Museum Gula Jawa Tengah terletak di Gondangwinangun, kecamatan Jogonalan, kabupaten Klaten, yang berbatasan dengan Propinsi Jogjakarta di sebelah barat dan Surakarta di sebelah timur. Bagi kebanyakan orang, museum layaknya seperti tempat rosokan (barang bekas) yang tidak lagi berfungsi dan tidak perlu banyak dilihat. Maka tak heran kalau museum merupakan tempat “wisata” terakhir yang menjadi alternatif terakhir oleh kabanyakan masyarakat. Dan tak mengagetkan juga, kalau museum-museum di Jawa Tengah lebih sepi pengunjung dari pada Mall dan Pantai. Melihat kondisi tersebut, mencoba kembali menghidupkan museum sebagai tempat yang sarat akan ilmu dan sejarah tentang bagaimana melihat masa lalu melalui barang-barang yang ada di museum. Setelah berpetualang di Museum Jawa Tengah Ronggowarsito Semarang dan Museum Kereta Api di Ambarawa, coba menengok sejenak museum lain yang bernama Museum Gula Jawa Tengah Gondangwinangun.
Lebih singkatnya sebut saja dengan Museum Gula. Museum Gula didirikan sudah sejak lama, sejarah mencatat bahwa museum ini dibuat pada sekitar tahun 1982. Keberadaan museum gula tidak banyak yang tau, bisa karena promosi yang kurang banyak atau informasi profil musuem gula dari birokrasi Kabupaten Klaten yang kurang intens. Letak Museum Gula sangat mudah dijangkau, berada di daerah Gondangwinangun Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Lebih mudahnya museum gula ini terlerak di jalan Jogja- Solo bersebelahan dengan Pabrik Gula Gondang Baru (saat ini). Dulu pabrik gula tersebut berdiri sendiri berjuang besama-sama dengan pabrik-pabrik gula yang ada diselatan jawa, seperti pabrik Gula Ceper, Klaten (karena efisisensi digabungkan menjadi satu manajemen dengan Pabrik Gula Godang), Pabrik Gula Colomadu dan Tasikmadu di Karangayar, Pabrik Gula Madukismo yang ada di Jogja.
Pabrik gula yang ada disepanjang Pulau Jawa memang berfungsi sebagai tempat pemrosesan tebu dari perkebunan-perkebunan petani di era cultuur stelsel pemerintah Hindia Belanda. Sebelum jalur kereta diperkenalkan, maka pengangkutan tebu dari perkebunan sistem cultuur stelsel menuju pabrik lebih lama karena mengunakan moda transportasi sederhana yang disebut dengan delman sapi. Ketika pada tahun 1800-an diperkenalkanlah sistem transportasi kereta maka lebih mudah pengangkutan tebu menuju pabrik gula. Di Kabupaten Klaten sendiri, hingga tahun 2000 masih ada sisa rel pengangkut tebu yang tersebar disepanjang daerah. Walaupun kereta mini pengangkut tebu (montit orang jawa menyebutnya) pada akhirnya harus ditinggalkan karena beban biaya tinggi dan digantikan oleh truk yang lebih cepat. Namun montit masih digunakan hingga tahun-tahun terakhir pabrik gula gondang beroperasi. Sekarang masih beroperasi hanya pada musim-musim panen tebu saja.
Kembali ke Museum Gula Jawa Tengah, untuk biaya tiket masuk museum @ satu orang dikenakan Rp. 5.000,- . Letaknya hanya sekitar 10 km ke arah timur dari ujung Candi Prambanan (perbatasan Klaten – Jogja) atau perjalanan 10 menitan. Museum Gula Jawa Tengah terletak di sebelah kiri jalan bersebelahan dengan Pabrik Gula Gondang Baru, Green Park dan Argowisata serta rest area Gondangwinangun. Kalau dari kota Klaten hanya berjarak sekitar 8 km (7 menit perjalanan) ke arah barat. Museum Gula ini mudah ditemukan, jadi tidak usah ragu ketika ingin berpergian ke museum.
Didalam museum dipamerkan peta perkebunan gula yang ada diseluruh Jawa Tengah, termasuk semua pabrik gula yang masih beroperasi maupun tidak beroperasi. Diperkenalkan juga cara menaman tebu serta proses pemanenan di sawah, banyak foto-foto menjadi informasi yang berharga tentang perkebunan gula jaman dulu, keadaaan gedung pabrik ketika masa awal didirikan. Selain itu di museum gula Jawa Tengah juga dipamerkan beberapa alat sederhana yang berfungsi untuk bercocok tanam tebu hingga alat untuk memanen seperti cangkul, sabit, dan lain-lain. Termasuk jenis-jenis tebu yang ada di perkebunan di jawa tengah dari kualitas biasa hingga super. Tak lupa hama seperti macam-macam tikus yang mengganggu tanaman tebu, beberapa jenis tanaman yang menjadi gulma penganggu tanaman juga disajikan di Museum Gula Jawa Tengah.
Ruangan selanjutnya dipamerkan beberapa teknologi mesin sederhana yang berfungsi untuk menakar kualitas gula, menimbang berat tebu. Teknologi pemupukan tanaman tebu sederhana, dan mesin untuk perkebunan dan penyiraman. Teknologi lain yang ada di Museum Gula seperti alat pengukur kekerasan tebu, polarimeter, puteran mini, lampu sorot pabrik gula, timbangan baskul, timbangan gula, dan beberapa teknologi pabrikasi tebu hingga menjadi gula. Dalam ruang lain juga disertakan ruangan operasional kantor petugas pengolahan tebu dari alat perkantoran seperti mesin ketik tempo dulu, kalkulator lama, serta telepon kuno yang dipakai di jaman pemerintahan Hindia Belanda hingga orang-orang yang telah berjasa dalam perkebunan gula terutama pabrik gula. Peralatan ini hampir-hampir mirip dengan alat yang dipamerkan di Museum Kereta Api Ambarawa.
Dibagian luar Museum Gula Gondang Baru Klaten diperkenalkan teknologi sangat sederhana berupa pengilingan tebu dari kayu menggunakan tenaga hewan (sapi). Hal ini sangat unik, mengingat sebelum teknologi mesin giling tebu ada di Jawa ternyata masyarakat sudah memiliki teknologi sederhana pembuatan gula. Lokomotif kereta mini pengangkut tebu (montit) menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung, karena bisa digunakan untuk berfoto sebagai latar belakang. Montit ini tidak menggunakan bahan bakar cair, namun menggunakan bahan bakar kayu, sewaktu kecil pernah melihat montit ini mengangkut tebu dari perkebunan-perkebunan yang ada di Klaten.
Dengan lokomotif kecil menarik gerbong-gerbong terbuka yang berisi tebu-tebu dengan suara deru mesin lokomotif yang sepertinya bersiul layaknya kereta api jaman sekarang dengan asap tebal yang menjulang ke atas. Tak heran jika terlalu lama dibelakang, maka bisa terkena kepulan asap hitam dari cerobong montit. Namun sayang memang tidak diberikan informasi yang jelas tentang jenis lokomotif tersebut termasuk siapa pembuatnya apakah dari NIS (Nederlandsche Indische Spoorweg Maatschappij ) atau SS (Staatsspoorwegen). Di Museum Gula Jateng juga ada teknologi pengilingan tebu yang pada era sekarang dipergunakan, mengunakan mesin-mesin yang sangat besar dan bisa menghasilkan air gula yang banyak dalam waktu singkat. Bercampur jadi satu alat transportasi pengangkutan tebu dari perkebunan hingga pabrik seperti pedati sapi dan kereta api seolah ingin membandingkan tentang teknologi yang dipakai di era kuno dan teknologi jaman modern sekarang.
Bagi Petualang yang belum merasa cukup bisa berjalan-jalan ke tempat menarik di sekitarnya seperti kopi restauran, kolam renang yang ada di agrowisata dan greenpark. Yang manarik adalah wahana naik kereta mini (montit) wisata memutari kawasan pabrik gula Gondang baru hanya dengan biaya sebesar Rp. 7.500,- sekali naik. Pembelian tiket ada di Green Park. Manarik bukan, mengunjungi museum dengan semua pengalaman sejarah kemudian bersantai di gazebo-gazebo rest area lalu berjalan-jalan memutari pabrik gula dengan teknologi jaman dulu (montit).
sumber : https://coretanpetualang.wordpress.com/petualangan-budaya/jelajah-museum/museum-gula-jawa-tengah-menakar-teknologi-perkebunan-gula-di-era-kuno-hingga-modern/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...