Di kampung Bamot tinggallah dua orang laki-laki bersaudara, Maaruma dan Wangan Nei. Setiap hari mereka berburu binatang menggunakan anjing pemburu. Pada suatu malam, Maaruma dan Wangan Nei duduk di bawah serumpun pohon pisang. Mereka membicarakan tempat perburuan untuk besok pagi. Setelah tempat berburu itu disepakati, mereka pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat.
Kedua bersaudara itu tidur dengan pulasnya di rumah masing-masing. Setan yang mendengar pembicaraan Maaruma dan Wangan Nei datang ke rumah Maaruma. Ia hendak menipu Maaruma. Setan itu mengubah dirinya menyerupai Wangan Nei. Ketika sampai di halaman rumah Maaruma, ia memanggil-manggil Maaruma.
"Kakak Maaruma, bangunlah, hari mulai pagi. Mari kita segera berangkat berburu," kata setan yang menyemar sebagai Wangan Nei. Maaruma terbangun. Ia sangat terkejut dan heran. "Rasa-rasanya aku baru saja tidur, tetapi mengapa sekarang adikku telah datang membangunkanku," kata Maaruma. Dengan suara berat Maaruma menjawab, "Adikku Wangan Nei, mengapa tengah malam begini kau bangunkan aku?"
"Kakak Maaruma cepatlah keluar, hari hampir siang. Kalau kesiangan, kita tidak akan mendapat binatang buruan," kata Wangan Nei palsu. Wangan Nei palsu terus berusaha meyakinkan Maaruma hingga akhirnya dia percaya kepada Wangan Nei palsu.
Kemudian, istri Maaruma membantu suaminya mengumpulkan perlengkapan berburu, seperti tombak, parang kayu, pemukul kayu, dan beberapa anjing pemburu. Maaruma keluar rumah menemui Wangan Nei palsu. Ia heran karena adiknya tidak membawa seekor pun anjing pemburu. Wangan Nei palsu cepat-cepat berkata, "Bukankah Kakak telah banyak membawa anjing pemburu? Kebanyakan anjing pemburu hanya akan merepotkan kita saja."
Maaruma mulai curiga kepada adiknya, tetapi ia diam saja. Setelah semua perlengkapan berburu dinaikkan ke atas perahu, mereka pun segera berangkat. Perahu meluncur ke hulu sungai, ke tempat perburuan yang terletak diantara rawa-rawa. Maaruma merasa heran karena anjing-anjingnya tidak mau mendekati adiknya.
"Benarkah dia adikku?" tanya Maaruma dalam hati. Maaruma dan adik palsunya itu kemudian bercapa-cakap seperti tidak terjadi apa-apa. Mereka merundingkan siasat perburuan. Setelah memasuki daerah perburuan, mereka beristirahat. Maaruma semakin curiga kepada adik palsunya karena pagi tidak kunjung datang. Setelah matahari terbit, mereka membagi tugas. Wangan Nei bertugas membuat bifak (pondok) ditepi sungai dan Maaruma berburu dengan anjing-anjingnya.
Setelah Maaruma pergi, si setan membuat sebuah bifak besar dan bagus. Ketika Maaruma berhasil menombak seekor kanguru, Wangan Nei telah sampai situ. Maaruma semakin curiga. "Rasanya baru saja Wangan Nei membuat bifak, tetapi mengapa sekarang dia telah sampai di sini. Barangkali dia bukan adikku," pikir Maaruma.
Maaruma semakin yakin bahwa teman berburunya itu bukan adiknya."Aku tidak percaya dia adikku, Wangan Nei, karena dia selalu datang begitu aku menombak seekor binatang," pikir Maruma dalam hati.
Setelah berhasil membunuh sepuluh ekor binatang, mereka kembali ke bifak. Maaruma berjalan melalui darat. Wangan Nei palsu bertugas mengangkat hasil buruan itu dengan perahu. Selain itu, ia juga diberi tugas membuat para-para untuk mengasapi daging.
Kecurigaan Maaruma bertambah ketika ia sampai di bifak. Ternyata, Wangan Nei telah selesai membuat para-para. Maaruma tetap tenang agar si setan tidak menaruh curiga kepadanya.
Kemudian, Maaruma menyembelih hasil buruannya untuk diasap. Sementara si setan memasak. Maaruma meletakkan daging-daging itu diatas para-para. Setelah itu, mereka makan malam, Maaruma duduk diujung para-para yang satu dan si setan duduk diujung para-para yang lain. Maaruma terus memperhatikan si setan.
"Sialan, aku telah ditipu setan. Dia makan dengan lahapnya. Kanguru satu ekor dimakannya habis dengan tulang-tulannya ,"gerutu Maaruma.
Setelah malam tiba, Maaruma menyuruh adik palsunya untuk mengasap daging buruan itu. Wangan Nei palsu sangat senang mendapat tugas itu. Setelah Maaruma tidur pulas dengan dikelilingi anjingnya, Wangan Nei palsu pun melahap daging-daging yang sedang diasap. Untunglah sebelum tidur Maaruma telah membagi hasil buruannya itu menjadi dua bagian. Selesai melahap daging itu. Wangan Nei palsu pun bermain-main di ujung pepohonan sekitar bifak.
Tengah malam Maaruma terbangun. Ia heran karena "adiknya" tidak ada di tempat dan daging bagiannya telah habis. Maaruma keluar dari bifak. Ia terkejut melihat lidah-lidah api di ujung pepohonan.
"Benar, aku telah ditipu setan yang menyamar sebagai adikku," desah Maaruma. Maaruma segera berkemas meninggalkan tempat itu karena takut akan bahaya yang mengancam. Setelah semua daging dan anjingnya dibawa ke dalam perahu. Maaruma segera mendayung perahu menuju kampungnya.
"Aduh, aku salah membawa dayung milik setan itu," kata Maaruma dalam hati. Si setan kembali ke bifak. Akan tetapi, ia tidak menemukan Maaruma kerena Maaruma telah pergi. Kemudian, ia mengejar dan berteriak memanggil Maaruma, Maaruma tidak menghiraukan panggilan itu.
Setelah sampai di Yogawa, Maaruma memanggil istrinya. Ia takut setan itu dapat mencapai perahunya dan membunuhnya. Istrinya cepat membuka pintu dan segera berlari membantu suaminya membongkar muatan. Mereka segera masuk rumah dan naik ke loteng. Si setan tidak melihat dayungnya yang tenggelam di rawa-rawa. Dia terus menggedor pintu rumah Maaruma, tetapi segera menghilang karena matahari terbit.
Berita tentang setan itu cepat menyebar ke seluruh kampung. Maaruma masih takut pada ancaman setan sehingga selama beberapa bulan ia tidak keluar rumah. Pada suatu hari, ketika Maaruma sedang berendam di dalam rawa, si setan datang dan meminta dayungnya yang dibawa Maaruma. Maaruma menyerahkan dayung milik setan itu. Setelah itu, si setan lenyap. Maaruma merasa aman. Ia mulai berburu dan berladang seperti dahulu.
Kesimpulan :
Dongeng ini mengisahkan Maaruma yang diperdaya setan. Berkat keberanian dan kesabarannya, akhirnya ia tahu bahwa ia diperdaya setan dan ia dapat mengalahkan setan itu. Hikmah yang dapat kita ambil dari dongeng ini adalah orang yang berani dan sabar akan dapat mengalahkan orang yang memperdaya dirinya.
Sumber : Cerita Rakyat Dari Irian Jaya oleh Muhammad Jaruki dan Mardiyanto
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja