Suku Karo adalah nama sebuah suku yang mendiami daerah pegunungan Bukit Barisan Barat Provinsi Sumatera Utara khususnya Kabupaten Karo dan beberapa ekspansi nya seperti Kabupaten Langkat,Deliserdang,Kota Medan,Kota Binjai, Simalungun, dan daerah lainnya dalam jumlah sedikit.
Hingga saat ini, kehidupan masyarakat Karo khususnya di daerah pedesaan masih memegang teguh budaya yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, salah satunya di bidang pakaian atau selanjutnya disebut uis. Orang Karo atau kalak Karo memiliki berbagai jenis pakaian adat dengan berbagai keindahan, fungsi, serta makna tersendiri. Secara tradisional semua jenis kain ini ditenun oleh wanita Karo dengan bahan kembayan (kapas) dan diwarnai dengan pewarna tradisional juga seperti kunyit, dsb.Berikut beberapa diantara uis kalak Karo:
1. Beka Buluh
Uis beka buluh adalah pakaian yang khusus dipakai oleh pria Karo. Beka buluh sendiri mempunyai arti pecah bagaikan bambu. Hal ini menjadi filosofi pria Karo, karena sebuah bambu apabila dipecahkan atau digilas sekalipun akan tetap membentuk pola garis lurus, tidak seperti kayu yang pecah apalagi kaca yang pecah. Hal ini berarti sesulit apapun keadaan yang dialami oleh Pria Karo maka ia harus tetap dapat berpikir lurus tak berkeping-keping apalagi remuk.
Pakaian ini dipakai sebagai cengkok atau hiasan bahu dan juga bulang topi atau penutup kepala khas pria kalak Karo dan juga sebagai bagian atas tudung atau penutup kepala khas wanita Karo.
2. Arinteneng
Uis Arinteneng terbuat dari kapas atau kembayat yang ditenun. Warnanya hitam pekat hasil pencelupan yang disebut ipelabuhken. Pakaian ini digunakan untuk alas pinggan pasu yaitu piring besar kayu yang digunakan sebagai wadah batang unjuken atau emas kawin dan tempat makanan bagi pengantin sewaktu acara mukul (acara makan bersama) pada malam hari setelah selesai pesta perjabun atau pernikahan adat, uis ini juga digunakan sebagai pembalut tiang pada peresmian atau acara adat menget/sumalin jabu atau memasuki rumah baru, dan sebagai alat membayar hutang adat kepada kalimbubu dalam upacara adat erceda ate atau kematian.
3. Kelam-kelam
Sepintas kelam kelam ini sangat mirip dengan arinteneng namun uis ini sangat berbeda bahan dan fungsinya. Warnanya hitam pekat, bahan kainnya lebih tipis dari Uis yang lain dan polos tanpa motif, sepintas seperti kain hitam biasa, hanya saja kain ini lebih keras atau kaku kurang lebih seperti kafan namun berwarna hitam dibanding Uis yang lain. Uis ini biasa dipakai oleh wanita sebagai tudung pada upacara-upacara adat tertentu dan tidak biasa dilakukan, tudung yang bahannya dari uis kelam-kelam ini disebut Tudung Teger Limpek dengan bentuknya yang khas dan unik. Sehingga sampai sekrang masih jarang orang yang bisa membuat tudung jenis teger ini.
4. Gatip
Uis Gatip ini berwarna cokelat kehitam-hitaman dan bermotif bintik-bintik putih di sepanjang tengah kain, tepian kain warnanya lebih pekat dan ujungnya terjalin dan berumbai seperti beka buluh dan uis nipes. Jenis kainnya lebih tebal dari jenis uis lain sehingga sering disebut dengan Uis kapal (kain tebal). Uis ini dipakai sebagai ose (pakaian) laki-laki pada upacara-upacara adat perkawinan, memasuki rumah baru, guro-guro aron atau pesta muda-mudi dengan gendang khas Karo,tudung wanita saat erceda ate dan sebagainya.
5. Jongkit
Bahan Uis ini sama dengan Uis Gatip, hanya saja Uis Jongkit bewarna hitam ditepi dan biu gelap ditengah serta memakai benang emas dengan motif melintang pada bagian tengah kain tersebut, hingga warna dan bentuknya lebih cerah. Penggunaan Uis ini juga sama seperti Uis Gatip, tapi kain ini sekarang lebih disenangi dan banyak dipakai pada upacara-upacara adat khususnya sebagai sampan pria Karo.
6. Jujung-Jujungen
Warna uis ini merah bersulamkan emas dan kedua ujungnya juga berumbai benang emas, kain ini tidak selebar kain yang lainnya, bentuknya hampir sama dengan selendang. Uis ini dulunya dipakai oleh wanita dan biasanya letaknya diatas tudung dengan rumbainya terletak disebelah depan. Pada saat sekarang uis ini jarang digunakan, dan kebanyakan telah digantikan dengan uis Beka buluh dengan sertali emas sebagai ganti umbai-umbai benang emasnya.
7. Uis Nipes jenis Ragi Barat
Kain ini jenisnya lebih tipis dari kain-kain lainnya dan memiliki bermacam-macam motif dan warna (merah, coklat, hijau, ungu dan sebagainya), uis ini biasa digunakan sebagai selendang bagi wanita. Pemakaian uis ini punya aturan, yaitu saat dilipat garis putih disepanjang pinggir uis ini harus terlihat dan bila ikadang atau diselendangkan punya aturan juga, yaitu garis putih mengarah keluar pertanda si pemakai adalah gadis, dan ke dalam bila pemakai adalah ibu-ibu atau mbalu janda.
8. Perembah
Uis ini digunakan untuk menggendong bayi dulunya, namun saat ini fungsinya sudah digantikan oleh kain panjang batik modern.
9. Pementing
Uis ini digunakan pria Karo sebagai benting atau ikat pinggang dan bersarungkan Jongkit atau Uis Julu pada saat pesta-pesta adat.
10. Uis Nipes Benang Iring
Uis ini sama saja dengan uis nipes lainnya, hanya saja pemakaiannya lebih umum disaat acara berduka. aturan pakai juga sama dengan uis nipes biasa.
Inilah beberapa dari sekian banyak uis adat khas Karo yang keberadaanya masih eksis di beberapa daerah, namun juga banyak masyarakat Karo yang sudah tidak memiliki berbagai jenis uis ini bahkan tidak mengenal sama sekali. Namun disisi lain, uis Karo juga mengalami perkembangan seperti munculnya warna dan motif yang lebih beragam dan modern.
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.