Dengan luas wilayah sekitar tiga ratus ribu kilometer persegi, Papua dihuni berbagai macam suku bangsa. Provinsi Papua terdiri atas 29 kabupaten dan terdiri atas sekitar tiga ratus suku bangsa yang mendiaminya, di antaranya adalah suku Asienara, Asmat, Atam Hatam, Atogoim, Autohwaim, Biak-Numfor, Dani, Kaygir, Yahray, Yali dan Yapen.
Dari sekitar tiga ratus suku bangsa yang tinggal di Papua, sebagian besar, menurut sensus penduduk, hanya menyisakan puluhan hingga ratusan jiwa. Suku yang berpopulasi cukup besar adalah suku Asmat, suku Dani yang tinggal di Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten Puncak Jaya. Namun pakaian adat yang dipakai suku-suku bangsa di Papua ini mirip antara satu suku dengan lainnya.
Pakaian adat Papua adalah salah satu pakaian adat yang unik dan menarik, jika biasanya didaerah lain pakaian adat berupa kain kain lembut atau lainnya, namun pakaian adat Papua tidak menggunakan itu. Sesuai dengan daerah mereka tinggal, yaitu daerah pegunungan sehingga pakaian adat mereka adalah pakaian yang terbuat dari alam sekitar mereka.
Pakaian Adat Suku Asmat
Selain terkenal dengan seni ukirnya yang adiluhung, Suku Asmat juga memiliki pakaian tradisional yang khas. Seluruh bahan untuk membuat pakaian tersebut berasal dari alam. Tidak salah jika menganggap pakaian Suku Asmat merupakan representasi kedekatan mereka dengan alam raya.
Secara umum, pakaian adat pria dan perempuan Papua hampir sama, hanya menggunakan sebuah bawahan seperti androk yang terbuat dari rajutan daun sagu yang dibuat rapih menyerupai anderok atau rok dan digunakan sebagai bawahan.
Pada bagian kepala, dikenakan penutup yang terbuat dari rajutan daun sagu dan pada sisi bagian atasnya dipenuhi bulu burung kasuari.
Pakaian Adat Pria Asmat
Suku Asmat menggunakan pakaian adat Rumbai-Rumbai, hanya untuk menutupi bagian tertentu. Rumbai-Rumbai dibuat dari daun sagu.
Aksesoris
Hiasan kepala berbentuk seperti mahkota. Unsur yang digunakan masih berupa rumbai-rumbai yang juga terbuat dari daun sagu. Selain itu ada hiasan hidung, terbuat dari taring babi atau bisa dibuat dari batang pohon sagu. Hiasan hidung yang dikenakan kaum laki-laki memiliki dua fungsi: simbol kejantanan dan untuk menakuti musuh. Sementara, aksesori kalung dan gelang dibuat dari kulit kerang, gigi anjing, dan bulu burung cendrawasih.
Pakaian Adat Wanita Asmat
Sementara, rok dan penutup dada kaum perempuan menggunakan rumbai-rumbai dari daun sagu sehingga menyerupai kecantikan burung kasuari.
Aksesoris
Pakaian adat tersebut belum sempurna jika tidak dilengkapi berbagai aksesori, juga menggunakan berbagai bahan yang tersedia di alam. Aksesori yang biasa dijadikan pelengkap pakaian tradisional Suku Asmat adalah hiasan telinga, kalung, gelang, dan tas. Hiasan telinga terbuat dari bulu burung kasuari. Bulu burung kasuari yang digunakan untuk hiasan telinga ukurannya lebih pendek dibanding bulu burung kasuari yang digunakan pada penutup kepala.
Esse (sebutan masyarakat Suku Asmat untuk tas) merupakan aksesori yang penting. Selain berfungsi sebagai wadah penyimpan ikan, kayu bakar, serta berbagai hasil ladang, esse juga dipakai ketika diadakan upacara-upacara besar. Orang yang mengenakan esse saat diadakan upacara adat dianggap sebagai orang yang mampu menjamin kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam berbagai upacara adat, masyarakat Suku Asmat biasanya melengkapi penampilan mereka dengan gambar-gambar di tubuh. Warna merah merujuk pada warna darah. Warna merah diartikan sebagai lambang keberanian. Warna putih merujuk pada warna tulang yang menunjukkan kesucian. Lukisan ini digunakan untuk menambah daya juang dalam mengarungi kehidupan.Warna merah yang digunakan berasal dari campuran tanah liat dan air, sementara warna putih berasal dari tumbukan kerang.
Motif yang digunakan pada kulit wanita biasanya lebih halus. Bentuknya pun hanya bulatan-bulatan kecil berwarna merah dan putih. Sementara pada tubuh pria, di bagian tangan terdapat bentuk seperti belah ketupat yang bermakna “kehidupan” sedangkan di bagian dada terdapat lambang seperti tanduk yang berarti “kejantanan”.
Seiring pengaruh modernisasi dan budaya dari luar, sebagian masyarakat Suku Asmat mulai meninggalkan pakaian tradisional mereka. Hanya masyarakat Suku Asmat yang tinggal di pedalaman yang masih menggunakan pakaian tradisional tersebut.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2014/09/pakaian-adat-papua/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja