Konon Mendu berasal dari Dusun Malakian, suatu dusun kecil yang terletak di Desa Sengkubang, Kecamatan Pontianak Hilir, Kabupaten Pontianak. Kesenian tradisional Mendu dipertunjukkan pertama pertama kali pada tahun 1871 oleh tiga orang pemuda dari Mempawah, yaitu Ali Kapot, Amat Anta dan Achmad. Ali Kapot yang berasal dari Dusun Malakian ini gigih meneruskan bentuk kesenian tradisional ini kepada anak-anaknya.
Bersama Amat Anta dan Achmad, Ali Kapot membawa Mendu hingga ke Brunai dan wilayah Kalimantan Utara. Dahulu, Mendu amat digemari oleh masyarakat banyak dan menjadi bagian penting dari acara pernikahan dan sunatan. Anak-anak muda berlatih keras untuk menguasai Mendu dan berusaha mendapatkan peran sebagai Raja, Pahlawan, ataupun Pendekar.
Mendu merupakan kesenian rakyat sejenis teater tradisional yang berisi lakon-lakon seperti dongeng, legenda, hikayat 1001 malam ataupun cerita lama yang tidak menyinggung kehidupan sehari-hari masyarakat secara langsung. Namun lakon yang paling sering ditampilkan adalah cerita kerajaan, baik kerajaan manusia maupun jin, yang terdapat dalam Hikayat 1001 Malam, seperti Indra Bangsawan, Langlang Buana, Zainal Abidin Raja Kebanyam, dan lain-lain. Dalam lakon-lakon yang dipentaskan tersebut, diselipi pula dengan lelucon atau banyolan yang membuat Mendu benar-benar berfungsi sebagai hiburan rakyat.
Uniknya, lakon cerita yang dipentaskan tidak dituangkan dalam skenario secara utuh. Oleh karena itu, para pemain dituntut memiliki kemampuan improvisasi dan spontanitas yang tinggi. Pementasan Mendu tidak memerlukan panggung/ tempat yang dibangun istimewa, cukuplah mendekorasi Balai Desa, ruang kelas, ataupun halaman kantor Kepala Desa.
Pertunjukan Mendu yang lazimnya meramaikan hajatan perkawinan dan sunatan dilakukan malam hari, sehingga memerlukan (dahulu petromak) yang cukup baik. Untuk menyaksikan pementasan ini, para penonton bisa duduk maupun berdiri mengitari panggung. Para pemain Mendu mulai berakting saat layar yang menutupi pentas dibuka. Secara umum kesenian tradisional ini menampilkan nyanyian diiringi alat musik ketabuhan sederhana, tarian dan gerakan silat.
Salah satu bagian yang khas dalam pertunjukan Mendu adalah berladon, yaitu nyanyian yang berisi pantun-pantun yang disampaikan dari satu pemain ke pemain lain saling berbalasan. Pantun yang dilagukan sambil menari ini menjadi bagian yang menarik, karena kelucuan ataupun sindiran-sindirannya.
Kekuatan Mendu terletak pula dalam dialognya yang selalu disisipi nasihat dan pendidikan akhlak. Jalinan ceritanya menghadirkan nilai-nilai kejahatan dan kebaikan, dengan cerita kebaikan yang selalu menjadi pemenang di akhir cerita. Dengan demikian Mendu berfungsi pula sebagai sarana edukasi, selain fungsi hiburannya.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/2179/mendu-hiburan-rakyat-dari-dusun-malakian
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.