Pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berbagai wilayah di Indonesia masih mengalami pergolakan didalam serangan agresi militer Belanda II. Seperti yang terjadi di Kota Palembang pada Desember 1946, Belanda yang melanggar garis demarkasi menyulut sebuah pertempuran. Karena terdesak perlawanan para pejuang nasionalis, mereka kemudian meminta bantuan, yang pada akhirnya membuat tersudut para pejuang nasionalis.
Pada Januari 1947, Belanda makin gencar menghancurkan Kota Palembang dengan cara mengerahkan tank dan artileri. Para penjajah Belanda juga menembaki para pejuang nasionalis dari kapal perang dan boat, menjatuhkan bom dan granat. Pertempuran tersebut terjadi hampir di seluruh wilayah Kota Palembang selama 5 hari 5 malam dan menghancurkan sebagian Kota Palembang ini.
Untuk memperingati peristiwa tersebut, maka para sesepuh pejuang kemerdekaan RI wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang tergabung didalam Legiun Veteran Sumatera Selatan berinisiatif untuk membangun monumen peringatan. Cita-cita tersebut baru terwujud pada tanggal 17 Agustus 1975 dengan dilakukannya upacara peletakan batu pertama pembangunan monumen. Pembangunan monumen ini selesai pada tahun 1988, yang kemudian diresmikan oleh Alamsyah Ratu Prawiranegara (yaitu Menkokesra pada saat itu) dengan nama Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera).
Bentuk Monpera ini menyerupai bunga melati bermahkota 5 (lima). Melati menyimbolkan kesucian hati para pejuang, sedangkan 5 (lima) sisi manggambarkan 5 (lima) wilayah keresidenan yang tergabung dalam Sub Komandemen Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan jalur menuju ke bangunan utama Monpera berjumlah 9 (sembilan), yaitu 3 (tiga) di sisi kiri, 3 (tiga) di sisi kanan, dan 3 (tiga) di sisi bagian belakang. Angka 9 (sembilan) tersebut mengandung makna kebersamaan masyarakat Palembang yang dikenal dengan sebuah istilah "Batang Hari Sembilan". Sementara tinggi dari bangunan Monpera mencapai 17 meter, mempunyai 8 lantai, dan 45 bidang atau jalur. Angka-angka tersebut mewakili tanggal proklamasi dari kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945.
Monpera juga dilengkapi dengan berbagai macam bangunan lain yang ada di sekitarnya, seperti pintu gerbang utama yang dibuat dengan 6 (enam) cagak beton. Angka tersebut melambangkan 6 (enam) daerah perjuangan rakyat Provinsi Sumatera Selatan. Melewati gerbang utama, para pengunjung akan menemukan gading gajah yang terbuat dari coran semen serta pasir. Gading tersebut melambangkan perjuangan rakyat Provinsi Sumatera Selatan bak gajah mati yang meninggalkan gading. Pada gading gajah tersebut tertulis prasasti dan angka tahun diresmikannya Monpera.
Simetris dengan prasasti gading gajah, ada dada yang membusung garuda pancasila yang ada pada dinding bangunan utama dari Monpera. Sementara pada bagian yang lain ada 2 (dua) relief, relief pertama menggambarkan sebuah kondisi masyarakat pada saat pra-kemerdekaan, sedangkan relief yang lain menggambarkan sebuah peristiwa perang 5 hari 5 malam.
Masuk ke dalam bangunan utama Monpera, para pengunjung akan menemukan berbagai macam koleksi sejarah yang berkaitan dengan perjuangan masyarakat Provinsi Sumatera Selatan dalam menghadapi agresi militer Belanda II. Koleksi tersebut diantaranya berupa foto dokumentasi, pakaian yang pernah dipakai para pejuang, senjata, buku, sampai mata uang yang pernah berlaku di NKRI.
Bangunan Monpera yang penuh dengan simbol-simbol merupakan upaya mengingat kembali perjuangan para pahlawan yang sudah gugur demi mempertahankan kemerdekaannya. Sehingga monumen ini tidak hanya menjadi sekadar bangunan sakral yang menggambarkan kejayaan di masa lalu belaka, namun lebih dari itu, monumen dapat menjadi wadah untuk terus menjaga serta melestarikan nilai-nilai luhur perjuangan nasionalisme bangsa Indonesia.
Sumber:
http://www.kamerabudaya.com/2017/01/monpera-tugu-bersejarah-di-kota-palembang-sumatera-selatan.html
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...