Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Museum Daerah Istimewa Yogyakarta Yogyakarta
Museum Sasmitaloka Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman
- 30 Desember 2018

"Anak-anakku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia, siapapun juga" (Panglima Besar Jenderal Sudirman).

Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Karisidenan Banyumas menjadi saksi lahirnya seorang bocah kecil pada hari senin pon tanggal 24 Januari 1916. Tangisnya merupakan tanda awal lahirnya salah satu tokoh besar dalam revolusi Bangsa Indonesia. Ayahnya Karsid Kartawiraji dan Siyem, ibu yang melahirkan sang bocah memberikannya nama Sudirman. Sedangkan ayah angkatnya Raden Cokro Sunaryo menambahkan nama Raden di depan nama Sudirman.

Menjalani pendidikan formal di Taman Siswa, lalu melanjutkan pendidikan di HIK Muhammadiyah Solo. Pada tahun 1934 Raden Sudirman yang juga aktif dalam Organisasi Kepanduan Islam Hizbul Wathon, menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah di Cilacap. Sebagai Kepala Sekolah, beliau bersikap terbuka, mau mendengarkan pendapat orang lain serta selalu siap memberi jalan pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul di kalangan para guru. Selain menjadi Kepala Sekolah, beliau juga menjadi tenaga pengajar di Sekolah Menengah Muhammadiyah Cilacap.

Perjalanan Menjadi Seorang Jenderal

Karir militer Pak Dirman (panggilan akrab Beliau sewaktu bergerilya) diawali ketika mengikuti latihan perwira tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Selesai mengikuti latihan, Pak Dirman diangkat menjadi Daidancho (Komandan Daidan setara Batlyon) di Banyumas.

Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pasukan Jepang dipaksa menyerahkan senjata kepada tentara Indonesia oleh pihak sekutu. Ketidakrelaan Jepang menyerahkan inventaris negara, berubah menjadi baku tembak yang menelan banyak korban dari kedua belah pihak. Tetapi beda halnya dengan Banyumas. Berkat kearifan Pak Dirman (saat itu telah diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel) dalam berunding, tidak ada darah yang tertumpah dalam proses penyerahan senjata. Atas segala jasa dan prestasinya, Pak Dirman yang dinilai teguh hati, lemah lembut tutur katanya, dan bersikap kebapakan dalam mengayomi para bawahan, terpilih menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 12 Nopember 1945, dan dilantik pada tanggal 18 Desember 1945, lewat pelantikan presiden.

Meski saat itu Pak Dirman masih sangat muda, dalam usia 29 tahun beliau sudah mampu menjadi pemimpin yang cepat mengambil keputusan, serta langsung ditindaki dengan tegas. Prestasinya mempersatukan berbagai laskar ke dalam tubuh ketentaraan, pada tanggal 3 juni 1947, pangkat Jenderal tetap diembankan kepada Beliau setelah TKR menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) sebelum akhirnya menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI)

Perjalanan Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk menempati posisi tertinggi APRI pada tanggal 3 Juni 1947 melewati banyak peperangan. Mulai dari perang kemerdekaan melawan Jepang hingga mendesak mundur pasukan Sekutu ke Semarang pada tanggal 15 Desember 1945 dari Ambarawa (Palagan Ambarawa). Setelah menjabat Panglima Besar APRI, Jenderal Sudirman tidak langsung berpangku tangan. Meski dalam keadaan sakit dan harus ditandu oleh bawahannya, Beliau tetap bergerilya melawan Belanda. Mulai dari Agresi Militer I hingga mengatur taktik perang pada Agresi Militer II yang dilakoninya dengan berpindah-pindah. Perjalanan marathon sejauh lebih dari 1000 km selama enam bulan itu akhirnya berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Roem Royen. Panglima Besar ini akhirnya kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Sejarah Kediaman Sang Guru

Rumah yang terletak di Jalan Bintaran Wetan no.3 Yogyakarta, merupakan bekas kediaman Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sekarang menjadi Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sasmitaloka dalam bahasa Jawa berarti tempat untuk mengingat, mengenang. Museum ini merupakan tempat untuk mengenang pengabdian dan pengorbanan dari Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Gedung yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1890 ini memiliki mempunyai sejarah yang sangat panjang. Di awal berdirinya, bangunan bersejarah ini diperuntukkan bagi pejabat keuangan Pura Paku Alam VII, Tuan Winschenk. Pada masa penjajahan Jepang bangunan dikosongkan dan barang-barangnya disita. Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, dipakai sebagai Markas Kompi Tukul dari batalion Suharto. Sejak tanggal 18 Desember 1945 sampai 19 Desember 1948, menjadi kediaman resmi Jenderal Sudirman setelah menjadi Panglima Tertinggi TKR. Selanjutnya saat Agresi Belanda II digunakan oleh Belanda sebagai Markas IVG Brigade T dan setelah kedaulatan Republik Indonesia tanggal 27 Desember 1949, berturut-turut digunakan sebagai kantor Komando Militer Kota Yogyakarta, kemudian dipakai untuk asrama Resimen Infantri XIII dan penderita cacat (invalid). Tanggal 17 Juni 1968 dipakai untuk Museum Pusat Angkatan Darat, sebelum akhirnya diresmikan sebagai Museum Sasmitaloka Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman pada tanggal 30 Agustus 1982.

Menjelajahi Sasmitaloka

Memasuki Museum Sasmitaloka dari pintu utara, pengunjung akan melihat Prasasti Pangsar Jenderal Sudirman. Sementara itu di halaman depan bangunan induk Monumen Pangsar Jenderal Sudirman berdiri dengan gagahnya. Monumen tersebut berupa patung Pak Dirman yang sedang menunggangi kuda dengan tulisan di keempat sisinya. Salah satunya seperti yang tertulis di awal artikel ini. Sementara di sisi utara monumen terdapat satu senjata mesin, dan sebuah meriam di sisi selatannya.

Bangunan induk memiliki tiga pintu di bagian depannya dan sebuah pintu di bagian belakang yang menghubungkan dengan aula. Bangunan induk terdiri dari enam ruangan yang saling berhubungan. Di bagian depan merupakan ruang tamu. Di ruangan yang menjadi tempat Pangsar Jenderal Sudirman menerima tamu-tamu resmi terdapat empat kursi satu meja, masing-masing satu set di bagian utara dan satu set di bagian selatan. Di antara kedua ruang tamu terdapat medali kehormatan yang diberikan kepada Pangsar Jenderal Sudirman. Di belakangnya terdapat ruang santai. Terletak di tengah-tengah gedung induk hanya berfungsi sebagai ruang keluarga namun juga digunakan sebagai ruang tamu keluarga Pangsar Jenderal Sudirman. Di ruangan santai terdapat dua set kursi serta sebuah radio kuno milik Pangsar Jenderal Sudirman. Di sebelah utara ruang santai pengunjung bisa memasuki ruang kerja di bagian barat yang terhubung dengan ruang tidur tamu di bagian timur. Pada ruang kerja terdapat senjata-senjata rampasan perang serta senjata yang biasa digunakan oleh Pangsar Jenderal Sudirman. Di ruangan ini, YogYES sempat berhenti sebentar untuk membaca tulisan Buya Hamka tentang Jenderal Sudirman. Sementara di bagian selatan ruang santai terdapat ruang tidur Pangsar Jenderal Sudirman yang terhubung dengan ruang tidur putra-putri Beliau di bagian barat. Sedangkan ruang aula yang Dipergunakan untuk ruang makan Beliau dan tempat bermain, bercengkerama dengan putra-putri Beliau, terletak di sebelah timur ruang santai. Rumah induk ditata serupa mungkin dengan keadaan ketika Pangsar Jenderal Sudirman dan keluarga menempati rumah tersebut.

Di sayap utara rumah induk terdapat bangunan dengan tiga ruangan. Ruangan terdepan merupakan ruang sekretariat, dipakai sebagai ruangan untuk menyimpan meja kursi yang dipakai Letkol Sudirman sewaktu pengusulan Kolonel Sudirman Komandan Divisi V Purwokerto sebagai Panglima Tertinggi TKR. Ruang sekretariat terhubung dengan ruang Palagan Ambarawa di bagian timur. Di ruangan ini terdapat senjata rampasan dari Jepang yang digunakan untuk melawan sekutu di Palagan Ambarawa, juga senjata Inggris yang direbut pada peperangan tersebut, serta diorama dari perang Palagan Ambarawa. Di ujung timur bangunan terdapat ruang Panti Rapih. Pada ruangan ini terlihat diorama salah Pangsar Jenderal Sudirman ketika dirawat di salah satu ruangan Rumah Sakit Panti Rapih. Juga terdapat alat-alat yang pernah digunakan Pangsar Jenderal Sudirman ketika dirawat.

Setelah melihat-lihat ruang panti rapih, pengunjung bisa melihat ruang sobo dan pacitan, yang terletak di ujung timur bangunan yang terletak di bagian sayap selatan rumah induk. Dalam ruangan ini terdapat alat-alat sederhana yang pernah dipakai Pangsar Jenderal Sudirman selama perang gerilya. Manunggalnya antara rakyat dan TNI diwujudkan dalam keikhlasan rakyat memberikan harta bendanya demi mempertahankan kemerdekaan RI. Berdampingan di sebelah barat ruang ini terdapat ruang diorama perang gerilya. Terdapat tiga diorama yang menggambarkan diawalinya perang gerilya dan situasi betapa sulitnya perjuangan yang harus ditempuh Pangsar Jenderal Sudirman untuk berkoordinasi dengan pasukan yang ada di daerah. Di ruangan ini juga terdapat tandu yang pernah dipakai Pangsar Jenderal Sudirman ketika bergerilya. Di sebelahnya terdapat ruang pakaian. Koleksi pakaian yang pernah dipakai Jenderal Sudirman diantaranya mantel wool yang selalu dipakai waktu melakukan perang gerilya, terdapat di ruangan ini. Di antara ruang diorama dan ruang pakaian terdapat sebuah lorong yang dindingnya berisi beberapa surat yang pernah ditulis oleh Pangsar Jenderal Sudirman. Foto-foto kegiatan Pak Dirman pada waktu sebelum perang gerilya sampai pada saat wafatnya, serta dua stel baju dinas Pak Dirman bisa dilihat di ruang foto dan dokumentasi yang terletak di ujung barat bangunan.

Pahlawan Besar Itu Telah Tiada

17 agustus 1949, proklamasi diperingati di Gedung Agung Yogyakarta, setelah kepulangan Soekarno-Hatta dari pulau Bangka pada tanggal 6 Juli 1949 dan Pangsar Jenderal Sudirman dari perjalanan gerilya Beliau pada tanggal 10 Juli 1949.

Tanggal 27 Desember berdasarkan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia. Sayangnya Pangsar Jenderal Sudirman tidak dapat menyaksikan hasil perjuangannya lebih lanjut. Kuman tuberkulosis yang semakin parah menggerogoti paru-paru Beliau setelah berbulan-bulan keluar masuk hutan, akhirnya mengalahkan Panglima Besar itu. 29 Januari 1950 di Rumah Peristirahatan Tentara Badakan, Magelang, Pangsar Jenderal Sudirman menghembuskan nafas terakhirnya. Jasadnya kini disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

Panglima Besar itu juga seorang manusia biasa. Dia memiliki tempat tinggal dan keluarga yang diayominya. Melalui gambaran visual, museum ini bercerita lebih banyak tentang kehidupan Pangsar Jenderal Sudirman sebagai seorang suami dan ayah, serta pemimpin tertinggi dalam kemiliteran. Seorang Jenderal yang tidak pernah menyerah pada penjajahan, bahkan oleh penyakit yang dideritanya. Bagaikan memasuki lorong waktu, untuk bisa membayangkan lebih dekat bagaimana Pangsar Jenderal Sudirman menjalani hari-harinya sebagai seorang Pemimpin.

Sumber :https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/pilgrimage-sites/sasmitaloka/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Bobor Kangkung
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Tengah

BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Ikan Tongkol Sambal Dabu Dabu Terasi
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Utara

Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Peda bakar sambal dabu-dabu
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Selatan

Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline