|
|
|
|
Pakaian Adat Sulawesi Tengah Tanggal 24 Sep 2014 oleh Oase . |
Pakaian tradisional merupakan bentuk fisik atau artefak budaya yang dimiliki suatu wilayah. Pakain budaya dapat memperlihatkan keragaman dan kekayaan negeri ini. Pakaian daerah juga dapat memperkokoh jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memegang teguh semboyan “Bhineka Tungga Ika”.
Apabila di jawa terkenal dengan kebayanya, lantas di nias terkenal dengan pakaian baru oholu untuk pakaian laki-laki dan Õröba Si’öli untuk pakaian perempuan,. Maka di Sulawesi Tengah kita akan banyak menemukan berbagai pakaian adat.
Di Sulawesi Tengah, setiap etnis memiliki pakaian adatnya tersendiri. Misalnya pakaian adat etnis Kaili Kota Palu. Pakaian adat untuk perempuan dikenal dengan nama baju nggembe. Baju Nggembe merupakan busana yang dipakai oleh remaja putri. Biasanya baju ini dipakai saat upacara adatnya.
Baju Nggembe berbentuk segi empat, berkerah bulat berlengan selebar kain, panjang blus sampai pinggang dan berbentuk longgar. Baju Nggembe ini dilengkapi dengan penutup dada atau sampo dada dan memakai payet sebagai pemanis busana. Sarung tenun Donggala menjadi aksesoris bagian bawah pakaian ini. Donggala yang berbenang emas dalam bahasa Kaili disebut dengan Buya Sabe Kumbaja.
Cara pemakaian pakai adat ini mengalami perkembangan, dalam perkembangannya pemakaian sarung Donggala dirubah dengan mengikat sarung dan kemudian disamping kiri atau kanan dilipat untuk memperindah serta memberi kebebasan bergerak bagi si pemakai.
Aksesoris yang digunakan untuk pakaian ini ialah anting-anting panjang atau Dali Taroe, Kalung beruntai atau Gemo, Gelang panjang atau Ponto Ndate, Pending atau Pende.
Pende atau pending merupakan ikat pinggang yang digunakan pada saat seseorang (perempuan) memainkan tarian khas Sulawesi Tengah. Bahan emas dan perak menjadi bahan untuk membuat ikat pinggang ini dengan cara dicetak. Pada bagian dalam pende dibuat sebuah tempat untuk memasukkan tali pengikat kain yang berwarna kuning dan diberi hiasan. Namun dalam perkembangannya, hari tidak lagi digunakan ikat pinggang seperti itu. Ikat pinggang biasa lebih banyak digunakan hari ini untuk dikenakan bersama pakaian ini.
Semetara itu, pakaian adat untuk pria bernama Baju Koje/Puruka Pajana. Pakaian ini terdiri dari dua bagian, yaitu Baju Koje dan Puruka Pajama. Baju Koje atau baju ceki adalah kemeja yang bagian keragnya tegak dan pas dileher, berlengan panjang, panjang kemeja sampai ke pinggul dan dipakai di atas celana. Puruka Pajana atau celana sebatas lutut, modelnya ketat, namun killnya harus lebar agar mudah untuk duduk dan berjalan. Sarung dipinggang, keris, serta sebagian kepala menggunakan destar atau siga menjadi aksesoris pakaian ini.
Pakaian adat berikutnya ialah pakaian adat etnis Mori di Kab. Morowali. Pakaian adat etnis Mori terdiri dari pakaian adat untuk perempuan dan laki-laki.
Kaum hawa biasa mengenakan blus lengan panjang atau bahasa Mori disebut dengan Lambu, berwarna merah dengan hiasan dan motif rantai berwama kuning. Untuk bawahannya merka mengenakan rok panjang berwama merah atau hawu juga bermotif rantai berwama kuning. Mahkota atau pasapu digunakan untuk bagian kepala.
Adapun aksesoris yang digunakan pada pakaian ini ialah Konde atau Pewutu Busoki, Tusuk Konde atau Lansonggilo, Anting-anting atau Tole-tole, Kalung atau Enu-enu, Gelang Tangan atau Mala, Ban Pinggang atau Pebo’o, Cincin atau Sinsi.
Sementara itu, untuk pakaian adat yang dikenakan laki-laki ialah kemeja lengan panjang atau bahasa Mori dengan sebutan Lambu. Kemeja ini berwarna merah dengan hiasan motif rantai berwama kuning sama seperti pakaian perempuan. Untuk bawahan kaum laki-laki menggunakan celana panjang berwama merah atau Saluara. Bate atau destar digunakan dibagian kepala. Ikat pinggang menjadi perlengkapan untuk pakaian adat pria.
Pakaian adat etnis selanjutnya ialah pakaian adata etnis Toli-Toli di Kabupaten Toli-Toli. Seperti adat lainnya, pakaian adat etnis Toli-Toli terdiri dari pakaian adat perempuan dan laki-laki.
Kaum perempuan biasanya memakai blus lengan pendek atau Badu yang pada bagian lengan terdapat lipatan-lipatan kecil, dihiasi manik-manik dan pita emas. Bawahan yang dikenakana, yaitu celana panjang atau Puyuka panjang dihiasi pita emas dan manik-manik. Sarung juga digunakan namun sebatas lutut atau Lipa. Kemudian dikenakan pula selendang atau Silempang dan ban pinggang berwarna kuning.
Aksesoris yang digunakan dalam pakaan ini ialah anting-anting panjang, gelang panjang, kalung panjang warna kuning, dan kembang goyang.
Sementara, untuk laki-laki mengenakan blus lengan panjang dengan leher tegak yang dihiasi dengan pita emas dan manik-manik wama kuning. Utuk bawahan celana panjang atau Puyuka panjang. Digunakan pula sarung sebatas lutut dan tutup kepala atau Songgo.
Berikutnya ialah pakaian Adat Etnis Saluan di Kab. Luwuk. Pada pakaian adat etnis ini, perempuan mengenakan blus atau pakaian wanita yang disebut dalarn bahasa Saluan adalah Pakean Nu’boune. Rok panjang yang disebut dalam bahasa Saluan adalah Rok Mahantan menghiasi bawahan pakaian ini. Digunakan pula perhiasan berbentuk bintang.
Adapun aksesoris yang digunakan ialah gelang atau potto, kalung atau kalong, sunting, anting atau sunting, jaling, selempang atau salandoeng.
Para kaum pria atnis saluan mengenakan kemeja pria yang disebut dalam bahasa Saluan adalah Pakean Nu’moane, celana panjang yang disebut dalam bahasa Saluan adalah Koja, penutup kepala/topi (Sungkup Nu’ubak), sarung pelengkap celana panjang (Lipa).
Ada pun bahan yang digunakan pakaian sehari-hari ialah bahan yang teridiri dari kulit kayu Nuru (pohon beringin). Pembuatan bahan pakaian ini meliputi:
Pakaian upacara menggunakan kulit kayu Ivo sebagai bahannya. Kulit kayu Ivo merupakan kulit kayu yang lebih halus dan bermutu, dan lebih baik daripada yang terbuat dari kulit kayu Nunu.
Wilayah provinsi Sulawesi Tengah sebelum jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda merupakan sebuah Pemerintahan Kerajaan yang terdiri atas 15 kerajaan di bawah kepemimpinan para raja yang selanjutnya dalam sejarah Sulawesi Tengah dikenal dengan julukan Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat.
Pakaian Adat dan Pakaian Perkawinan merupakan cermin dari adat istiadat berpakaian dari sebuah kerajaan, pada mulanya pakaian khusus di pakai keluarga kerajaan, kemudian rakyat atau masyarakat meniru pakaian tersebut, hingga keluarga kerajaan membuat mode yang lainnya.
Sahabat GPS Wisata Indonesia, akan diketengahkan pakaian adat dari empat Kabupaten yaitu Banggai, Donggala, Morowali dan Toli-toli.
A. 2 Macam Pakaian Adat Suku Saluan
Suku saluan merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang mendiami kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Masyarakat suku saluan memiliki sebutan khas “loinang” yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai orang gunung. Berbeda dengan masyarakat suku kaili yang menggunakan baju nggembe dan puruka pajana sebagai pakaian adat, masyarakat suku saluan memiliki pakaian adat tersendiri yang khusus dikenakan pada upacara tumpe. Tumpe merupakan salah satu rangkaian upacara adat yang disakralkan oleh masyarakat Loinang dan hanya diadakan pada acara khusus seperti upacara pernikahan, upacara penyambutan tamu dan upacara pelepasan Burung Maleo.
Pakaian Adat Kaum Pria Saluan
Pakaian yang dikenakan oleh kaum pria dalam adat saluan yaitu berupa kemeja pria yang dikenal dengan nama pakean nu’moane. Pemakaian kemeja ini biasa dipadukan dengan celana panjang yang disebut koja dalam bahasa saluan. Ditambahkan pula penggunaan sungkup nu’ubak sebagai penutup dibagian kepala, serta sarung (lipa) sebagai pelengkap celana panjang.
Pakaian Adat Kaum Wanita Saluan
Sementara pakaian adat yang dikenakan oleh kaum wanita dalam upacara adat tumpe yaitu berupa baju sungkup nu’ubak berwarna merah jambu yang dipadukan dengan ikat pinggang warna hitam serta rok mahantam berwarna merah jambu bercorak belang-belang. Sebagai pelengkap ditambahkan pula pengunaan aksesoris berupa kalung atau kalong, gelang atau potto, anting atau sunting, jaling, serta selempang atau salandoeng.
B. 2 Macam Pakaian Adat Suku Kaili
Suku Kaili merupakan sebutan bagi masyarakat Sulawesi Tengah yang secara turun temurun mendiami wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu. Secara etimologi kata Kaili diambil dari nama pohon dan buah Kaili yang umumnya tumbuh di kawasan hutan-hutan di tepi Sungai Palu dan Teluk Palu. Sebagaimana suku bangsa lain di tanah air, suku kaili juga dikenal kaya akan budaya dan adat istiadat serta tradisi yang menyakut berbagai aspek kehidupan dan masih terpelihara dengan baik dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sampai saat ini. Disamping itu masyarakat kaili juga memiliki pakaian adat tersendiri yang dibedakan untuk kaum pria dan kaum wanita.
Pakaian Adat Wanita Kaili
Pakaian adat yang dikenakan oleh kaum wanita dari suku kaili di kota palu dikenal dengan nama baju nggembe, semetara pakaian adat yang digunakan oleh kaum pria disebut baju koje/puruka pajana. Baju Nggembe merupakan busana atasan berbentuk segi empat dengan panjang blus sampai sebatas pinggang, berkerah bulat, dan berlengan selebar kain yang dilengkapi dengan penutup dada dengan hiasan payet sebagai pemanis busana yang dipadukan dengan bawahan berupa sarun tenun Dongala.
Sarung tenun Donggala merupakan aksesoris bagian bawah yang dikenakan sebagai pelengkap pakaian adat wanita kaili. Sarung ini dihiasi dengan benang emas dan dalam bahasa Kaili disebut dengan Buya Sabe Kumbaja.Pada perkembangannya pemakaian sarung Donggala ini mengalami berbagai modifikasi yaitu dengan mengikat sarung dan kemudian dilipat pada sisi kanaan atau sampin kiri untuk memperindah serta memberi kebebasan bagi pemakainya untuk bergerak.
Sebagai pemanis ditambahkan pula berbagai aksesoris berupa kalung beruntai atau gemo, gelang panjang atau ponto ndate, anting panjang atau dali taroe, serta pending atau pende. Pending merupakan ikat pingang yang dibuat dari bahan emas atau perak dan umumnya dikenakan oleh wanita dalam memainkan pertunjukan tarian khas Sulawesi Tengah. Dibagian dalam pending dibuat sebuah tempat untuk memasukkan tali pengikat kain berwarna kuning sebagai hiasannya.
Pakaian Adat Pria Kaili
Baju Koje/Puruka Pajana merupakan sebutan untuk pakaian adat yang dikenakan oleh kaum pria dari suku kaili. Jenis akaian ini terdiri dari dua bagian, yaitu Baju Koje dan Puruka Pajama. Baju Koje atau biasa disebut dengan nama baju ceki adalah kemeja berlengan panjang dengan kerah tegak dan pas dileher.
Dalam adat kaili pengunaan baju koje ini umumnya dipadukan dengan bawahan berupa celana yang disebut puruka pajana atau celana ketat sebatas lutut dengan ukuran kill yang tetap lebar, hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak kepada pemakainya agar nyaman ketika digunakan untuk duduk dan berjalan. Sebagai pelengkap ditambahkan pula penggunaan sarung pada bagian pinggang, keris, serta aksesoris berupa destar atau siga sebagai penutup kepala.
C. Keunikan Pakaian Adat Suku Mori
Suku Mori merupakan sebutan untuk penduduk yang berasal dari Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Banyaknya suku bangsa yang ada di tanah air, menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan berbagai macam pakaian adat daerah dengan ciri-ciri khas dan keunikan tersendiri baik dalam proses pembuatan, cara penggunaan, bahkan pemilihan bahan yang digunakan sebagai bahan baku pakaian adat tersebut. Misalnya saja busana adat suku Mori yang terdiri atas dua pilihan warna yaitu warna merah atau warna hitam maupun kombinasi dari keduanya merah dan hitam.
Pengunaan warna merah pada pakaian adat mori yang memberikan kesan mewah digunakan sebagai lambang kekuatan, keberanian, yang dapat membangkitkan energi mulai dari yang bersifat kekerasan hingga peperangan. Sedangkan warna hitam yang dipercaya mampu menyerap energi negatif sepintas terkesan sangat elegan, serius, konvensional dan konservatif, sehingga dapat diartikan sebagai lambang kekuasaan, kemandirian, kedisiplinan, serta digunakan sebagai pelindung dari bahaya saat bepergian.
Pakaian Adat Kaum Wanita Mori
Pakaian adat yang dikenakan oleh kaum wanita dari suku Mori yaitu berupa Lambu atau blus lengan panjang berwarna merah dengan variasi berupa hiasan dan motif rantai berwana kuning yang dipadukan dengan rok panjang berwana merah atau hawu yang juga dihiasi dengan motif rantai berwama kuning.
Sebagai pelengkap ditambahkan pula penggunaan mahkota atau pasapu pada bagian kepala serta aksesoris berupa konde atau pewutu busoki, tusuk konde atau lansonggilo, anting-anting atau tole-tole, kalung atau enu-enu, gelang tangan atau mala, ban pinggang atau pebo’o, dan juga cincin atau sinsi.
Pakaian Adat Kaum Pria Mori
Pakaian adat yang dikenakan oleh kaum pria dari suku Mori juga dikenal dengan sebutan Lambu, yaitu berupa blus berwama merah yang dihiasi denan motif rantai berwama kuning yang dipadukan denan celana panjang berwama merah yang disebut dengan saluara. Sebagai pelengkap ditambahkan penggunaan destar atau melpa bate pada bagian kepala, sambengko (selempang), serta metampi ponal (sarung dan pedang).
D. 2 Ragam Pakaian Adat Suku Toli-Toli
Kabupaten Toli-Toli merupakan bagian dari propinsi Sulawesi Tengah yang secara geografis berbatasan langsung dengan laut Sulawesi serta selat Makassar yang memisahkan pulau Sulawesi dengan pulau Kalimantan. Wilayah yang dihuni oleh suku Toli-Toli ini merupakan kawasan beriklim tropis yang didominasi oleh perbukitan di sepanjang pantai. Seperti suku lain di wilayah Sulawesi Tengah, masyarakat Toli-Toli juga memiliki pakaian adat yang menampilkan keunikan tersendiri dengan memanfaatkan kulit kayu ivo dan kulit kayu nunu sebagai bahan pembuatan pakaian adat mereka.
Bahan yang digunakan untuk membuat pakaian sehari-hari berasal dari kulit kayu Nunu (pohon beringin). Sementara bahan yang digunakan untuk pembuatan pakaian adat dalam upacara adat Toli-Toli diambil dari kulit kayu ivo (sejenis pohon beringin) yang dapat menghasilkan kain kulit kayu yang lebih halus dan bermutu tinggi.
Pembuatan Kain Dari Kayu Nunu
Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan kain dari kayu nunu adalah menguliti kayu kemudian merebusnya dalam air mendidih. Setelah masak kulit tersebut di bungkus selama tiga hari. Selanjutnya cuci dengan air bersih dan abu dapur untuk membersihkan getah yang menempel pada kulit tersebut. Barulah kulit kayu nunu di pukul dengan alat yang di sebut pola dari batang enau sampai melebar serta tinahi yang di buat dari batu yang agak kasar. Disini bahan disambung satu persatu agar menjadi lebar dan panjang. Setelah menjadi lembaran kain, bahan kemudian di gantung untuk di keringkan.
Pakaian Adat Kaum Wanita Toli-Toli
Kelengkapan pakaian adat yang dikenakan oleh kaum wanita Toli-Toli yaitu berupa Badu atau blus lengan pendek dengan lipatan-lipatan kecil yang dihiasi manik-manik dan pita emas. Pemakaian blus ini dipadukan dengan bawahan berupa puyuka atau celana panjang yang dihiasi pita emas dan manik-manik, ban pinggang berwarna kuning, serta lipa atau sarung sebatas lutut. Ditambahkan pula selendang atau silempang yang disampirkan pada bagian bahu dan juga beberapa aksesoris pendukung seperti anting, kalung, dan gelang yang terbuat dari manik-manik.
Pakaian Adat Kaum Pria Toli-Toli
Sementara kelengkapan yang dikenakan oleh kaum pria Toli-Toli yaitu berupa blus lengan panjang dengan leher tegak yang dihiasi dengan pita emas dan manik-manik berwarna kuning yang dipadukan dengan bawahan berupa puyuka atau celana panjang. Ditambahkan pula penggunaan sarung sebatas lutut serta sanggo sebagai penutup kepala.
Perhiasan Untuk Upacara Adat
Beberapa perhiasan yang biasa digunakan untuk upacara adat Toli-Toli yaitu berupa daun enau atau daun kelapa yang dikeluarkan lidinya kemudian dianyam atau dibentuk sesuai keinginan. Selain itu digunakan pula kain kulit kayu yang dilengkapi dengan hiasan yang dibuat khusus sebagai alat dekorasi atau lebih dikenal dengan nama mbesa. Fungsi dari kedua perhiasan tersebut adalah hanya untuk hiasan (dekorasi) pada upacara-upacara tertentu.
Sumber:
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/997/pakaian-adat-sulawesi-tangah
https://gpswisataindonesia.info/2014/07/pakaian-adat-sulawesi-tengah/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |