Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Timur Lamongan
Mbah Lamong, murid Sunan Giri & sejarah Kadipaten Lamongan
- 10 Juli 2018
Pada zaman Raja Majapahit Raden Wijaya, Lamongan sudah menjadi daerah strategis. Dalam naskah riwayat hari jadi Lamongan, dijelaskan bahwa sudah terdapat jalan purbakala yang menghubungkan pusat kerajaan di Trowulan dengan Kambang Putih (pelabuhan Tuban) yang berada di pesisir utara.

Diduga jalan purbakala tersebut mulai dari Desa Pamotan yang berada di selatan, Garung, Kadungwangi, Sumbersari, Pasarlegi, Ngimbang, Bluluk, Modo, Dradah terus ke utara hingga Gunung Pegat dan berakhir di utara tepatnya di Desa Pucakwangi di Babat. Pada zamannya, jalan purbakala ini ramai dilalui para saudagar, punggawa praja, prajurit hingga rakyat jelata.

Kondisi ini berpengaruh terhadap majunya perkembangan masyarakat di wilayah Lamongan bagian barat ketimbang warga yang hidup di Lamongan bagian timur. Kehidupan teratur masyarakat ini dapat dibuktikan dengan ditemukan banyaknya batu prasasti dan petilasan kuno di sepanjang jalan purbakala ini.

Terbentuknya Lamongan sebagai kabupaten tidak lepas dari santri kesayangan Sunan Giri II bernama Hadi, pemuda asal Desa Cancing, Ngimbang, Lamongan. Karena kecakapan ilmu agama yang dimiliki, Hadi ini lantas dipercaya untuk menyebarkan ajaran Islam ke barat Kasunanan Giri.


Berbeda dengan delapan wali lainnya, Sunan Giri dan Kasunanan Giri memiliki sistem monarki, sehingga putra dan keturunan Giri bisa menggunakan gelar Sunan Giri.

Dengan perbekalan, pengawalan dan seorang pembantu, Hadi berangkat melaksanakan perintah Sunan Dalem menyebarkan ajaran Islam di wilayah Lamongan. Rombongan penyebar agama Islam ini berangkat menyusuri Kali Lamong dengan naik perahu.

Perahu yang dinaiki Hadi akhirnya membawanya di sebuah tempat bernama Dukuh Srampoh, Pamotan, sebuah tempat yang berlokasi tidak jauh dari jalan purbakala Majapahit. Rombongan syiar Islam ini lantas melanjutkan perjalanan darat hingga sampai di Puncakwangi, yang sekarang masuk dalam desa di wilayah Babat.

Karena lokasi tersebut dianggap sesuai dengan pesan Sunan Giri, akhirnya Hadi mengabarkan bahwa dirinya sudah berada di tempat 'kali gunting' atau kali yang bercabang dua. Bertemunya hulu sungai-sungai kecil dari Desa Bluluk dan Modo yang mengalir ke hilir kali besar yang sekarang bernama Bengawan Solo.


Kedatangan Islam di daerah ini diterima cukup baik oleh masyarakat. Perkampungan Islam yang dibangun Hadi lambat laun berkembang cukup pesat. Namun di kemudian hari baru diketahui bahwa lokasi ini bukannya tempat dakwah yang dimaksud Sunan Giri II.

Seiring berkembangnya waktu, perjalanan syiar Islam Hadi berlanjut hingga Sunan Giri III. Karena keberhasilan sebelumnya dalam berdakwah, Hadi mendapat pangkat Rangga yang berarti pejabat.

Keberhasilan dan cara dakwah Rangga Hadi dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah Lamongan, membuatnya dicintai masyarakat. Kemudian warga menyematkan julukan Mbah Lamong lantaran sifat mengasuh dan melayani masyarakat yang benar-benar membekas.

Dalam perkembangannya, wilayah Lamongan menjadi incaran penjajah Portugis yang ingin menguasai pantai utara dan menjajah pulau Jawa. Kemudian Sunan Giri memandang wilayah Lamongan sebagai lokasi strategis namun rawan karena dilalui oleh Bengawan Solo yang mampu dilayari kapal pedagang maupun kapal perang penjajah.


Dengan pertimbangan matang, akhirnya Sunan Giri IV (Sunan Prapen) mengumumkan wilayah kerangga Lamongan ditingkatkan menjadi kadipaten pada tanggal 26 Mei 1569, Rangga Hadi lantas diwisuda menjadi adipati Lamongan pertama yang diberi gelar Tumenggung Surajaya. Rangga Hadi sendiri wafat tahun 1607.

Pusara Rangga Hadi berada di sebelah utara Musala Mbah Lamong yang berada di tengah permukiman penduduk. Terdapat jalan penghubung antara musala dengan makam Rangga Hadi yang berada di bangunan terkunci. Sementara itu di kompleks luarnya juga terdapat sejumlah makam tanpa tulisan di nisan.

Lokasi musala berada di pojok persimpangan antara Gang Kali Lamong dan Gang Kali Wungu, Kelurahan Tumenggungan, Kecamatan Lamongan, Lamongan, Jawa Timur. Menurut penuturan salah satu warga sekitar, Kayah, makam Mbah Lamong hanya akan dibuka di waktu-waktu tertentu, termasuk saat hari jadi Kota Lamongan yang tanggal penetapannya mengacu pada wisuda Rangga Hadi.

"Memang kalau ramai-ramai ya saat hari ulang tahun Lamongan, Bupati sama pejabat-pejabat suka ke sini," terangnya saat berbincang dengan merdeka.com baru-baru ini.

Hal ini juga dibenarkan oleh Chambali, perangkat desa Kelurahan Tumenggungan yang ditemui merdeka.com terpisah. Menurutnya selain di hari ulang tahun Lamongan, makam Mbah Lamong juga akan dibuka saat malam Jumat.

"Biasanya Mbah Mirsad (juru kunci) ikut membantu peziarah mengantarkan doa untuk Mbah Lamong," terang Chambali saat ditemui di kantor kelurahan.

Makam Mbah Lamong ini memang masuk dalam situs sejarah yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Lamongan. Perawatan dilakukan secara berkala dari tahun ke tahun.

"Salah satu (situs yang dirawat) makam Tumenggung Surajaya, bupati Lamongan pertama. Dia disebut Mbah Lamong. Ini di zaman Sunan Giri, santrinya. Dia dari daerah Ngimbang, nyantri di Gresik. Setelah lulus dia menyebarkan ajaran Islam di barat, Lamongan," terang Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Lamongan
 
Sumber: http://wedorobercerita.blogspot.com/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline