TRADISI MENANGKAP NYALE DI LOMBOK
HARAPAN KESELAMATAN DAN KEBERHASILAN DALAM PANEN
Salah satu tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh penduduk Lombok Selatan setiap tahun adalah "Bau Nyale" (menangkap nyale). Pada hari-hari yang dianggap tepat mereka berbondong-bondong ke tepi pantai selatan untuk menangkap nyale. Dengan demikian penduduk pun seakan-akan tumpah ke pantai selatan yang umumnya berbatu karang indah.
Hari penangkapan nyale biasanya jatuh pada tanggal 19 atau 20 pada bulan ke sepuluh atau ke sebelas menurut perhitungan tahun suku Sasak, menurut tahun Masehi berkisar antara bulan Februari atau Maret setiap tahun. Sejak menangkap nyale dipopulerkan se¬bagai kegiatan rekreasi, penduduk kota seperti Mataram, Praya dan Selong datang berbondong-bondong menyaksikan. Tidak jarang pula mereka ikut bersama-sama menangkap nyale. Tradisi menangkap nyale yang sudah berlangsung ratusan bahkan mungkin ribuan tahun ini berlangsung selama paling kurang dua hari dua malam.
Menurut ahli biologi nyale adalah sejenis binatang laut, termasuk jenis cacing (anelida). Meskipun mempunyai kaki seperti bintik-bintik, tetapi binatang ini tidak dapat dimasukkan dalam golongan binatang beruas (anthropoda). Para ahli biologi menyebut nyale sebagi cacing kelabang. Binatang yang panjangnya 10 -15 cm ini hidup di dalam celah-celah batu karang di bawah permukaan laut. Nyale berkembang biak dengan bertelur. Masa perkelaminan terjadi sekali dalam setahun yaitu pada Februari atau Maret. Pada saat ini¬lah dilakukan kegiatan penangkapan nyale.
Ada beberapa versi dongeng dalam pandangan suku bangsa Sasak yang menghalal¬kan nyale sebagai makanan. Dongengnya cukup menarik karena dijalin dalam suatu cerita yang romantis.
Versi pertama menceritakan seorang putri cantik dan cakap yang menjadi rebutan para pangeran yang sama digjaya dan perkasanya. Untuk keadilan lalu putri jelita tersebut menceburkan diri ke laut selatan dan menjelma menjadi nyale untuk dapat dinikmati bersama oleh para pangeran yang mendambakannya. Versi lain menceritakan bahwa nyale berasal dari sorban Nabi Adam. Konon pada suatu hari ketika Nabi Adam sedang berjalan-jalan di pinggir pantai tiba-tiba sorbannya terlepas dihembus oleh angin dan terlempar ke dalam air laut, lenyap ditelan oleh gelombang. Setelah sorban lapuk satu-persatu benangnya lepas dan berubah menjadi nyale yang kemudian dianggap dapat membawa keselamatan. Sejak itu pula nyale ditangkap sebanyak-banyaknya
Suasana penangkapan nyale seolah-olah merupakan pesta rakyat di dalam upacara adat yang besar. Tua-muda, pria wanita datang berbondong-bondong ke pantai selatan. Ada yang berjalan kaki atau dengan berbagai kendaraan berbagai jenis.
Maksud Penangkapan
Sepintas lalu maksud penangkapan nyale hanyalah untuk sekedar memperoleh binatang tersebut untuk dijadikan makanan. Kalau di¬perhatikan dengan seksama ada hal-hal yang menjadi dasar penangkapan nyale. Mereka ingin memperoleh keselamatan dan kesejahteraan terutama yang berhubungan dengan upacara memohon keberhasilan panen. Padi yang baru selamat ditanam diharapkan akan memperoleh hasil panen yang baik pada tahun tersebut.
Perkiraan panen segera akan tergambar pada warna nyale yang keluar pada saat penangkapan. Menurut kepercayaan penduduk setempat panen akan melimpah apabila nyale yang keluar berwarna lengkap, yaitu putih, hitam, hijau, kuning dan coklat. Warna itu juga menentukan pula banyak sedikitnya hujan yang akan turun ke bumi.
Bagi keluarga yang tidak sempat ikut menangkap nyale dahi dan uluhati dicoreng dengan sambe(ampas sirih yang digunakan sebagai obat), dengan maksud agar tidak ditimpa penyakit karena tidak ikut menangkap nyale. Mereka dapat memperoleh nyale di pasar. Biasanya setiap keluarga akan berusaha mendapatkan uang untuk membeli nyale. Mereka beranggapan bahwa nyale bukan sekedar sebagai makanan tetapi lebih dari itu.
Tiap-tiap keluarga akan mengadakan selamatan dengan memasak nyale sebagai lauk-pauk utama. Bentuk selamatan sangat sederhana, mereka berziarah ke kubur dengan membawa makanan, membakar kemenyan, raup (cuci muka) di atas kubur kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Bagi keluarga yang tidak sempat ke kubur cukup meniatkan diri dari rumah. Maksudnya mohon keselamatan agar senantiasa dilindungi dan dihindarkan dari segala kesulitan.
Dengan demikian fungsi dan peranan sosial penangkapan nyale cukup luas, antara lain penangkapan nyale berfungsi sebagai suatu rekreasi ke pantai setelah bulan-bulan sebelumnya mereka bekerja membanting tulang di sawah. Di pantai mereka bisa berjumpa dan berbincang sambil menunggu nyale ke luar. Bagi muda mudi biasa¬nya di saat senggang sambil menunggu nyale keluar melakukan ber¬bagai kegiatan yang disertai atraksi kesenian termasuk berpantun (bahasa Sasak; bekayaq).
Bagi wisatawan tentu suasana seperti ini sangat menarik. Siapa berminat silahkan datang pada saat yang tepat.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1060/tradisi-menagkap-nyale
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...