Maudu Lompoa bisa diartikan Maulid Akbar. Sebuah perayaan hari kelahiran junjungan Nabi Muhammad SAW, yang dirayakan di setiap 12 Rabiul Awal H. Disebut Maudu Lompoa karena Maulid ini terbesar sebagai puncak dari penyelenggaraan di daerah itu. Maulid akbar biasanya di peringati oleh Warga Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan pada 29 Rabiul Awal Hijriah.
Perahu yang digotong itu bukanlah perahu biasa. Mereka menyebut julung-julung. Sebuah replica perahu kayu khas Sulawesi, yang biasa digunakan nelayan setempat menangkap ikan. Berbeda dengan perahu biasa, perahu ini lebih ‘berwarna’. Perahu ini telah didandani sedemikian rupa dengan beragam macam kelengkapan sehari-hari. Mulai dari baju, celana, kain, hingga lemari plastik, dan seprei. Bahkan sabun, odol dan panci bergelantungan di sepanjang sisi perahu.
Layar yang dibuat berwarna-warni dari berbagai macam kain ini konon perlambang kedatangan ajaran kebenaran Nabi yang dibawa Sayyid Jalaluddin, sang pelopor. Motif kain yang dipilih bisa bermacam-macam sesuai selera pemilik perahu.
Julung-julung atau perahu arakan ini bertiang empat agak tinggi hingga terlihat mirip sebuah panggung. Di bagian belakang perahu ditempeli uang kertas Rp5.000 atau Rp10.000. Julung-julung ini berisi hidangan khas berupa nasi pamatara atau setengah matang. Dilengkapi lauk ayam kampung dan telur warna-warni penuh hiasan bunga kertas dan male atau guntingan kertas minyak menyerupai tubuh manusia.
Uniknya, perahu-perahu ini, sepanjang perayaan maulid, hanya ditambatkan di sepanjang pesisir Sungai Cikoang, yang hanya berjarak 100-an meter dari pesisir pantai. Lokasi itu menjadi tempat berlabuh perahu-perahu nelayan setelah berlayar di lautan lepas.Prosesi arak-arakan julung-julung ini disebut angngantara’ kanre maudu atau mengantar persiapan maulid ke lokasi Maudu Lompoa.
Setelah tiba di lokasi, sebuah ruang terbuka di depan balla lompoa (aula besar) masyarakat adat Karaeng Laikang, rombongan menyebar mengililingi perahu. Tabuh gendang tetap terdengar bertalu-talu. Tidak hanya saling menyiram air dan melempar lumpur, sejumlah pemuda membentuk lingkaran kecil. Mereka memperagakan mappenca’ atau atraksi pencak silat. Dua orang bergantian bertarung adu silat, dan saling berpelukan setelah pertarungan tuntas.
Pencak silat ini membuat suasana makin gaduh.
Tak jauh dari tempat itu, di sebuah aula yang lain, berlangsung proses lain perayaan maulid ini. Yaitu, proses inti dari perayaan ini diebut zikkiri’ bisa diartikan berdzikir, meski berisi pembacaan syair puja-puji kepada Nabi Muhammad SAW. Juga pembacaan Sura’ Rate’, yang menceritakan kelahiran Nabi hingga masa Islam di Cikoang yang dibawa Sayyid Jalaluddin.
Puluhan pemuka agama keturunan Sayyid Cikoang bergantian membacakan zikkiri’ dan Sura’ Rate’ ini, dikelilingi ratusan warga setempat dengan hikmat.
Perayaan Maudu Lompoa di Cikoang sudah sejak ratusan tahun silam. Tepatnya sejak 1621, ketika ulama besar dari Aceh bernama Sayyid Jalaluddin datang ke daerah ini untuk penyebaran agama Islam.
Sayyid keturunan Arab Hadramaut Arab Selatan yang dianggap sebagai keturunan dari Nabi Muhammad SAW ke-27. Di Cikoang, meski sempat pendapat penentangan dari kerajaan setempat, karena dinilai orang asing yang tidak jelas. Setelah mampu menunjukkan kesaktian, dia diterima dengan baik. Dia dinikahkan dengan putri dari bangsawan Kerajaan Gowa bernama I Acara Daeng Tamami, kebetulan berdomisili di Cikoang. Sayyid menjadi cikal bakal keturunannya di Cikoang.
Di mulai zaman Sayyid inilah Maudu Lompa rutin dan terlembagakan dalam ritual kerajaan setempat. Apalagi ketika pengaruh Sayyid, selalu diartikan sebagai “keturunan Nabi” di Cikoang ini makin kuat dari segi pemerintahan dan keagamaan.
Dari zaman Sayyid ini hingga sekarang perayaan Maulid terus dilakukan. Inilah yang membuat Desa dikenal sebagai ‘Kampung Maulid’. Perayaan Maulid ini bukanlah sekedar ritual tahunan. Makna sosial dari perayaan ini adalah keterikatan sosial. Baik antara masyarakat sebagai sebuah komunitas dari garis keturunan sama, yaitu Sayyid dan keterikatan dengan lingkungan sekitar, tempat mereka hidup dan berkembang.
Ada makna konservasi lingkungan di balik perayaan ini. Sebuah tradisi merawat alam, dengan mensyukuri apa yang diberikan Tuhan baik dari laut maupun daratan. Dengan Maulid di pesisir sungai dan pantai ini, bisa dimaknai luas keterkaitan warga sekitar terhadap alam, lautan tempat mencari nafkah.
Apalagi, dalam ritual ini, kondisi muara Sungai Cikoang, sebagai tempat ritual dibersihan terlebih dahulu. Di sepanjang sungai, tak hanya pusat Maulid, juga lomba balap jolloro (perahu) pancing dan tangkap itik yang sengaja dilepas di sungai. Warga pun akan berhamburan turun ke sungai.
Peneguhan ‘laut’ sebagai simbol sumber penghidupan setidaknya terlihat dari kenyataan tak hanya nelayan andil dalam perayaan ini. Sebagian, pedagang, yang berharap dengan mengikuti perayaan itu rezeki akan bertambah.
Sebelum Maulid, berbagai persiapan dilakukan, seperti penyediaan ayam, beras, minyak kelapa, telur, perahu, dan berbagai perlengkapan lain. Proses ini dimulai sebulan sebelum 12 Rabiul Awal, atau sekitar 10 Shafar Hijriah.
Beberapa persiapan dengan mengurung ayam yang akan disembelih agar sehat. Ayam-ayam inilah disembelih oleh anrongguru atau pemuka agama dari keluarga Sayyid.
Beras yang digunakan harus ditumbuk sendiri, bukan dari pabrik. Lesung untuk menumbuk padi dipagari dan tak boleh rapat ke tanah. Tak diperkenankan bagi penumbuk padi menginjak bagian atas lesung.
Proses ini secara hati-hati dan dipastikan tak satu pun padi yang ditumbuk tercecer ke tanah. Ampas padi harus dikumpulkan pada tempat yang tidak mudah kena kotoran dan terjaga hingga selesai zikkiri’ atau pembacaan Sura’ Rate’.
Pada bagian akhir Maulid dilakukan pambageang kanre maudu’ atau pembagian makanan Maulid. Semua makanan dan aksesoris perahu dibagikan kepada setiap orang di tempat itu, dimulai dari para tokoh agama yang membacakan zikkiri dan Sura’ Rate’. Proses ini berlangsung meriah, orang-orang berebutan mengambil telur yang dinilai sebagai berkah.
Setelah semua proses itu, perahu-perahu ini mengarungi sungai dan lautan, menuju rumah mereka masing-masing dengan arak-arakan.
sumber : http://www.mongabay.co.id/2014/02/07/maudu-lompa-tradisi-merawat-alam-dari-cikoang-takalar/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.