Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode(1803-1813,1818-1821), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin(1776-1803). Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu. Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan Inggris dan Belanda, di antaranya yang disebut Perang Menteng. Pada tangga 14 Juli 1821, ketika Belanda berhasil menguasai Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke Ternate. Penggunaan nama Sultan Mahmmud Badaruddin II pada museum untuk menggingat dan menghargai jasa-jasanya.
Museum ini terletak di tepi sungai Musi di dekat Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera. Museum ini terdiri dari dua lantai berarsitektur kolonial dengan atap rumah limas khas Palembang. Dahulu, wilayah Museum Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan lahan bekas keraton yang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I pada tahun 1737.
Berdasarkan hasil penelitian dari Tim Arkeologi Nasional tahun 1988, pada lokasi ditemukan fondasi batu bata dari bangunan Kuto Lamo, di atas tumpukan balok-balok kayu yang terbakar. Menurut catatan, bangunan Benteng Kuto Lamo di masa Sultan Mahmud Badaruddin I (Jayo Wikramo) resmi ditempati pada hari Senin, 29 September 1737. Karena itu disimpulkan bahwa balok-balok tersebut tentunya sudah terlebih dahulu ada.
Hal ini di buktikan seperti yang di katakan oleh Djohan Hanafiah bahwa Bangunan ini dibangun kembali setelah dibongkar habis, dan memang sebelumnya merupakan lokasi Benteng Kuto Lamo yang sering juga di sebut Kuto Tengkuruk atau Kuto Batu, dimana pada bagian dalamnya pernah berdiri Keraton Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikromo atau Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758).
Pada era kepemimpinan Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II, Tahun 1821 keraton ini mendapat serangan dari Pemerintah Hindia Belanda, yang kemudian dibongkar habis pada 7 Oktober 1823 atas perintah Reguring Commissaris Belanda, J. L. Van Seven Hoven. Pemerintah kolonial ingin menghilangkan monumental Kesultanan Palembang dan membalas dendam atas dibakarnya Loji Sungai Aur oleh Sultan Mahmud Badaruddin II pada tahun 1811. Atas pendudukan Kuta Besak dan penghancuran Kuta Lama, maka konsentrasi kota berada diwilayah ini. Pasar dan kantor-kantor berdiri dilingkungan Kuta Besak, bahkan perahu-perahu pun menjadikannya tempat berlabuh yang ideal.
Pada tahun 1823, seiring penghapusan kekuasaan Sultan Najamuddin IV Prabu Anom (1821-1823 M) Belanda melakukan pembangunan di bekas tapak Benteng Kuto Lamo. Secara bertahap rumah yang dibangun rencananya diperuntukkan bagi komisaris karajaan Belanda di Palembang , J. L. Van Seven Hoven, seorang advokat fiskal, yang menggantikan posisi Herman Warner Muntinghe. Muntinghe menjadi komisaris di Palembang selama November 1821 - Desember 1823. Pada tahun 1824, tahap pertama rumah dikenal sebagai gedung siput. Setelah itu, bagian bangunan terus dilakukan penambahan. (Syarufie,Tudhy.2005. halaman:9).
Bangunan ini selesai didirikan kembali dengan perpaduan antara gaya arsitektur Eropa dengan arsitektur Palembang sendiri. Dibangun bergaya indis sebagai bangunan yang lazim pada masa itu dan sudah menggunakan bangunan baja beton dan kaca sebagai imbas dari revolusi industri di Eropa. Pada tahun 1825 dan selanjutnya dijadikan Komisariat Pemerintah Hindia Belanda untuk Sumatera Bagian Selatan, sekaligus sebagai kantor Residen Belanda.
Seiring dengan perjalanan waktu dan dinamika sejarah yang terjadi di Kota Palembang, Fungsi bangunan ini teah silih berganti, mulai dari markas Jepang pada masa pendudukan, Teritorium II Kodam Sriwijaaya di awal kemerdekaan yang kemudian berpindah pengelolaan ke Pemerintah Kota Palembang sebelum akhirnya menjadi Museum.
Meskipun telah mengalami renovasi, bentuk asli bangunan tidak berubah. Perubahan hanya dilakukan pada bagian dalam bangunan dengan menambah sekat-sekat dan penutupan pintu-pintu penghubung. Berbeda dengan bangunan yang didirikan pada masa Kesultanan Palembang Darussalam yang umumnya memakai bahan kayu, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II memakai bahan bata.
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan salah satu museum yang terdapat di kota Palembang atau tepatnya berada pada 104 45’ 40’’BT dan 02 59’25’’ LS. Museum ini meyimpan arca-arca kuno diantaranya Ganesha, Amarawati dan Udha di era Sriwijaya, berbagai macam perabotan tradisional kesultanan Palembang serta sketsa yang menggambarkan perjuangan rakyat Palembang dalam usahanya mengusir penjajah Belanda (Hastuti, Trini, Sugeng Mardoko. 2008.Hal 36-37).
Pengadaan koleksi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II diawali sekitar tahun 1984, bersamaan dengan dipindahkannya Museum Rumah Bari ke Museum Balaputera Dewa di Jalan Srijaya 1, KM 5.5 Palembang. Museum Rumah Bari yang awalnya dikelola Pemerintah Kota Palembang, untuk kepentingan yang lebih besar dipindahkan ke Museum Provinsi Sumatera Selatan. Namun pemindahan tersebut tidak beserta koleksinya. Koleksi peninggalan Museum Bari-lah yang menjadi cikal-bakal koleksi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, selain koleksi Arca Buddha Siguntang yang terlebih dahulu berada di halaman Museum SMB II.
Adapun secara rinci jumlah koleksi Museum SMB II sampai dengan akhir Oktober 2007 adalah 368 koleksi dengan rincian sebagai berikut:
1. Arkeologika : 9 Unit
2. Etnografika : 146 Unit
3. Biologi : 15 Unit
4. Keramologika : 20 Unit
5. Seni Rupa : 5 Unit
6. Numismatika : 173 Unit
sumber : http://mediabacaan.blogspot.co.id/2013/06/sejarah-gedung-museum-sultan-mahmud.html
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.