|
|
|
|
Orang Rimbo (Suku Anak Dalam) Tanggal 23 Jul 2018 oleh Deni Andrian. |
Orang Rimbo (Suku Anak Dalam)
Bertemu kelompok Suku Anak Dalam atau mereka menyebut dirinya sebagai orang Rimbo (Rimba) yang sekarang sudah tidak lagi hidup dan tinggal di rimba hutan karena hutannya sudah lama hilang dan tergerus. Mereka diharuskan hidup dalam rumah bergabung dengan kelompok suku Dusun dan transmigran dan juga memeluk agama yang diakui negara.
Suku Anak Dalam ini tinggal di kawasan Sungai Kijang, Kabupaten Muratara (Musi Rawas Utara), Sumatera Selatan. Kawasan ini bernama Sungai Kijang karena dahulu ketika tempat ini masih kawasan rimba, ada begitu banyak sekali kijang yang datang ke sungai ini. Tapi itu hanyalah kisah romantisme masa lalu tentang rimba ditanah ini.
Kondisi mereka cukup menyedihkan, rata-rata hanya sampai SD atau putus ditengah jalan di pendidikan SMP. Salah satu anak orang tua yang kami datangi ini berhasil lulus SMA dan bekerja sebagai perangkat Desa. Mereka sudah lama tercerabut dari akar budayanya, tidak banyak yang tahu lagi kisah-kisah atau ritual dan kearifan hidup orang rimba ini.
Salah satu tempat yang masih mereka anggap keramat adalah kawasan hutan yang kecil dimana leluhur mereka bergelar Tumenggung atau dipanggil Enjeq-enjeq dimakamkan bersama anak buahnya. Saya lupa nama asli enjeq-enjeq ini, namun beliau adalah salah seorang pejuang kemerdekaan yang berperang melawan Belanda dan Jepang. Beliau tidak ingin rakyatnya dijajah.
Satu hal yang menarik bahwa Orang Rimba tidak hanya suku yang primitive, hanya tahu berburu saja tapi mereka adalah pejuang. Stigma-stigma negative seperti ini sering dialamatkan kepada mereka sama seperti yang dialami suku Dayak. Sehingga banyak mereka yang minder akan kearifan dan budaya mereka.
Kawasan hutan ini masih asri, bahkan konon masih dijaga oleh roh nenek moyang mereka. Sehingha itu tidak ada yang berani menebang pohon-pohon dikawasan keramat ini. Konon pernah ada yang mencoba menebang pohon disini, namun esoknya pohon itu berdiri kembali atau kisah orang yang mengalami celaka ketika mencoba merusak kawasan hutan keramat ini. Memang sebelum memasuki hutan keramat ini saya cukup merasakan sapaan kehadiran mahluk penjaga kawasan ini. Bahkan jalan menuju keramat ini mereka namakan Jalan Pahlawan Bangsa.
Sekali setahun mereka masih melakukan sedekah kepada keramat ini dengan memasak nasi kuning dan makan bersama. Bahkan mereka melakukan upacara 17 Augustus di kawasan ini kadang bila ada pejabat pemerintah datang baru mereka akan memakai pakaian asli mereka yaitu bercawat dengan menggunakan “tarap” atau kulit kayu.
Menariknya senjata parang mereka pun mereka sebut dengan Mandau. Banyak pusaka mereka yang sudah hilang terutama pusaka peninggalan Temenggung Enjeq-enjeq yang diambil oleh pihak museum Lubuklinggau. Dahulu beberapa kali diambil namun selalu kembali dengan sendirinya, tapi setelah beberapa kali dibawa pusaka itu sudah tidak pernah kembali lagi kekampungnya.
Disana saya disambut dengan ramah sekali oleh masyarakat Suku Anak Dalam, sebagai kenang-kenangan saya memberikan gelang manik lemiang dan ukiran Dayak dari tanduk rusa juga sebuah pis bolong atau koin tua. Sebagai pengikat rasa persaudaraan. Apabila berjodoh ingin lagi kembali kesana bertemu keluarga baru dari Suku Anak Dalam.
Tabe
Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2018/07/16/orang-rimbo-suku-anak-dalam/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |