|
|
|
|
Marsialapari Tanggal 04 Sep 2014 oleh Oase . |
Tradisi gotong royong telah lama hidup dalam masyarakat Indonesia. Tradisi ini dapat terlihat dari kebiasaan masyarakat kita yang saling membantu dalam melakukan setiap kegiatan, misalnya dalam prosesi pernikahan, kematian, serta menjaga lingkungan dan bercocok tanam. Namun beberapa tahun terakhir, tradisi gotong royong tanpa disadari mulai terkikis keberadaannya, terutama pada masyarakat perkotaan yang cenderung lebih individualis.
Sekarang tradisi gotong royong mulai digalakkan kembali oleh pemerintah, masyarakat pun juga mulai menyadari betapa pentingnya gotong royong yang merupakan budaya tradisi bangsa Indonesia. Salah satu suku yang masih mempertahankan budaya tradisi yang mengandung nilai tolong-menolong adalah masyarakat Mandailing di Sumatera Utara. Dulu Mandailing merupakan daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, kemudian daerah tersebut mengalami pemekaran ke dalam empat kabupaten dan satu kota yang disebut Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel). Kelima daerah tersebut adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Kota Padang Sidempuan, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), dan Kabupaten Padang Lawas.
Masyarakat Mandailing berusaha mempertahankan sikap tolong-menolong yang didalamnya mengandung nilai-nilai luhur yang diteruskan dari generasi ke generasi. Hal ini dapat dilihat pada tradisi pengelolaan lingkungan alam, salah satunya tradisi Marsialapari. Pada tradisi ini ada sikap saling membantu, kerja sama, dan gotong royong dalam mengerjakan sawah. Pekerjaan yang berat pun akan terasa ringan apabila dikerjakan bersama-sama. Marsialapariberasal dari dua suku kata yaitu alap(panggil) dan ari(hari), ditambahkan kata awalan mar yang berarti saling dan sisebagai kata sambung. Keempat suku kata tersebut jika digabungkan menjadi kata marsialapariyang dapat diartikan sebagai saling menjemput hari.
Pada tradisi Marsialapari,masyarakat Mandailing secara sukarela dan gembira saling membantu saudara mereka yang membutuhkan bantuan yang biasanya dilakukan di sawah atau kebun. Jumlah harinya pun juga dihitung berapa hari, misalnya kita pergi ke sawah si A selama 7 hari, maka si A juga akan datang ke sawah kita dengan jumlah hari yang sama.
Marsialaparidilakukan pada prosesi manyabii(memanen padi) ataupun prosesi marsuaneme(menanam padi). Marsuanemedibantu oleh enam hingga sepuluh orang yang berasal dari teman atau sanak saudara, baik muda tua untuk marsialaparike sawah. Kegiatan ini bisa selesai hanya dalam satu hari karena pekerjaan yang banyak dilakukan beberapa orang sehingga lebih cepat selesai. Meskipun marsialaparimerupakan kerja sukarela, tetap ada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki mendapat bagian pekerjaan yang tergolong lebih berat dari perempuan yakni yang berkaitan dengan perbaikan atau penyiapan saluran air, tanggul, atau jalan. Sedangkan perempuan cenderung mengerjakan bagian-bagian yang berkaitan dengan penanaman dan pemanenan.
Puncak kegiatan marsialapariadalah manyabiyang diibaratkan sebuah pesta yang dilakukan di sawah. Panen ini adalah saat yang paling ditunggu-tunggu baik oleh semua kalangan. Rangkaian manyabimerupakan pengalaman penuh kenangan dan sangat membahagiakan karena semua dikerjakan secara bersama-sama.
Tradisi marsialaparisejatinya sangat mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat Mandailing. Hal ini dikarenakan adanya esensi 'kasih sayang' (holong) dan 'persatuan' (domu) yang hidup dan tertanam dalam budaya dan diri masyarakat Mandailing. Kasih sayang dan persatuan ini merupakan implementasi dari adat Dalian Na Toluyang menjelma dalam jejaring tiga dimensi Kahanggi,Mora,dan Anak Boru.Sistem sosial tersebut menggiring masyarakat Mandailing untuk senantiasa memiliki rasa saling membantu dan bekerja sama dalam menyelesaikan suatu persoalan yang menyangkut kehidupan bersama. Pelaksanaan dari prinsip adat banyak dijumpai dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Mandailing yang masih menjalankan aturan adat sebagaimana tradisi turunan leluhur mereka.
Marsialaparimerupakan budaya tradisi luhur masyarakat Mandailing harus senantiasa dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Sebab pada pelaksanaan tradisi tersebut tersirat filosofi gotong royong yang merupakan cerminan masyarakat Indonesia.
Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/2013/12/19/marsialapari-tradisi-gotong-royong-masyarakat-mandailing/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |