|
|
|
|
Meu Een Aceue Tanggal 28 Nov 2018 oleh Admin Budaya . |
Meu Een Aceue, nama suatu permainan yang terdapat di Daerah Istimewa Aceh atau khususnya di Kabupaten Aceh Utara. Meu een Aceue terdiri atas dua per ka taan, yaitu meu een berarti bermain (permainan) dan aceue adalah nama yang diberikan untuk permainan tersebut. Meu een aceue sering juga disebut meu een kiroee karena pada umumnya alat-alat permainan banyak menggunakan aneuek kiroee yang berarti buah kemiri. Di samping buah kemiri yang dipakai juga pineueng rueuek, yaitu pinang yang telah cukup tua. Permainan ini biasanya dimainkan anak-anak pada bulan puasa.
Sejarah
Dari mana asal permainan ini sukar untuk diketahui, tetapi menurut informan permainan ini dari Aceh asli. Perlu juga dicatat bahwa hampir di seluruh Daerah Istimewa Aceh permainan ini berkembang walaupun terdapat perbedaan-perbedaan yang tidak prinsipil.
Waktu Pelaksanaan
Permainan ini dilaksanakan pada bulan puasa dan cuaca baik, tetapi tidak pada musim turun ke sawah. Yang dimaksud dengan cuaca baik adalah tidak musim hujan atau hari hujan. Pada bulan puasa biasanya tidak turun ke sawah. Dahulu di Daerah Istimewa Aceh turun ke sawah setahun sekali karena selalu diatur di luar bulan puasa. Bulan puasa bagi orang Aceh adalah bulan ibadat artinya memperbanyak amal. Ada suatu mitos dalam masyarakat “Si thon mita si buleuen pajoh” artinya setahun mencari nafkah dan menyimpan untuk biaya satu bulan puasa. Karena itu, bulan puasa tidak bekerja, tetapi istirahat untuk memelihara puasa.
Pusat kegiatan masyarakat di Daerah Istimewa Aceh adalah Meunasah, lebih-lebih pada bulan puasa berkumpullah orang tua, pemuda, dan juga anak-anak. Mereka masing-masing menghabiskan waktu dengan caranya sendiri-sendiri, seperti bercerita (haba jameuen), meu een cabang (main halma), dan juga meu een aceue. Jadi, permainan ini di samping dimainkan pada waktu bulan puasa juga tempatnya di Meunasah.
Waktu permainan dapat saja pada pagi hari, tengah hari, dan juga sore hari, bergantung bila mereka dapat berkumpul. Lamanya permainan tidak dapat ditentukan, bergantung kepada si pemain serta perlengkapan yang tersedia, yang pasti pada waktu shalat permainan dihentikan. Perlu juga dijelaskan bahwa permainan ini tidak memakai kostum tertentu, mereka hanya memakai pakaian biasa saja.
Pemain
Pada uraian terdahulu telah diberikan gambaran kepada kita bahwa permainan ini merupakan permainan anak-anak berusia sekolah dasar. Namun, kadang-kadang juga dimainkan pemuda dan orang tua. Permainan ini khusus untuk anak lelaki, tidak pernah terjadi percampuran antara lelaki dan wanita.
Peralatan dan perlengkapan permainan ini sangat sederhana. Yaitu aneuk kiraeoe atau kemiri dan pineueng rueuek atau pinang yang sudah cukup tua, tetapi pineung rueuek jarang dipakai dalam permainan ini. Anak kemiri dan pineueng rueuek mudah diperoleh di mana-mana. Di antaranya dipilih yang bagus untuk eumpien. Setelah dipilih, dibentuk atau diasah sehingga enak dipegang dan berbeda dengan anak kemiri lainnya.
Perlengkapan yang lain adalah lapangan yang bersih dan rata serta dalam panas terik matahari. Pada tanah yang bersih dan rata tadi ditariklah satu garis lurus tempat tumpukan kemiri diletakkan. Sejajar dengan garis lurus tersebut, terdapat garis lurus yang lain yang jaraknya diperkirakan tujuh meter sebagai start pelempar eumpien atau teaek bhak.
Jalan Permainan
Meu een aceue merupakan suatu permainan yang dilakukan secara per seorangan. Jarang sekali dimainkan secara beregu. Pesertanya hanya laki-laki, sedangkan anak perempuan berkumpul di suatu tempat pada siang hari. Kesempatan berkumpul hanya pada malam hari di rumah-rumah pengajian, sedangkan meu een aceue tidak dapat dimainkan pada malam hari. Jadi, praktis anak perempuan tidak ikut serta dalam permainan ini. Seperti halnya permainan lain, permainan meu een aceue juga mempunyai peraturan tersendiri, yaitu sebagai berikut:
Tieak bhak artinya lempar eumpien ke arah garis lurus tempat tumpukan kemiri disusun. Eumpien yang terjauh dari tumpukan kemiri dan garis tersebut merupakan yang pertama memukul. Kita misalkan ada empat orang yang bermain tentunya ada empat tumpukan pada garis lurus. Tumpukan tersebut dapat berjumlah lima, delapan, sepuluh, dan sebagainya menurut perjanjian. Kita anggap tumpukan itu bernomor satu, dua, tiga, dan empat. Si pemukul mulai memukul nomor satu atau nomor empat karena harus selalu dipilih tumpukan ujung. Katakanlah pukulan pertama sah, seluruh anggota tumpukan itu menjadi milik si pemukul. Lalu si pemukul meneruskan pukulan berikutnya, juga harus dipilih tumpukan ujung secara berturut-turut pukulannya semua berhasil, maka seluruh tumpukan tadi menjadi milik daripada si pemukul tadi. Permainan diulang mulai dari tieak bhak kembali.
Dapat juga dianggap, pemain bernomor seperti nomor tumpukan kemiri, yaitu nomor satu, dua, tiga, dan empat. Misalkan nomor satu telah melakukan tugasnya, apabila pukulan pertama gagal atau pukulan kedua gagal, atau pukulan ketiga gagal, maka terjadi pergantian pemukul (dari nomor satu ke nomor dua dan seterusnya). Pukulan yang sukses menjadi milik si pemukul. Agar tidak keliru kiranya jumlah tumpukan atau anggota tumpukan tersebut bergantung kepada perjanjian, adakala empat-empat, delapan, duabelas, dan seterusnya.
Andaikata dalam permainan ini bersisa satu tumpukan, artinya nomor satu hanya berhasil satu tumpukan, demikian bagi nomor dua dan nomor tiga, sedangkan nomor empat gagal pukulannya, maka permainan diulang dari tiaek bhak kembali.
Referensi:
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |