|
|
|
|
Mappalili Tanggal 06 Aug 2015 oleh And_djaya . |
Mappalili adalah sebuah acara adat yang di lakukan di beberapa kecamatan atau akkarungeng di Kabupaten Pangkep sebagai ritual sebelum para petani turun kesawah untuk menanam padi. Mappalili berasal dari kata palili yang mengandung makna menjaga tanaman padi dari sesuatu yang akan mengganggu atau menghancurkannya (hama ataupun bencana besar). Jadi secara etimologi sudah sangat jelas bahwa mappalili adalah sebuah ritual adat yang merupakan wujud pengharapan, doa dari para petani kepada dewata agar padi (ase) yang di tanam dapat tumbuh dengan baik agar menghasilkan panen yang melimpah. Mappalili dipimpin oleh kaum pendeta bugis (Bissu) yang merupakan pemuka adat dan pemimpin upacara dalam segala macam kebiasaan atturiolong.
Mappalili memiliki beberapa perbedaan di tiap akkarungeng di Pangkep. Hal ini di karenakan perbedaan arajang (benda pusaka) dan kebiasaan di setiap akkarungeng. Di akkarungeng segeri, mappalili diawali dengan ritual matteddu arajang (membangunkan benda pusaka), yang berupa sebuah alat bajak yang konon di temukan lewat mimpi. Bajak tersebut turun dari langit dan ditemukan di gunung lateangoro. Hebatnya, alat bajak ini tersusun dari kayu dan tidak memiliki sambungan. Ritual matteddu arajang diiringi dengan tabuhan gendang adat dan pembacaan mantra “Teddu’ka denra maningo. Gonjengnga’ denra mallettung. Mallettungnge ri Ale Luwu. Maningo ri Watang Mpare”.
Selanjutnya, akan laksanakan ritual pembersihan arajang lalu dibungkus kembali menggunakan kain putih dan diteruskan dengan ritual mattunu pelleng dan mallise walasuji. Gendang adat akan dimainkan semalaman sambil mengiringi prosesi mappamula tudang puang matoa marellau pammase dewata dalam ritual mattangga benni yang dipimpin oleh Puang Matoa Bissu. Setelah ritual ini akan dilaksanakan prosesi maggiri oleh para bissu dimana, mereka akan menusukkan keris ke anggota badan mereka sambil menari dan melantunkan mantra dalam bahasa bugis kuno.
Pada hari pelaksanaan palili, arajang akan diarak keliling kampung dan menuju ketengah galung (sawah) khusus kerajaan (Akarungeng) lalu di sentuhkan ke tanah. Pada saat itu juga dilaksanakan ritual macera’atau menyembelih ayam sebagai sebuah persembahan. Hal inilah yang menjadi aba-aba agar para petani mulai turun kesawah. Dalam perjalan pulang, rombongan arak-arakan akan menyiramkan air kepala setiap orang yang dilalui. Hal ini dinamakan prosesi makecce-kecce. Prosesi ini merupakan pengharapan agar hujan turun dengan lebat untuk memenuhi kebutuhan air para petani selama proses bertani.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |