Makanan Minuman
Makanan Minuman
Arak Nusa Tenggara Timur Flores
Moke
- 10 Oktober 2017

Moke adalah minuman khas dari pulau Flores yang terbuat dari tanaman siwalan (pohon lontar) dan enau. Minuman ini mempunyai banyak sebutan seperti sopi, dewe, dan moke. Tetapi nama yang paling familiar dan menjadi ciri khas dari Pulau Flores adalah Moke. Moke adalah simbol adat, persaudaraan dan pergaulan bagi masyarakat Flores.

Moke merupakan minuman tradisional yang dibuat dari hasil penyulingan buah dan bunga pohon lontar maupun enau, proses pembuatannya masih tradisional yang diwariskan secara turun temurun dan masih dilakukan sampai sekarang. Pembuatan moke dilakukan di kebun-kebun masyarakat dengan menggunakan wadah-wadah tradisional seperti periuk tanah untuk memasaknya. Pembuatan moke memerlukan keuletan, kesabaran dan keahlian khusus untuk menghasilkan minuman yang berkualitas. Satu botol Moke butuh 5 jam, karena menunggu tetesan demi tetesan dari alat penyulingan yang menggunakan bambu. Moke dengan kualitas terbaik sering disebut masyarakat dengan BM atau bakar menyala. Moke tersebut memiliki khasiat menyehatkan dan tidak memabukkan.

Moke dengan kualitas terbaik biasanya hanya disajikan pada akhir pekan dan acara-acara adat seperti pesta pernikahan sebagai pendamping hidangan utama dan disajikan juga sirih dan pinang yang biasa dikonsumsi para wanita. Walaupun moke merupakan minuman beralkohol, untuk mendapatkannya sangat mudah, diberbagai sudut kota maupun di pelosok desa moke selalu tersedia. Di luar Kupang moke dapat ditemukan di warung pinggir jalan. Harganya antara Rp 15-20 ribu per botol air kemasan sedang. Arak tradisional ini merupakan minuman masyarakat luas di Flores termasuk di kalangan para pejabat daerah. Masyarakat di Flores sering mengonsumsi Moke beramai-ramai atau dalam istilah daerah disebut dengan cara melingkar. Konsumsi moke sering dilakukan bersama dengan aneka camilan atau lepeng dalam bahasa daerah. Moke juga dikonsumsi bersama dengan makanan khas Flores seperti lepeng ikan kuah asam, ikan bakar, sop kambing, pisang bakar/rebus dan sambal lemon atau sambal tomat balik. Perjamuan tersebut sering dilakukan di luar rungan seperti di pinggir pantai, di halaman rumah dan di bawah pepohonan.

Proses pembuatan penyadapan dimulai dengan menampung air bunga tandan dari pohon mike, atau dikenal dengan moke putih. Peralatan yang digunakan adalah pisau atau golok, bambu berbentuk tabung berdiameter 15 cm, panjang 1 meter, dan sabuk pengaman. Pemilihan bunga adalah bagian yang paling menentukan untuk dapat menghasilkan air mike yang bermutu baik dan jumlahnya banyak. Kuncup bunga enau dibuka dengan menggunakan pisau atau golok secara hati-hati. Setelah semua tandan terbuka, lalu tandan dirundukkan dengan menggunakan tali yang diikatkan pada pelepah daun bawah, dan dibiarkan selama 3-4 hari. Penampungan atau penderasan air mike dapat dilakukan dengan mengiris ujung tandan bunga. Setiap kali air diambil, bunga diiris kira-kira 0,5 cm dan air yang keluar ditampung dengan bambu.

Penampungan atau penderasan air mike dapat dilakukan dengan mengiris ujung tandan bunga. Sebelumnya bambu diisi dengan kapur sirih atau daun-daun khusus untuk mencegah air agar tidak menjadi asam. Penampungan air dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yakni pagi dan sore hari. Dua kali sehari mesti memanjat pohon enau dengan tinggi sekitar 19 meter. Umur pohon kira-kira 15 tahun. Setiap pohon mikedapat menghasilkan 8-10 liter. Air mike yang telah dikumpulkan selama kurang lebih satu hari, kemudian diberi bawang merah yang diiris, daun kemangi, dan daun. Sesudah itu, moke sudah siap suguh menjadi minuman. Minuman ini memiliki aroma yang khas, dan rasa asam sedikit bercampur agak pahit saat diminum. Jika pohon tidak menghasilkan banyak buah, ada cara tradisi nenek moyang yang dapat memberikan hasil yang banyak. Persoalan ini diatasi dengan penyadap tidak hanya dengan keahlian teknis namun juga dengan cara upacara pemberian sesaji, seperti sembelih ayam. Sebab, penyadap menyakini bahwa pohon enau memiliki ‘roh’. Setiap peyadap mesti mengetahui akan sisi ‘gaib’ dari pohon ini. Oleh karena itu, pengiris memberikan sesajian. Biasanya, menyuguhkan bahan saji sebelum pekerjaan iris bunga aren. Doa-doa mantra mengiringi sesaji itu. Nenek moyang telah berpesan bahwa pohon enau sebagai bagian dari kehidupan. Pohon ini memberikan berkah untuk saat ini dan masa depan.

Moke putih adalah nira hasil sadapan dari pohon lontar atau pohon enau. Cara pembuatannya adalah dengan memakai bambu berukuran seruas yang kemudian dicuci bersih dan dikeringkan lalu digantungkan pada ujung mayang yang telah dijepit atau dipukul-pukul dan dipotong ujungnya. Dari proses itu, akan muncul cairan bening menetes dari ujung mayang, cairan itu adalah moke putih. Moke putih yang manis dapat dimasak dan dijadikan gula merah. Sedangkan moke putih yang diminum adalah moke yang ditampung dengan wadah bambu yang tidak bersih sehingga terjadi peragian dan rasa minuman ini pahit. Moke putih sejenis ini ada yang dapat langsung diminum, tetapi lebih banyak digunakan untuk dimasak atau disuling dan menghasilkan moke hitam atau arak.

Moke hitam sesungguhnya tidak hitam. Warnanya seperti air putih dan sedikit kuning. Ini adalah hasil sulingan dari moke putih. Moke putih disuling di saung, penyulingan tuak yang dalam bahasa Nagekeo disebut Kuwu tua. Moke hitam sering dihidangkan dalam acara pesta adat. Perlakuan petani akan pohon enau sedikit berbeda dengan pohon alami lain. Pada umumnya, petani membiarkan pohon enau (mike) tumbuh dan berkembang secara alami di kebun lahan kering. Biasanya, mereka tidak memusnahkan saat pembersihan lahan siap tanam. Tanaman yang satu ini tidak ditebang. Hanya membersihkan sekitar pohon sekali dalam musim tanam. Tumbuhan ini dibiarkan hidup. Tidak ada upaya menaburi pupuk. Tiada usaha membudidayakan. Juga tidak ada perlakuan khusus walaupun memberikan banyak manfaat bagi tuan kebun. Binatang Musang menabur biji pohon enau, manusia menuai hasil setelah menjadi besar. Musang memakan buah pohon enau lantas bijinya dibiarkan jatuh ke tanah. Hewan inilah yang mengambil buahnya sebagai salah satu makanan. Buah dibawa pergi ke tempat-tempat yang aman buat makanan. Biji-biji enau dibiarkan jatuh ke tanah. Lama kemudian biji-biji itu tumbuh dan berkembang. Dengan demikian binatang Musang secara tidal sengaja seakan menabur biji enau ke tanah. Ada biji yang ditaburi di ladang atau di hutan belukar dekat kebun petani. Ketika biji itu bertumbuh menjadi besar maka manusia pada umumnya atau petani khususnya memanfaatkan bagian-bagian dari pohon enau. Tangkai buah kemudian diolah sebagai sumber penyadapan air moke putih untuk diminum atau diolah menjadi sopi dan gula. Kini air mokepun dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk fermentasi pembuatan pupuk dan pestisida nabati alami bagi tanaman kakao-coklat dan ijuk untuk membuat sapu atau atap rumah. Lidi dijadikan sapu atau dianyam menjadi piring buat rental saat pesta. Buah enau mengandung rasa gatal dapat dipakai sebagai obat menghalau hama tikus yang menyerang tanaman padi. Petani tradisional sangat menghargai pohon enau. Sebab pengalaman bertani membuktikan sistem akar yang dalam mampu menaikan permukaan tanah hingga menjadi subur. Tanaman ini pun mempunyai fungsi menahan erosi saat tiba banjir pada musim hujan. Oleh karena itu, pohon ini sama sekali tidak boleh diganggu oleh manusia. Usaha dan ancaman merusakan dari pihak-pihak luar selalu diawasi. Sebab ini adalah pengalaman leluhur yang diwariskan bagi anak cucu yang telah teruji dari masa ke masa. Moke Putih sekadar minuman pelipur lara, tidak bisa dan tidak boleh minum hingga mabuk-mabukan. Tidak juga minum sebanyaknya hingga kenyang dan tertidur dan lupa kerja. Orang mabuk dan malas justru dihindari oleh masyarakat Flores.

Upacara tua kalok adalah upacara adat untuk beramai-ramai meminum moke sebagai simbol pernyataan suatu kesepakatan. Upacara biasa dibuka oleh "Tana Puan" (kepala suku) Talibura dan Tanarawa. Dalam upacara itu, berkumpullah 11 orang Tana Puan dan tokoh masyarakat setempat, juga orang muda. Sebotol moke dan gelas disiapkan di meja persis di depan tempat duduk pasangan Paket An-Sar. Tana Puan Talibura dan Tanarawa memimpin ritual doa dan sapaan adat dalam bahasa setempat yang memiliki arti mendalam. Setelah itu, gelas yang terisi moke diminum oleh para Tana Pu'an dan gelas yang masih terisi moke itu diserahkan kepada pasangan Paket An-Sar untuk diminum sampai habis. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk pengukuhan atas kebulatan tekad dan pernyataan dukungan.

Roko Molas Poco merupakan suatu tradisi adat awal pembangunan Mbaru Tembong, rumah adat masyarakat Manggarai Raya, baik yang berdiam di Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, maupun Manggarai Timur. Roko dalam bahasa setempat berarti pikul secara gotong royong. Sementara molas artinya cantik dan poco adalah hutan. Alhasil, kata roko molas poco mengandung arti mengambil atau memikul secara bersama kayu terbaik dari hutan. Pada rangkaian ritus Roko Molas Poco kewajiban para tokoh adat seperti tu’a golo (kepala Kampung), tu’a teno (kepala adat) adalah mengundang semua warga kampung, untuk melakukan lonto leok ( musyawarah bersama warga se- kampung) di rumah adat lama atau pun di natas (halaman kampung). Selanjutnya, anggota masyarakat maupun tokoh-tokoh adat dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok Roko Molas Poco (kelompok yang akan pergi ke hutan untuk mengambil kayu tersebut) dan kelompok curu molas poco (kelompok yang akan menjemput Molas Poco tersebut). Upacara adat Roko Molas Poco ini diawali dengan acara teing hang atau pemberian sesajian di altar sesajian (compang) yang dipimpin oleh tu’a golo. Setelah upacara teing hang (Memberi sesajian kepada arwah nenek moyang) usai upacara, barulah kelompok Roko Molas Poco berangkat ke hutan (puar) dengan membawa manuk (ayam), moke , cola (kapak)), kope (parang), serta alat-alat lain yang dibutuhkan saat upacara tersebut berlangsung. Setiba di hutan, kelompok Roko Molas Poco beserta tu’a golo duduk menghadap pohon yang akan dijadikan sebagai Molas Poco atau Siri Bongkok. Kemudian tu’a golo, menyampaikan permohonan atau kepok atau torok tae (bahasa kiasan Manggarai) kepada arwah-arwah nenek moyang. Setelah torok tae tersebut selesai barulah kayu-kayu dipotong dan Molas Poco tersebut diusung ke kampung oleh kelompok Roko. Sesampainya di dekat kampung (Pa’ang beo) kelompok Roko Molas Poco tersebut dijemput (sundung/curu) oleh kelompok penjemput dengan diiringi tarian-tarian dan dilanjutkan torok atau kepok sundungatau curu. Ritus “Roko Molas Poco” ini dilakukan untuk meneruskan warisan budaya leluhur dan agar rumah adat atau Mbaru Tembong yang akan dibuat tetap kokoh, serta memberikan ketenteraman bagi warga yang mendiami kampung tersebut. Di Flores, Natal identik dengan ledakkan meriam bambu di nyaris semua sudut kota pada malam Natal. Anak muda di Flores biasanya begadang semalaman pada 24 Desember sambil bermain kembang api dan minum moke.

Ritus Teing hang pada akhir tahun baru merupakan bentuk syukuran kepada arwah nenek moyang yang telah meninggal dunia pada tahun yang lama dan memohon berkah di tahun baru. Tahapan acara diawali dengan dilakukan Teing Hang Paneng Cepa(memberikan kapur sirih, sirih, pinang),teing tuak (memberikan Moke), Kebut Wulu Manuk Lalong Bakok (mencabut bulu ayam jantan putih ),Mbele Manuk Bakok ( sembelih Ayam Jantan putih),Toto Urat ( melihat urat usus Ayam jantan yang sudah disembelih dan dibakar). Puncak teing hang ise empo agu ame(memberi makanan kepada nenek moyang dimana sesajian tersebut disimpan persis di tiang utama rumah),dan hang cama (makan bersama keluarga di dalam rumah)dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan awal masyarakat setempat menyambut Nenek Moyang. Sebagaimana kebiasaan dan tradisi masyarakat, tenda kapur sirih, daun sirih dan pinang dihadirkan sebagai makanan penghibur dikala tamu pertama kali hadir di rumah. Tahap pertama, paneng cepa dengan menggunakan bahasa torok tae dilakukan dengan maksud untuk menyapa para hadirin dengan sopan santun dalam mengundang arwah nenek moyang hadir dalam ritus ini. Tahap inung tuak atau meberikan moke menambah rasa persatuan arwah nenek moyang dengan keluarga di dalam rumah. Sementara itu, Kebut Wulu Manuk Lalong mempunyai arti bahwa ayam jantan putih yang sudah disiapakan mempunyai makna warna putih bersih dan suci sebagai generasi penerus mempunyai hati ,pikiran, perkataan dan tindakan yang bersih pada tahun yang baru. Pada tahap ini, warga meminta supaya hati dan pikiran diterangi pada tahun baru melalui perkataan dan tindakan sesuai dengan putih bersih ayam jantan tersebut. Ayam jantan disembelih dan darahnya dibiarkan menetes diatas mangkuk putih agar pemandu bisa melihat darah tersebut. Hal itu mempunyai makna bahwa dengan darah ayam tersebut, semoga keluarga tidak tertimpa bencana pada tahun baru. Dalam tahap berikutnya, ayam dibakar setelah itu dilanjutkan dengan toto urat manuk yang berarti melihat bagian urat usus dua belas jari dari ayam jantan untuk melihat apakah keluarga akan memiliki banyak rejeki di tahun yang baru. Tahapan upacara tersebut sangat tergantung dari kejelihan pemandu atau torok dalam melihat urat kecil warna hitam pada usus yang digunakan untuk menentukan nasib dari para keluarga. Toto urat dilakukan dengan maksud melihat nasib masa depan keluarga yang melakukan ritus ini. Setelah melewati proses Toto Urat, tahapan selanjutnya ayam jantan kembali dibakar hingga matang sehingga sebagian dagingya dapat disajikan bersama nasi dan air minum kepada nenek moyang. Sesajian ini yang diletakan persis di lantai tempat dibangunnya tiang utama dalam rumah. Pemberian sesajian ini kepada nenek moyang dilakukan sebagai rasa syukur dan mohon berkat di tahun yang baru. Sebagai tahap terkahir, bersama keluarga dan undangan yaitu anak wina atau anak perempuan yang sudah nikah dari keluarga dapat memberikan uang wali urat dia. Kegiatan menyumbangkan uang ini untuk mendapat rejeki. Anak wina wajib melakukan ritual ini kalau mau mendapakan rejeki dari nenek moyang melalui nasib hidup yang dapat diperlihatkan melalui urat usus ayam jantan. Usai upacara, keluarga dan undangan yang hadir diundang makan danbersenang-senang dalam rumah untuk menyambut tahun baru. Ritus ini diadakan jelang akhir tahun dan sangat tergantung dari keluarga yang menentukan hari dan tanggalnya. Biasanya warga mengadakan upacara ini pada satu atau dua hari sebelum 1 Januari pada tahun yang baru. Hampir sebagian besar penduduk di Flores Timur menggantungkan ekonomi rumah tangga dari perkebunan dan produksi moke. Anak-anak warga dapat bersekolah hingga bangku perguruan tinggi karena ditopang oleh usaha moke, di lain pihak, pemerintahan Kabupaten Flores Timur mengeluarkan pernyataan yang kontroversial. Pemerintah ingin menutup segala aktifitas produksi moke yang dilakukan warga dengan alasan tingginya konsumsi alkohol telah menciptakan situasi dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif. Pernyataan tersebut ditentang oleh warga karena akan berdampak pada penurunan pendapatan ekonomi rumah tangga. Masyarakat menyatakan bahwa seharusnya pemerintah berterima kasih pada warga karena produksi moke telah membantu anak-anak Flores Timur dapat bersekolah hingga ke perguruan tinggi, lagipula moke juga menjadi salah satu syarat dalam proses ritual adat.

Salah satu kontraversi mengenai minuman ini di pulau flores adalah pemerintah daerah kurang mendukung keberadaan moke sebagai salah satu aset daerah. Pemda justru mengeluarkan peraturan daerah No. 8 Tahun 2011 tentang perizinan, pengawasan, dan pengendalian minuman beralkohol, perda tersebut mendapat penolakan dari masyarakat flores. Masyarakat flores merasa yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah adalah melegalkan moke dengan kadar tertentu, mendukung pelabelan, dan pelatihan kepada para pembuat moke untuk meningkatkan kwalitas. Sebab, moke mereka anggap sudah menjadi ikon Pulau Flores yang sudah dikenal oleh para wisatawan baik lokal maupun manca negara. Mereka menyayangkan bahwa para wisatawan saat meninggalkan Flores dan mencari buah tangan, mereka hanya akan mendapatkan tenun ikat dan sedikit makanan, moke belum bisa masuk dalam daftar untuk dijadikan buah tangan.

 

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Moke

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline