Meu som-som talo adalah sejenis permainan yang dilakukan anak-anak hampir di seluruh wilayah Daerah Istimewa Aceh. Nama permainan ini berdasarkan jenis alat yang dipakai untuk sasaran permainan, yaitu seutas tali yang dalam bahasa Aceh disebut talo. Tali yang dipakai untuk mainan ini dapat dibuat atau terdiri dari apa saja jenisnya, yang penting dapat dijadikan sebagai suatu gulungan kecil dengan diikat kedua ujungnya, sehingga bersambung menjadi suatu gulungan. Bulatan atau gulungan tali kecil ini disembunyikan dalam tanah berpasir yang lokasinya sudah ditentukan untuk bermain, yaitu dengan memberi suatu tanda berupa goresan yang berbentuk lingkaran di atas tanah tempat permainan berlangsung.
Setelah tali disembunyikan oleh salah seorang pemain dalam lingkaran tanah tersebut, kemudian dicari oleh para pemain lainnya dengan mempergunakan sekerat lidi atau sejenis kayu seperti lidi. Karena yang menjadi sasaran pencarian adalah tali yang disembunyikan, maka permainan ini diberi nama Meen Meusom-som talo, artinya dalam bahasa Indonesia permainan sembunyi-sembunyian tali.
Sejarah
Permainan ini selain mengandung unsur keamanan bagi anak-anak yang jauh dari pengawasan orang tuanya juga mengandung unsur siasat, yaitu kelihaian si-anak dalam menerka lokasi atau tempat tali disembunyikan. Jadi, bagi si anak mengandung pula unsur latihan mencerdaskan dalam menebak sesuatu benda yang disembunyikan di tempat-tempat tertentu. Sejak kapan permainan ini terdapat di Daerah Istimewa Aceh, belum mendapatkan data-data yang konkrit.
Waktu Pelaksanaan
Permainan ini dilakukan pada siang hari dan biasanya berlangsung pada waktu senggang, artinya tidak pada waktu/jam sekolah atau waktu ada kegiatan kampung seperti kenduri, kematian, dan sebagainya. Umumnya dilakukan pada waktu menjelang tengah hari (antara jam 11 sampai 12), sambil menunggu orang tuanya pulang dari bekerja, atau pada waktu sore (antara jam 3-4), sementara orang tua mereka beristirahat. Permainan dilakukan di tempat-tempat yang rindang seperti di bawah pohon-pohon besar yang tidak membahayakan sekitar rumah. Atau ada juga yang bermain di bawah rumah (hal ini memungkinkan karena rumah orang Aceh pada umumnya bertiang dan bentuknya tinggi serta berpanggung, sehingga di bawahnya dapat dijadikan untuk tempat beristirahat atau bermain bagi anak-anak). Lokasi atau tempat permainan ini dilangsungkan berada tidak jauh dari rumah. Hal ini mempunyai maksud atau terkandung suatu unsur keamanan bagi anak-anak, agar mereka bermain tidak begitu jauh dari rumah mereka, sementara orang tua mereka sedang bekeja atau beristirahat.
Pemain
Permainan ini khusus untuk anak-anak dan umumnya anak laki-laki. Namun, kadang-kadang terdapat pula peserta anak-anak putri. Jumlah pemain permainan ini sekitar 4 atau 7 orang anak, dan umurnya sekitar 10 sampai 12 tahun. Seperti telah 76 dijelaskan di atas, pemain sebagian besar anak-anak petani dalam arti yang sesungguhnya.
Peralatan atau Perlengkapan Permainan Seperti telah disebutkan di atas, alat utama yang dipakai dalam permainan ini, yaitu seutas tali yang panjangnya tidak lebih sehasta. Tali ini disambung kedua ujungnya, sehingga menjadi sebuah gulungan kecil. Tali ini dapat dibuat dari jenis apa saja, yang penting kuat (tidak mudah putus) dan dapat disambung atau dibuat menjadi suatu gulungan. Selain tali alat lain yang diperlukan, yaitu lidi atau sejenisnya yang ukuran panjangnya kirakira satu jengkal. Setiap pemain harus memiliki 10 lidi dalam ukuran sama. Selanjutnya peralatan lain yang diperlukan ialah tempat/tanah untuk menyembunyikan tali. Ini biasanya dipakai tanah yang berpasir dan kering untuk memudahkan masuknya tali ke dalamnya. Tanah yang digunakan untuk permainan ini beradius sekitar satu meter dan di atasnya dibuat sebuah lingkaran. Dalam lingkaran inilah tali tersebut disembunyikan. Jadi, jika dilihat dari segi peralatan atau perlengkapan permainan yang dipakai sangat sederhana.
Jalannya Permainan
Setelah anak-anak pulang dari sekolah dan tiba di rumah masing-masing, biasanya setelah meletakkan alat-alat sekolah (batu tulis, grip, dan sebagainya), mereka berkumpul kembali. Juga setelah selesai makan siang bersama orang tuanya, biasanya berkumpul kembali. Pada saat berkumpul inilah mereka bermain pelbagai permainan yang mereka senangi sesuai dengan tingkat permainan mereka, salah satu di antaranya ialah permainan Meusom-som talo. Untuk permainan ini mereka mudah mendapatkan/mempersiapkan alat-alatnya (seperti yang telah disebutkan di atas). Setelah tempat main ditentukan (di bawah pohon yang rindang atau di bawah rumah), kemudian dibuat suatu lingkaran pada tanah (beradius 1 meter). Jika setiap peserta telah siap dengan lidi-lidinya dan tali untuk disembunyikan juga telah ada, maka dimulailah permainan ini.
Melalui suatu undian yang dilakukan dengan tangan atau sut, ditentukan siapa yang pertama menyembunyikan tali ke dalam tanah. Dan salah seorang di antara pemain keluar sebagai pemenang undian, berhak untuk menyembunyikan tali, sementara pemain lainnya menghadap ke tempat lain dengan menutup mata untuk memberi kesempatan kepada si pemenang menyembunyikan tali pertama kali ke dalam tanah. Dalam menyembunyikan tali, untuk mengelabui para pemain lain ia membuat onggokan-onggokan tanah atau menggali beberapa tempat seolah-olah di situlah tali disembunyikan.
Selanjutnya setelah selesai tali disembunyikan, secara bergiliran para pemain ini mencari tali tersebut kecuali si penyembunyi. Pencarian ini dilakukan dengan lidi, dan setiap pemain dapat memiliki lidi sepuluh biji. Lidi ini ditancapkan secara bergiliran di tempat-tempat dalam lingkaran yang diperkirakan di situlah tali disembunyikan. Tancapan lidi ini harus tepat berada di tengah-tengah (dalam gulungan) tali. Lidi yang ditancapkan ini kemudian ditarik (tidak dicabut) keluar lingkaran tersebut. Jika lidi tersebut tertancap tepat dalam gulungan tali, dengan sendirinya tali akan ikut tertarik ke luar lingkaran. Dan siapa yang berhasil demikian, maka ia keluar sebagai pemenang. Selanjutnya giliran si pemenang ini yang menyembunyikan tali.
Pada tingkat awal, setiap pemain mencapkan 1 (satu) üdi, kemudian jika tidak ada yang berhasil menemukannya diulangi lagi sampai ke-10 lidi habis. Jika tidak ada yang menemukannya, si penyembunyi keluar sebagai pemenang, dan dia dapat mengulangi menyembunyikan lagi sampai para pemain lainnya dapat menemukannya.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/02/meu-som-som-talo-nad/
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...
Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...
Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati