Lamadukelleng adalah seorang laki-laki yang hidup di sebuah negeri di daerah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia. Saat masih bayi, ia dibuang oleh bibinya ke Sungai Jeneberang.
- “Kak, siapakah nanti yang ingin engkau jadikan suamimu?” tanya sang Adik.
- “Aku ingin bersuamikan tukang masak Raja,” jawab sang Kakak.
- “Kenapa, Kak?” sang Adik kembali bertanya.
- “Kalau bersuamikan tukang masak Raja, kita tidak pernah merasa kelaparan lagi seperti ini,” jawab sang Kakak.
- “Kalau kamu, siapakah yang engkau inginkan jadi suamimu?” sang Kakak balik bertanya.
- “Kalau aku, ingin menjadi istri Raja,” jawab sang Adik.
- “Wah, tinggi sekali angan-anganmu, Dik!” ucap sang Kakak.
- “Iya, Kak! Aku ingin jadi penguasa negeri ini,” imbuh sang Adik.
“Baiklah kalau itu yang kalian inginkan. Aku akan mewujudkan angan-angan kalian,” kata sang Raja dalam hati seraya berlalu dari tempat itu.
- “Hai, Kalian! Ikutlah bersama kami ke istana untuk menghadap Raja!” seru utusan Raja.
- “Maaf, Tuan! Kenapa kami disuruh menghadap Raja? Apa salah kami, Tuan?” tanya sang Kakak kepada utusan Raja dengan wajah pucat.
- “Maaf, kami hanya menjalankan tugas,” jawab seorang utusan.
“Jangan-jangan Raja mengetahui percakapan kami semalam,” pikir mereka.
- “Ampun, Baginda! Ada apa gerangan Baginda memanggil kami?” tanya sang Kakak.
- “Aku sempat mendengar percakapan kalian semalam. Benarkah yang kalian katakan itu?” sang Raja balik bertanya.
“Kalian tidak usah takut. Jawab saja dengan jujur!” kata sang Raja.
“Baiklah, aku kabulkan keinginan kalian. Aku bersedia menikah denganmu,” kata sang Raja sambil menunjuk sang Adik.
- “Benarkah itu, Baginda?” tanya sang Adik seakan-akan tidak percaya.
- “Percayalah! Aku tidak akan berbohong kepada kalian,” jawab sang Raja.
- “Terima kasih, Baginda Raja,” ucap kedua gadis itu serentak sambil memberi hormat.
- “Pengawal! Jika istriku sudah siuman, segera bawa dia ke penjara bawah tanah. Dia benar-benar telah membuatku malu!” seru sang Raja.
- “Baik, Baginda!” jawab para pengawal.
“Hei, bungkusan apa itu?” gumam nelayan itu.
“Wah, bayi siapa ini? Sungguh tega orangtua yang telah membuang bayinya,” gumam kakek itu.
- “Ketahuilah, Nak! Kami ini bukanlah orangtuamu yang telah melahirkanmu. Kami hanya menemukanmu hanyut terbawa arus di Sungai Jeneberang,” kisah si Kakek.
- “Jika benar yang kalian katakan itu, lalu siapakah orangtuaku yang sebenarnya? Dan di mana mereka sekarang?” tanya Lamadukelleng penasaran.
- “Maaf, Nak! Kami juga tidak tahu siapa sebenarnya orangtuamu. Tapi, jika kamu ingin mengetahui orang yang telah melahirkanmu, susurilah Sungai Jeneberang hingga ke atas gunung, niscaya kamu akan menemukan mereka,” pesan si Kakek.
- “Anakku, bawalah keris dan permata pusaka ini! Siapa tahu suatu saat kamu akan membutuhkannya,” kata si Kakek sambil menyerahkan kedua pusaka itu.
- “Terima kasih atas semua kebaikan kalian. Kalian telah bersusah payah merawat dan membesarkanku. Kelak jika aku telah menemukan orangtuaku, aku pasti akan kembali menemui kalian,” ucap Lamadukelleng.
“Hai, Cucuku! Jika kamu berjalan naik ke arah gunung itu, kamu akan menemukan sebuah telaga yang terletak di lereng gunung. Mandilah di telaga itu dan celupkan keris dan permata pemberian orangtua asuhmu itu ke dalam air telaga. Dengan keris dan permata yang telah dilumuri air telaga itu, kamu dapat mengobati segala jenis penyakit,” pesan orang tua itu.
- “Anak Muda! Bolehkah kami meminta bantuan lagi kepadamu?” pinta kepala kampung.
- “Apa yang dapat saya bantu, Tuan?” tanya Lamadukelleng.
- “Warga kami banyak yang terkena penyakit, mulai dari kesurupan hingga teluh. Barangkali kamu bisa menyembuhkan mereka,” jawab kepala kampung.
“Maaf, Tuan! Tolong ambilkan aku segelas air minum!” pinta Lamadukelleng kepada seorang pelayan istana.
“Terima kasih, Nak! Kamu telah menyembuhkan penyakit yang aku derita selama puluhan tahun. Kalau boleh aku tahu, dari manakah asal usulmu? Dan Siapa kedua orangtuamu?” tanya sang Raja.
- “Ampun, Baginda! Hamba juga tidak tahu dari mana asal usul hamba. Tapi, menurut Kakek dan Nenek yang telah merawat hamba, hamba ditemukan terhanyut di Sungai Jeneberang saat hamba masih bayi. Kakek hanya berpesan supaya hamba menyusuri Sungai Jeneberang hingga ke atas gunung agar dapat menemukan orangtua hamba yang sebenarnya,” kisah Lamadukelleng.
- “Aku turut berduka cita atas keadaanmu, Nak! Semoga saja kelak kamu menemukan kedua orangtuamu,” ucap sang Raja.
- “Terima kasih, Baginda! Hamba juga berharap demikian,” kata Lamadukelleng.
“Pelayan! Tolong layani pemuda itu dengan baik. Berikan kepadanya pakaian yang bagus dan makanan yang lezat!” titah sang Raja.
“Benarkah istriku melahirkan seekor kucing? Ah, tidak mungkin manusia dapat melahirkan seekor binatang,” pikirnya.
- “Bang! Jangan-jangan Raja telah mengetahui semua kebohongan kita. Perasaan berdosa tiba-tiba menghantui hatiku,” kata sang Kakak kepada suaminya.
- “Entahlah, Istriku,” kata suaminya dengan cemas.
- “Seingatku, kamulah yang menjaga istriku saat melahirkan. Benarkah begitu?” tanya Raja kepada sang Kakak.
- “Be... benar, Baginda!” jawab sang Kakak dengan gugup.
- “Kalau begitu, aku mau bertanya kepadamu. Benarkah istriku melahirkan seekor kucing? Ayo, jawablah dengan jujur!” bentak sang Raja.
“Ampuni hamba, Baginda! Hamba dan suami hamba telah bersalah. Kami telah menukar putra Baginda dengan seekor kucing. Ampuni kami, Baginda! Tolong jangan hukum kami!” pinta sang Kakak.
- “Lalu, kamu apakan putraku waktu itu?” tanya sang Raja lebih lanjut.
- “Ampun, Baginda! Hamba menghanyutkannya ke Sungai Jeneberang,” jawab sang Kakak.
“Tidak salah lagi, pemuda itu adalah putraku. Pantas hatiku selalu bergetar bila menatapnya,” kata sang Raja dalam hati.
- “Putraku! Sejak melihatmu, Ayah selalu merasakan getaran batin dan kasih sayang kepadamu. Rupanya itu pertanda bahwa kamu adalah putraku,” kata sang Raja sambil meneteskan air mata.
- “Iya, Ayahanda! Ananda juga merasakan demikian,” sahut Lamadukelleng.
- “Maafkan aku, Dinda! Kanda telah mencampakkan kalian sehingga harus mengalami penderitaan hingga puluhan tahun,” ucap Sang Raja.
- “Sudahlah, Kanda! Yang penting kita semua sudah berkumpul kembali. Kita akan memulai hidup baru yang lebih baik,” kata sang Istri menghibur suaminya.
“Kalianlah yang telah menyebabkan kami menderita seperti ini. Kalian harus mendapat hukuman yang setimpal. Pengawal! Bawa mereka ke penjara bawah tanah!” titah sang Raja.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja