Temaram, sejuk, nyaman, seni, indah, visual, sarat informasi, dan kepuasan teknologi. Ini menjadi sederet kesan pertama memasuki desain kepompong Museum Kain milik perancang dan pembuat batik Josephine W Komara atau Obin, di Paviliun Alang-alang Lantai 3, Beachwalk, Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Rabu (20/11) siang, Obin meresmikan museum itu di antara keluarga, kerabat, dan sahabat. Baginya museum ini istimewa. Entah kebetulan, entah sengaja berada di mal yang menggambarkan citra manusia urban. Intinya, Obin tidak menginginkan adanya sekat di antara sejarah dan modernisasi. Kain adalah kain sepanjang masa, di zaman apa pun.
Museum ini berusaha menampilkan selengkap mungkin informasi mengenai kain, khususnya batik. Mulai menginjak anak tangga, pengunjung sudah disambut dengan lukisan kain batik, seperti selendang yang melekat di tangga itu. Selanjutnya, pintu masuk bernuansa kayu-kayu menyambut bersamaan dengan temaram dan kesejukan yang menyeruak. Beberapa lembar kain sutra putih dengan motif berbeda seperti kawung, parang kusuma, seakan mewakili ucapan selamat datang. Teknologi laser memberi aksen warna-warni bergambar selembar kain yang seakan melambai-lambai. Ada beberapa tabung besi perak. Ada beberapa titik lubang di tabung itu dan coba tempelkan telinga ke tabung. Terdengar suara orang membacakan proses pembuatan kain. Saat ini masih berbahasa Inggris. Foto-foto berpigura terpajang rapi di salah satu dinding mengawali perjalanan museum. Penggambaran bagaimana peran kain menjadi identitas manusia dari tahun ke tahun dan dari masa ke masa. Koleksi Semua kain terpajang rapi dengan pencahayaan yang indah agar warna-warna dan gambar pada batik tampak jelas. Setiap beberapa kain memiliki keterangan. Lagi-lagi, pengunjung bisa memperolehnya hanya dengan klik pada layar sentuh yang tersedia di sejumlah meja. Pengunjung bisa mendapati nama kain yang terpajang, misalnya Tiga Negeri dari Semarang, Jawa Tengah. Kain ini menonjolkan tiga warga, merah, biru, dan coklat. Ini penggambaran penyatuan tiga daerah berbeda. Informasinya lengkap mulai dari ukuran kain hingga metode pembuatannya.
Layar tersebut akan memberikan cerita bagaimana dan dari mana Obin mendapatkan kain. Isi museum ini merupakan koleksi Obin dari pembuatan kain, itu sekitar tahun 1900-an. Koleksi Obin tercatat sekitar 600 lembar kain tua dan buatannya sendiri. Hanya saja, museum itu hanya memuat sekitar 70 lembar kain. Rencananya, setiap enam bulan sekali pemajangan kain tersebut diganti. Seluruh kain yang terpajang bebas dinikmati pengunjung, tanpa kaca atau rantai pembatas. ”Ini memang konsep menembus batas karena semuanya tidak perlu ada sekat. Mereka bisa melihat dan mengenal lebih dekat apa itu selembar kain,” ujar Obin. Nuansa kenyamanan juga diwarnai dengan pemajangan sejumlah alat-alat membatik seperti canting-canting dan bahan-bahan pewarna alami. Bahkan, pengunjung bisa mendapatkan visual beragam cara memakai kain mulai klasik sampai modifikasi. Sentuh layarnya, pilih menunya, dan simak caranya. Praktis. Harapannya, manusia memahami bagaimana kain bermakna dan bermanfaat bagi seluruh kehidupan. Menurut Obin, sejarah merupakan bagian yang perlu diketahui dan kain itu mengalir mengikuti perjalanan dari zaman ke zaman tak akan mati. Pembuatan museum ini merupakan impian almarhum suaminya, Ronny Siswandi. Ia bersama putranya, Erlangga Komara, segera mewujudkannya dalam waktu satu tahun ini. Salah satu kain yang terpajang menceritakan pernah dipakai Obin ketika mengandung Erlangga di usia kandungan empat bulan. Yusman Siswandi, arsitek museum tersebut mengatakan, pengunjung dimanjakan dengan segala teknologi. Layar sentuh, pengaturan suhu otomatis yang terjaga sekitar 22 derajat, pencahayaan yang berusaha tak mengubah warna asli kain, dan tentu saja, memaksimalkan penggunaan ramah lingkungan. Minimnya pencahayaan, lanjut Yusman, merupakan bagian dari skenario kepuasan mata para pengunjungnya menikmati kain-kain tersebut. Selain itu, ia juga perlu merawat kain ini agar tak rusak selama dipajang puluhan tahun. Kepompong adalah konsep inspirasi Obin. Karenanya, museum ini berbentuk kepompong. Mengapa kepompong? Karena kepompong tidak mengubah apa-apa dari dirinya mulai berupa ulat hingga menjadi kupu-kupu. ”Kupu-kupu itu bermetamorfosis. Badannya tak berubah, tetapi ia menambah sayap yang indah. Begitu juga kain dan manusia. Proses dan gambarnya bisa saja tak berubah. Tetapi, kami bisa membuatnya menjadi apa saja dengan keindahan. Intinya, bagaimana kain ini bisa bermanfaat bagi manusia,” kata Obin.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Museum Kain Obin Dibuka di Bali", https://lifestyle.kompas.com/read/2013/11/25/1342458/Museum.Kain.Obin.Dibuka.di.Bali.
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.