“Aku adalah pangeran paling tampan sedunia. Tak ada yang lebih tampan dariku,” kata Pangeran di depan cermin. Dia merapikan rambutnya, menyentuh kulit wajahnya yang bersih, dan tersenyum bangga. Sifat sombongnya muncul.
Pangeran menghampiri burung kesayangannya di dalam sangkar. Burung itu sangat cantik. Bulunya berwarna hijau keemasan.
“Aku tampan, kan?” tanya Pangeran pada burungnya.
Burung itu sahabat Pangeran. Setiap pergi ke luar kerajaan, Pangeran selalu membawa burung dalam sangkar. Tak sekali pun Pangeran meninggalkan burungnya.
Pangeran suka bercerita tentang apa saja pada burungnya. Kalau Pangeran kesal kepada pelayan, dia bercerita pada burung. Saat Pangeran berhasil memburu harimau, juga bercerita pada burung. Walaupun burung itu tak pernah menjawab, Pangeran puas bisa meluapkan isi hati. Burung itu sahabat setianya, teman di kala susah dan senang.
Suatu hari terdengar kabar kalau raja negeri sebelah mencari calon suami untuk puterinya. Banyak laki-laki yang melamar, namun tak satu pun yang sang Puteri sukai. Bahkan, lelaki yang paling kaya pun ditolaknya.
Berita itu sampai ke telinga Pangeran. Pangeran bersemangat ingin melamar Puteri yang cantik. Pangeran pamit kepada Raja dan Ratu. Raja menasihati agar Pangeran tidak sombong dengan ketampanannya. Sebab bisa saja Puteri mencari suami yang berbudi luhur, bukan hanya tampan.
Pangeran mengabaikan nasihat ayahnya. Pangeran sangat yakin, kalau sang Puteri mau menerima karena ketampanannya. Semua orang akan terkagum-kagum saat pertama kali melihat Pangeran. Pasti sang Puteri juga demikian.
Mulailah Pangeran menempuh perjalanan jauh. Selain membawa bekal, tangannya menenteng burung dalam sangkar.
Lelah berjalan, Pangeran beristirahat dan memakan bekalnya. Sambil memberi makan burung, Pangeran bertanya, “Wahai burung, menurutmu, Puteri mau menjadi pasanganku atau tidak?”
Burung hanya diam sambil mematuk makanannya.
Pangeran melanjutkan perjalanan. Burung terayun-ayun dalam sangkar. Sepanjang perjalanan, Pangeran terus bercerita kepada burung tentang apa saja.
Pangeran mulai lelah. Dia berhenti lagi, beristirahat sejenak melepaskan penat. Lagi-lagi Pangeran bertanya kepada burungnya, “Menurutmu, Puteri mau menjadi pasanganku atau tidak?”
Burung itu kembali mematuk makanan, seolah tak mendengarkan pertanyaan tuannya.
Pangeran mulai ragu. Mungkinkah ini petunjuk dari burungnya? Burung itu seolah tak acuh setiap ditanyai tentang sang Puteri. Tetapi kalau pangeran bercerita hal lain, burung itu diam mendengarkan.
Kalau memang Puteri tak mau menjadi istri Pangeran, alangkah malunya Pangeran. Jika Pangeran paling tampan pun ditolak sang Puteri, orang-orang akan mencemooh. Pangeran akan sangat malu.
Pangeran menguatkan hati. Dia masih punya sedikit keyakinan bahwa sang Puteri akan luluh dengan wajah tampannya. Belum ada yang memalingkan muka saat berhadapan dengan Pangeran. Dia terus berjalan, hingga hampir sampai di istana sang Puteri.
Sekali lagi Pangeran bertanya kepada burungnya. “Wahai burung, menurutmu, Puteri mau menjadi pasanganku atau tidak?”
Lagi-lagi burung itu mengabaikan Pangeran.
Pangeran mulai marah. Tak biasanya burung mengabaikannya. Akhirnya Pangeran berkata dengan keras, “Wahai burung, kalau memang Puteri tidak mencintaiku, maka biarlah engkau jadi batu.”
Seketika burung itu kaku dan menjadi batu. Pangeran terkejut. Burung kesayangannya telah tiada. Pangeran meratapi batu dalam sangkar itu. Dia memohon maaf dan berharap burungnya hidup kembali. Namun, burung itu tetap kaku dan mematung.
Akhirnya pangeran kembali ke istananya. Dia malu. Ternyata Puteri memang tidak mencintainya. Pangeran sedih. Lebih sedih lagi setelah kehilangan sahabat sejatinya. Pangeran menyesal karena burung itu sebenarnya tak bersalah. Hanya karena keegoisan Pangeran, burung itu menjadi batu.
Sekarang lokasi burung yang menjadi batu itu menjadi nama daerah di Sumatera Barat yaitu Batusangkar, berasal dari kata batu dalam sangkar. Di Batusangkar, terdapat sebuah istana Minang bernama Pagaruyung. Kalau kamu ke Sumatera Barat, singgahlah ke Batusangkar, ya!
Sumber: http://indonesianfolktales.com/id/book/pangeran-dan-burung/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja