Di sana, mereka berdiri di sekitaran patok dari batang pohon yang pada bagian ujungnya dilingkari daun kelapa kering. Salah seorang di antara tetua adat mengatakan, mereka masih menantikan satu patok lagi sebelum memanjatkan doa.
Sejak beberapa bulan lalu, mereka telah menancapkan dua patok di lokasi terpisah. Sebelum kedua patok dipertemukan, tak ada seorangpun yang boleh melintasi wilayah terlarang, yang sebelumnya sudah ditetapkan dan disepakati bersama.
Dua patok kayu itu adalah pertanda eha. Dalam tradisi masyarakat di kepulauan Talaud, eha dikenal sebagai hukum penghentian sementara aktivitas di laut maupun di darat. Di sekitar lokasi patok, masyarakat dilarang menangkap ikan, melintasi maupun beraktifitas di pesisir pantai.
Kabarnya, sejak bulan Januari, patok eha telah ditancapkan. Tak seorangpun berani beraktifitas di sana. Jika ketahuan, pelanggar hukum adat akan dikenai denda maupun sanksi menabuh gendang sambil berkeliling kampung, sebagai wujud penyesalan.
Tak lama kemudian, datang seorang yang ditugaskan mengambil patok eha dari lokasi lain. Setelah kedua patok dipertemukan, tetua adat Miangas berkumpul dan membacakan doa dalam bahasa lokal.
Sehabis pembacaan doa, Phit Hein Essing, Ratumbanua Miangas menceritakan, eha merupakan tahapan dari tradisi menangkap ikan yang dikenal dengan sebutan manam’mi. Kata dia, dahulu kala sebelum ada manam’mi, karena jumlah penduduk Miangas terbilang sedikit, pencarian ikan hanya dilakukan orang per orang atau yang disebut malenta. Tapi ternyata jumlah ikan yang didapat tak seberapa.
Setelah jumlah penduduk bertambah banyak, mereka mulai bersekutu untuk mencari ikan bersama. Manam’mi itu artinya menangkap ikan.
Sekitar 300 meter ke arah barat dari patok eha yang sudah dipertemukan, sejumlah warga berkumpul. Di sana, terdapat tali tambang yang telah dililit menggunakan daun kelapa muda. Warga sekitar menyebutnya sami.
Salah seorang warga mengatakan, panjang sami diperkirakan mencapai 500 meter. Konsekuensinya, ratusan warga harus ikut menariknya. Tua maupun muda.
Miangas adalah pulau yang berbatasan langsung dengan Filipina dan berstatus kecamatan khusus di kabupaten kepulauan Talaud. Hanya terdapat 1 desa di pulau tersebut. Umumnya, penduduk lokal berprofesi sebagai nelayan dan berkebun.
Waktu tempuh ke Miangas sekitar 8 jam, jika menggunakan kapal cepat dari Melonguane, ibukota kabupaten kepulauan Talaud. Sementara, dari Manado, ibukota provinsi Sulawesi Utara, waktu tempuh sekitar 24 jam. Di sisi lain, Filipina terlihat kebiru-biruan dari pulau tersebut. Dengan demikian, warga setempat lebih dekat dan cepat mendatangi Filipina ketimbang Melonguane maupun Manado.
Beberapa saat kemudian, ratusan warga sudah terlihat membentangkan sami hingga ke tengah lautan, nyaris membentuk setengah lingkaran, lalu bersama-sama membawanya ke arah timur. Sementara itu, di pantai bagian timur, rekan-rekan mereka juga membawa tali sejenis, namun menuju arah barat.
Upaya mempertemukan sami juga merupakan sebuah cara mengepung dan menggiring ikan ke lokasi Manam’mi. Terlihat cukup menguras energi. Bukan hanya melawan dingin, pembawa tali harus kuat diterjang gelombang. Sebagai penambah tenaga, di tengah laut, mereka berteriak-teriak sambil bercanda. Para tamu hanya bisa menyaksikan dari lokasi yang telah disediakan. Sebab, sebelum kedua sami dipertemukan, tak ada yang boleh menangkap ikan.
Jarak antara penarik sami di bagian timur dengan barat sekitar 1 kilometer. Rencananya, kedua sami akan dipertemukan di sebuah titik yang akan menjadi lokasi penangkapan ikan secara bersama-sama. Jadi, para penarik sami dari kedua penjuru harus menempuh sekitar 500 meter agar tiba di lokasi Manam’mi.
telah menghabiskan waktu lebih dari 1 jam, akhirnya sami berhasil dipertemukan. Para penarik sami mulai membentuk lingkaran untuk menghalangi ikan agar tidak meninggalkan lokasi Manam’mi. Meski demikian, belum ada seorangpun yang diperbolehkan menangkap ikan. Peserta Manam’mi harus menunggu air surut.
Manam’mi maupun Mane’e merupakan pengejawantahan prinsip hidup orang Talaud, yaitu menjunjung tinggi kebersamaan. Teguh dalam kebersamaan. Berat sama-sama dipikul, ringan sama-sama dijinjing,
anam’mi memiliki sejumlah tahapan agar usaha masyarakat secara bersama dalam mencari ikan bisa diperoleh. Tahapan itu terdiri dari, pertama, musyawarah dan mufakat untuk melakukan kegiatan bersama. Kedua, tahap menyamakan tindakan. Ketiga, memanjatkan doa sebelum memulai pekerjaan. Sesudah itu, mereka menuju tempat pencabutan eha. Kegiatan selanjutnya penarikan sami. Kemudian penangkapan ikan. Terakhir, syukur dengan mengadakan makan bersama.
sumber : http://www.mongabay.co.id/2016/05/29/semaraknya-menangkap-ikan-secara-tradisional-di-pulau-miangas-seperti-apa/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.