×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Tradisi

Provinsi

Nusa Tenggara Barat

Menangkap Nyale

Tanggal 04 Sep 2014 oleh Oase .

TRADISI MENANGKAP NYALE DI LOMBOK 
HARAPAN KESELAMATAN DAN KEBERHASILAN DALAM PANEN

Salah satu tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh penduduk Lombok Selatan setiap tahun adalah "Bau Nyale"  (menangkap nyale). Pada hari-hari yang dianggap tepat mereka berbondong-bondong ke tepi pantai selatan untuk menangkap nyale. Dengan demikian penduduk pun seakan-akan tumpah ke pantai selatan yang umumnya berbatu karang indah.

Hari penangkapan nyale biasanya jatuh pada tanggal 19 atau 20 pada bulan ke sepuluh atau ke sebelas menurut perhitungan tahun suku Sasak, menurut tahun Masehi berkisar antara bulan Februari atau Maret setiap tahun. Sejak menangkap nyale dipopulerkan se¬bagai kegiatan rekreasi, penduduk kota seperti Mataram, Praya dan Selong datang berbondong-bondong menyaksikan. Tidak jarang pula mereka ikut bersama-sama menangkap nyale. Tradisi menangkap nyale yang sudah berlangsung ratusan bahkan mungkin ribuan tahun ini berlangsung selama paling kurang dua hari dua malam.

Menurut ahli biologi nyale adalah sejenis binatang laut, termasuk jenis cacing (anelida). Meskipun mempunyai kaki seperti bintik-bintik, tetapi binatang ini tidak dapat dimasukkan dalam golongan binatang beruas (anthropoda). Para ahli biologi menyebut nyale sebagi cacing kelabang. Binatang yang panjangnya 10 -15 cm ini hidup di dalam celah-celah batu karang di bawah permukaan laut. Nyale berkembang biak dengan bertelur. Masa perkelaminan terjadi sekali dalam setahun yaitu pada Februari atau Maret. Pada saat ini¬lah dilakukan kegiatan penangkapan nyale.

Ada beberapa versi dongeng dalam pandangan suku bangsa Sasak yang menghalal¬kan nyale sebagai makanan. Dongengnya cukup menarik karena dijalin dalam suatu cerita yang romantis.

Versi pertama menceritakan seorang putri cantik dan cakap yang menjadi rebutan para pangeran yang sama digjaya dan perkasanya. Untuk keadilan lalu putri jelita tersebut menceburkan diri ke laut selatan dan menjelma menjadi nyale untuk dapat dinikmati bersama oleh para pangeran yang mendambakannya. Versi lain menceritakan bahwa nyale berasal dari sorban Nabi Adam. Konon pada suatu hari ketika Nabi Adam sedang berjalan-jalan di pinggir pantai tiba-tiba sorbannya terlepas dihembus oleh angin dan terlempar ke dalam air laut, lenyap ditelan oleh gelombang. Setelah sorban lapuk satu-persatu benangnya lepas dan berubah menjadi nyale yang kemudian dianggap dapat membawa keselamatan. Sejak itu pula nyale ditangkap sebanyak-banyaknya

Suasana penangkapan nyale seolah-olah merupakan pesta rakyat di dalam upacara adat yang besar. Tua-muda, pria wanita datang berbondong-bondong ke pantai selatan. Ada yang berjalan kaki atau dengan berbagai kendaraan berbagai jenis.

Maksud Penangkapan 

Sepintas lalu maksud penangkapan nyale hanyalah untuk sekedar memperoleh binatang tersebut untuk dijadikan makanan. Kalau di¬perhatikan dengan seksama ada hal-hal yang menjadi dasar penangkapan nyale. Mereka ingin memperoleh keselamatan dan kesejahteraan terutama yang berhubungan dengan upacara memohon keberhasilan panen. Padi yang baru selamat ditanam diharapkan akan memperoleh hasil panen yang baik pada tahun tersebut.


Perkiraan panen segera akan tergambar pada warna nyale yang keluar pada saat penangkapan. Menurut kepercayaan penduduk setempat panen akan melimpah apabila nyale yang keluar berwarna lengkap, yaitu putih, hitam, hijau, kuning dan coklat. Warna itu juga menentukan pula banyak sedikitnya hujan yang akan turun ke bumi.

Bagi keluarga yang tidak sempat ikut menangkap nyale dahi dan uluhati dicoreng dengan sambe(ampas sirih yang digunakan sebagai obat), dengan maksud agar tidak ditimpa penyakit karena tidak ikut menangkap nyale. Mereka dapat memperoleh nyale di pasar. Biasanya setiap keluarga akan berusaha mendapatkan uang untuk membeli nyale. Mereka beranggapan bahwa nyale bukan sekedar sebagai makanan tetapi lebih dari itu.

Tiap-tiap keluarga akan mengadakan selamatan dengan memasak nyale sebagai lauk-pauk utama. Bentuk selamatan sangat sederhana, mereka berziarah ke kubur dengan membawa makanan, membakar kemenyan, raup (cuci muka) di atas kubur kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Bagi keluarga yang tidak sempat ke kubur cukup meniatkan diri dari rumah. Maksudnya mohon keselamatan agar senantiasa dilindungi dan dihindarkan dari segala kesulitan.

Dengan demikian fungsi dan peranan sosial penangkapan nyale cukup luas, antara lain penangkapan nyale berfungsi sebagai suatu rekreasi ke pantai setelah bulan-bulan sebelumnya mereka bekerja membanting tulang di sawah. Di pantai mereka bisa berjumpa dan berbincang sambil menunggu nyale ke luar. Bagi muda mudi biasa¬nya di saat senggang sambil menunggu nyale keluar melakukan ber¬bagai kegiatan yang disertai atraksi kesenian termasuk berpantun (bahasa Sasak; bekayaq).


Bagi wisatawan tentu suasana seperti ini sangat menarik. Siapa berminat silahkan datang pada saat yang tepat.

 

Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1060/tradisi-menagkap-nyale

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...