMANUQ , SEBAB MALU RASANYA. Disaat kampungnya diserang lawan/ musuh dia akan lebih dulu mencabut mandau menghadapi musuh tanpa menunggu perintah Mantiq dan tanpa menunggu bantuan orang-orang sekampung – SEBAB TERHINA BAGINYA BILA ADA YANG BERANI MENGANGGU KAMPUNG HALAMANNYA – tidak seperti sekarang ini yang hanya menjadi panglima disosmed, garang dengan postingan tetapi tidak seperti dilapangannya. Seringkali dia tidak pernah memikirkan keselamatan dirinya, baginya lebih baik mati daripada malu. Bila pada saat tertentu dia bertandang kekampung lain maka dia selalu menghindari masalah bahkan tidak mau kalau orang-orang tahu identitasnya, tata krama dan sopan santun dia jaga. KADANG BAGINYA DIAM ITU LBIH BAIK BILA DI KAMPUNG ORANG.
Gelar yang diberikan kpadanya tidak harus memakai ritual namun gelar itu semacam ucapan dari mulut ke mulut, meski begitu dikampung orang tentu juga ada pangkalima lain yang mungkin saja bisa mengancam dirinya. Pada dasarnya MENGAPA SESEORANG TAK MAU MENYEBUT DIRINYA PANGKALIMA/PENGELIMA/PEMANUQ , di karenakan ia tidak mau bermasalah dengan orang lain yang mungkin saja bisa mengancam nyawanya, hanya orang-orang saja yang menyebut dirinya panglima.
Pangkalima jaman dahulu tidak punya pasukan sering kali dia sendirian, namun tidak melarang kalau ada yang ikut dengannya. Sebagai seorang kesatria dan JAGOAN tentu segala macam ilmu hasil bergu / mengajiq dan bertapa menjadi bekal, serta minyak-minyak / jimat untuk menambah kemampuannya. Di dalam kesehariannya siang dan malam dia SELALU CURIGA TERHADAP APAPUN, MESKIPUN ITU SUARA JANGKRIK. Hidupnya juga tidak tenang sebab BANYAKNYA MUSUH yang juga sewaktu-waktu bisa membunuhnya, itu sebab mengapa dia TIDAK PERNAH MENYEBUT DIRINYA PANGKALIMA? Sebab bukan dia saja YANG PUNYA KEBERANIAN, ILMU, DAN JAGOAN, kampung-kampung lain juga punya orang-orang yang seperti dia juga.
Dia tidak pernah tunduk dengan siapapun kecuali MANTIQ / DAMONG, dia juga kalau berkata TIDAK PERNAH BERBOHONG kepada kaumnya, dan didalam berperang TAK ADA ISTILAH TAWANAN ATAU BELAS KASIH. Dan yang dijaman dahulu Pangkalima selalu saja yang PALING MISKIN HIDUPNYA tidak seperti kaum bangsawan atau mantiq, sebab kehidupannya tidak mengurusi soal harta benda. Kehidupan seorang pangkalima dijamannya, meski dia sopan, lembut, penyabar tapi dia tetap akan di jauhi. Hanya ketika dia wafat namanya dan jasanya akan selalu di kenang.
Demikianlah penjelasan sedikit mengenai apa itu panglima/ pangkalima/ pamanuq/ bujakng berani / oloh mamut dalam budaya Dayak. Jadi jika folks menemukan orang yang mengaku dirinya sebagai panglima Dayak, walaupun ia memamerkan ilmu kebal dan lainnya, apalagi hanya untuk menakuti orang dan mencari keuntungan bisa dipastikan orang tersebut adalah penipu. Apalagi banyak yang tidak ada keturunan Dayaknya sama sekali saat ini mengangkat dirinya sebagai panglima Dayak – ironisnya lembaga adat Dayak yang “sah” malahan mendukungnya. Tabe
Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2017/10/19/panglima-dayak/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...