Mappogau Sihanua adalah suatu upacara adat terbesar yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Oktober atau November oleh masyarakat pendukung kebudayaan Karampuang. Upacaranya berlangsung dengan sangat meriah, diikuti oleh ribuan orang dan dipusatkan di dalam kawasan adat Karampuang. Upacara Mappogau Sihanua ini berlangsung dalam beberapa tahapan sebagai
berikut :
1) Mabbahang, adalah musyawarah adat yang melibatkan seluruh komponen masyarakat. Inti acara dalam mabbahang adalah Mattanra esso atau menentukan hari pelaksanaan upacara.
2) Mappaota, adalah sebuah ritual permohonan izin atau restu untuk melaksanakan upacara besar ini. Dalam pelaksanaannya, seluruh penghulu adat dibantu oleh masyarakat mengunjungi tempat-tempat suci dengan membawa lempeng-lempeng, sejenis bakul mini yang berisi bahan-bahan sirih. Seluruh bahan-bahan ini dibawa oleh dua orang gadis kecil dalam pakaian adat khas Karampuang.
3) Mabbaja-baja, adalah kewajiban seluruh warga untuk membersihkan pekarangan rumah, menata rumah, membersihkan sekolah, pasar, jalanan, sumur dan yang paling penting adalah lokasi upacara.
4) Menre Bulu. Puncak acara Mappogau Sihanua adalah tiga hari setelah mabbaja-baja. Acara menre bulu atau naik gunung diawali dengan proses yang rumit. Malam hari menjelang pelaksanaannya, seluruh bahan dan alat, serta perangkat dan pelaksana sudah dinyatakan siap, termasuk makanan yang akan disantap oleh para tamu yang akan datang.
Menjelang pagi, seluruh ayam yang merupakan sumbangan warga dipotong, dibersihkan dan dibakar, yang semuanya dilaksanakan oleh kaum pria. Setelah bersih baru diserahkan kepada kaum ibu untuk diolah menjadi bahan makanan. Setelah siap saji, sebagian makanan digunakan sebagai bahan sesajian (ritual) dan sebagian lagi disajikan sebagai konsumsi peserta upacara. Sambil menyiapkan makanan, Sanro (dukun) beserta pembantu-pembantunya melaksanakan ritual mattuli yakni pemberian berkah dan menyambut kehadiran sang padi yang telah dipanen kaum petani.
5) Massulo beppa artinya menerangi kue. Pada acara ini, kue-kue yang disiapkkan oleh warga dan dibawa dari rumahnya masing-masing, ditempatkan ke dalam suatu wadah khusus yang disebut halaja yang terbuat dari hompong atau pucuk enau. Kue-kue tersebut dihidangkan dan diterangi dengan pelita yang terbuat dari bahan kemiri, yang dicampur dengan kapas dan dililitkan pada kayu atau belahan bamboo yang panjangnya sekitar 25 cm.
6) Mabbali sumange. Pelaksana dalam acara mabbali sumange adalah Sanro. Menjelang pagi seluruh anak-anak, bahkan kadang-kadang orang tua pun di-bacce (sebuah proses pengukuhan) bertempat di abbacereng dekat sumur adat. Seluruh anak-anak tersebut diberkatioleh Sanro, dengan jalan memberikan tanda di dahinya dengan kunyit basah bercampur dengan kapur putih, dengan harapan apabila sang anak terkena penyakit, maka penyakitnya akan cepat sembuh. Acara mabbacce ini juga sebagai simbol peresmian menjadi anggota komuniti adat Karampuang. Setelah acara mabacce selesai, maka seluruh komuniti adat Karampuang menyiapkan ramuan-ramuan obat dari dedaunan yang terdiri dari 40 jenis daun, kemudian diiris tipis-tipis oleh kaum muda-mudi. Daun-daun yang sudah diiris tadi dipercikkan kepada orang-orang yang yang sedang berkumpul di halaman rumah
adat Karampuang, dengan diiringi ritual khusus dari Sanro disertai iringan musik tradisional yang meriah.
Sumber : Buku Penetapan WBTB 2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja