Orang Rimbo (Suku Anak Dalam)
Bertemu kelompok Suku Anak Dalam atau mereka menyebut dirinya sebagai orang Rimbo (Rimba) yang sekarang sudah tidak lagi hidup dan tinggal di rimba hutan karena hutannya sudah lama hilang dan tergerus. Mereka diharuskan hidup dalam rumah bergabung dengan kelompok suku Dusun dan transmigran dan juga memeluk agama yang diakui negara.
Suku Anak Dalam ini tinggal di kawasan Sungai Kijang, Kabupaten Muratara (Musi Rawas Utara), Sumatera Selatan. Kawasan ini bernama Sungai Kijang karena dahulu ketika tempat ini masih kawasan rimba, ada begitu banyak sekali kijang yang datang ke sungai ini. Tapi itu hanyalah kisah romantisme masa lalu tentang rimba ditanah ini.
Sungai Kijang
Kondisi mereka cukup menyedihkan, rata-rata hanya sampai SD atau putus ditengah jalan di pendidikan SMP. Salah satu anak orang tua yang kami datangi ini berhasil lulus SMA dan bekerja sebagai perangkat Desa. Mereka sudah lama tercerabut dari akar budayanya, tidak banyak yang tahu lagi kisah-kisah atau ritual dan kearifan hidup orang rimba ini.
Salah satu tempat yang masih mereka anggap keramat adalah kawasan hutan yang kecil dimana leluhur mereka bergelar Tumenggung atau dipanggil Enjeq-enjeq dimakamkan bersama anak buahnya. Saya lupa nama asli enjeq-enjeq ini, namun beliau adalah salah seorang pejuang kemerdekaan yang berperang melawan Belanda dan Jepang. Beliau tidak ingin rakyatnya dijajah.
Satu hal yang menarik bahwa Orang Rimba tidak hanya suku yang primitive, hanya tahu berburu saja tapi mereka adalah pejuang. Stigma-stigma negative seperti ini sering dialamatkan kepada mereka sama seperti yang dialami suku Dayak. Sehingga banyak mereka yang minder akan kearifan dan budaya mereka.
Kawasan hutan ini masih asri, bahkan konon masih dijaga oleh roh nenek moyang mereka. Sehingha itu tidak ada yang berani menebang pohon-pohon dikawasan keramat ini. Konon pernah ada yang mencoba menebang pohon disini, namun esoknya pohon itu berdiri kembali atau kisah orang yang mengalami celaka ketika mencoba merusak kawasan hutan keramat ini. Memang sebelum memasuki hutan keramat ini saya cukup merasakan sapaan kehadiran mahluk penjaga kawasan ini. Bahkan jalan menuju keramat ini mereka namakan Jalan Pahlawan Bangsa.
Sekali setahun mereka masih melakukan sedekah kepada keramat ini dengan memasak nasi kuning dan makan bersama. Bahkan mereka melakukan upacara 17 Augustus di kawasan ini kadang bila ada pejabat pemerintah datang baru mereka akan memakai pakaian asli mereka yaitu bercawat dengan menggunakan “tarap” atau kulit kayu.
Menariknya senjata parang mereka pun mereka sebut dengan Mandau. Banyak pusaka mereka yang sudah hilang terutama pusaka peninggalan Temenggung Enjeq-enjeq yang diambil oleh pihak museum Lubuklinggau. Dahulu beberapa kali diambil namun selalu kembali dengan sendirinya, tapi setelah beberapa kali dibawa pusaka itu sudah tidak pernah kembali lagi kekampungnya.
Disana saya disambut dengan ramah sekali oleh masyarakat Suku Anak Dalam, sebagai kenang-kenangan saya memberikan gelang manik lemiang dan ukiran Dayak dari tanduk rusa juga sebuah pis bolong atau koin tua. Sebagai pengikat rasa persaudaraan. Apabila berjodoh ingin lagi kembali kesana bertemu keluarga baru dari Suku Anak Dalam.
Tabe
Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2018/07/16/orang-rimbo-suku-anak-dalam/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...