Pakaian Tradisional
Pakaian Tradisional
Pakaian Tradisional Nusa Tenggara Barat Bima
Pakaian Adat Pria Mbojo
- 11 Juli 2018

Pada masa lalu, pria Mbojo memiliki ragam tata busana baik busana harian, upacara adat seperti khitanan, khatam Alqur’an, pernikahan, maupun tata busana pria sebagai pejabat di kesultanan Bima. Khusus untuk busana pengantin laki-laki dan pejabat kesultanan, akan diulas pada tulisan lainnya tentang pakaian adat pengantn Mbojo maupun pakaian para pejabat kesultanan Bima.

Pakain adat harian untuk pria Mbojo menggunakan Jas tutup putih dan destar Songket. kancingannya terbuat dari perunggu atau perak. Bagi para bangsawan tinggi dibuat dari emas. Destar songket atau Sambolo Songke dengan warna dasar hitam dan merah tua. Di bawahnya kadang dengan celana hitam maupun dengan sarung. Motif dan warna sarung beragam seperti rebung (kakando), pado waji (jajaran genjang) yang dihiasi dengan sulaman benang emas dan perak. Tapi sekarang, motif sarung sudah berkembang dengan berbagai ragam motif.

M. Hilir Ismail mengemukakan, cara pemakaian destar atau Sambolo bedasarkan status sosial pamakaiannya, maka cara memakai (memasang) sambolo ada dua bentuk yaitu Toho leme (memasang dalam bentuk kerucut), di bagian depannya dipasang seperti kerucut dengan posisi miring kanan, untuk para bangsawan. Toho biasa (memasang dalam bentuk biasa), dibagian depan tidak dipasang dalam bentuk kerucut, tetapi dipasang dalam keadaan biasa saja, dengan posisi miring kiri, untuk rakyat biasa.

Tata Busana Pria Mbojo pada masa lalu juga dilengkapi dengan Weri (ikat pinggang tradisional Bima), kain tenun dengan warna dasar (dana) merah tua dan kuning emas. Bermotif ragam hias kakando dan pado waji, diberi hiasan benang emas dan perak. Di kedua ujungnya diberi hias benang dalam bentuk umbai, dalam bahasa Bima disebut “jambo”. Weri memiliki ukuran baku, sehingga akan cocok bagi pemakainya. ukuran panjang adalah “sandupa waru” (sedelapan ditambah satu telapak tangan dengan tiga jari). Kalau pemakaianya sudah berstaus suami, maka jambo (umbai). Weri harus turun dikiri kanan kedua paha si pemakai, kalau masih berstatus jejaka maka jambo (umbai) hanya satu yang boleh turun ke paha.

Pelengkap atau aksesoris yang menonjol dalam pakaian adat harian pria Mbojo adalah pisau yang dikenal dengan Piso mone (pisau laki – laki). Pisau Mone adalah sejenis senjata pusaka, yang bentuknya mirip golok, dibuat dari besi bertuah, hulunya dibuat dari gading atau kayu kuning dengan ragam hias bunga samobo atau bunga sekuntum dan bunga satako atau bunga setangkai. Pada bagian atas hulunya dihiasi dengan lapisan perak yang bermotif  bunga samobo dan bunga satako (kele pisau). Sarungnya dilapisi dengan lempengan perak yang bermotif bunga samobo dan bunga satako. Piso mone merupakan senjata pusaka sebagai symbol keperkasaan si pemakai atau si pamilik. Dipasang pada bagian rusuk kiri, kalau memakai pakaian adat harian tidak dibenarkan memakai keris. Kalau tidak ada piso mone, maka tidak perlu memakai senjata pusaka yang lain.

Untuk upacara adat khitanan atau Suna ra Ndoso, pria Mbojo memiliki tata busana sendiri yaitu mulai dari topi yang disebut Songko wanga, sejenis songkok yang terbuat dari lempengan tipis tanduk kerbau yang pada pinggir dan pucuknya dihiasi dengan emas dan perak. Pada akhir – akhir ini songkok wanga sudah sangat langka. Diganti dengan songko “bula” yaitu songkok berbentuk bulan sabit (bula =bulan). Sama dengan bentuk songko bula untuk penganten laki – laki yang berbeda hanya ukuran, songko bula untuk anak yang khitan lebih kecil. Sedangkan sarung yang dipakai adalah Tembe Siki (sarung siki) dengan motif bali mpida dan tembe songke (songket), bewarna merah atau merah tua, panjang tembe siki sampai ke lutut, memakai sarowa dondo (celana panjang) dari satin bewarna merah  atau hitam dihiasi sulaman benang emas atau benang perak.

Perhiasan dan aksesoris yang dipakai antara lain Kaware, Kondo Lo’I, Jima Ancu, dan Sampari atau keris. Kaware adalah perhiasan yang dibuat dari emas atau perak dengan motif bunga satako( Bunga Setangkai dan bunga samobo( Bunga sekuntum) berbentuk lingkaran dan ada pula yang Nggusu Upa (segi empat), sebagai simbol harga diri dan martabat kaum laki – laki yang luhur lagi mulia dilambangkan dengan kawari. Kondo lo’I adalah (Kalung Obat) simbol anak yang sehat jasmani dan rohani. Jima ancu (gelang lengan) dipasang pada bagian lengan. Sampari (keris), simbol keperkasaan kaum laki –laki dalam mempertahankan harkat dan martabat keluarga dan agama.

Untuk kegiatan khatam Alqur’an atau khata Karo’a, pria Mbojo menggunakan Memakai pakaian “kale na’e, pakaian model timur tengah yang biasanya dipakai oleh orang dewasa yang sudah melakukan ibadah haji. Pakaian kale na’e terdiri dari ,Songko kale (songkok kale),Baju kuru (baju kurung) dan Jumba (jubah) berwarna putih dan hijau dan ada juga yang merah tua dan coklat.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline