Kali ini penulis ingin membahas mengenai Mandau khususnya Mandau DAS Kahayan, sebab setiap aliran sungai memiliki gaya dan filosofi yang berbeda-beda. Setiap bentuk ukiran, anyaman, jenis kayu, ukuran bilah, jenis bilah semua memiliki makna khusus dan tidak sembarangan dibuat. Mandau itu dibuat khusus buat sang pemilik. Analoginya sama seperti kita membuat baju, jika tidak kita buat sesuai ukuran kita maka baju itu bisa saja terlalu besar atau terlalu sempit buat kita. Demikian juga Mandau, jika Mandau itu dibuat tidak sesuai ukuran kita maka bisa saja Mandau ini menjadi senjata makan tuan.
Penulis mengoleksi banyak senjata dan Mandau dari beberap daerah, ada salah satu Mandau dari Serawak yang penulis koleksi. Sebelumnya penulis tidak tahu menahu tentang ukuran Mandau, namun setiap kali Mandau ini penulis bawa atau bersihkan selalu melukai penulis, setelah penulis faham mengenai ukuran Mandau dan mengukur Mandau ini memang jatuhnya buat penulis adalah “Senjata Makan Tuan”, namun belum tentu buat orang lain. Perlu diketahui, satu-satunya yang menjadi milik kita di bagian Mandau adalah bagian gagangnya, sisanya adalah bagian musuh – jika tidak sesuai dengan kita maka senjata ini bukan melindungi sang pemakai tetapi akan melukai sang pemakai itu sendiri. Namun penulis tidak akan mencantumkan jenis perhitungan Mandau disini – sebab pengetahuan ini tergolong rahasia atau masuk ranah kaji.
Tidak semua pembuat Mandau itu tahu ukuran dan filosofi pembuatan Mandau, setiap ukiran itu memiliki makna dan doanya. Bahkan ketika sang pembuat Mandau mengukir dan menempa Mandau ia akan mengucapkan doa tertentu bagi sang pemilik supaya Mandau ini bukan menjadi senjata yang panas. Dan Ia akan mencari hari yang tepat untuk menempa Mandau ini – prosesnya sama dengan pembuatan Keris pada budaya Jawa. Itulah dalam menempa Mandau yang asli akan memakan waktu yang cukup lama. Selama proses menempa ia juga akan memanggil “hambaruan” atau “semangat” sang pemesan Mandau, sehingga sang penempa Mandau hanyalah perantara saja.
Ketika kita mendatangi pembuat Mandau yang asli, kita akan menyerahkan duit pangaras, biasanya berbentuk logam. Maka sang Panasal / Penempa Mandau ini ketika membuatkan Mandau akan mengikatkan uang itu dilengannya sebagai syarat supaya tidak menjadi tulah buat sang pembuat. Kemudian ia akan mengumpulkan beberapa jenis baja dan kita harus mengukur dengan lengan kita, baja manakah yang akan cocok dengan kita karena tidak semua jenis baja akan cocok dengan sang pemilik nantinya. Ketika ia sudah menemukan jenis baja yang tepat, proses selanjutnya adalah mencari jenis tanduk yang pas untuk membuat gagang Mandau. Tidak semua tanduk bisa dipakai untuk membuat gagang Mandau yang bagus – itulah harga pembuatan Mandau cukup mahal karena saat ini sukar mencari tanduk rusa yang memiliki kualitas yang bagus.
Tugas pemesan Mandau adalah mencari duit kapit berupa uang logam belanda 1/10 cent dua buah dan ¼ cent satu buah selain itu tidak bisa menjadi duit kapit, kemudian buntut kuda untuk ditaruhkan pada gagang Mandau. Hanya Mandau yang pernah memakan korbanlah yang boleh menggunakan rambut manusia, itupun rambut yang menjadi korbannya. Pada masa lalu rambut yang digunakan bisa buntut kuda atau rambut orang utan. Lalu bebarapa syarat khusus untuk ditaruhkan didalam gagang Mandau yang penulis tidak dapat tuliskan disini.
Untuk sarung Mandau, bisa menggunakan jenis kayu tabalien atau ronggang, kadang dalam membuat sarung Mandau bisa digunakan dua jenis kayu yang berbeda, namun tidak mesti, seperti yang dialami penulis, Mandau yang aku pesan tidak mau dibuatkan dari dua jenis kayu yang berbeda. Setiap kali dibuat kayu ini rusak atau pecah. Di sarung ini juga diberikan ukiran, dan tentunya tidak sembarangan ukiran – yang umum di dalam DAS Kahayan adalah ukiran Tambun. Tambun adalah makluk menyerupai ular besar, namun ada juga ukiran pengayau dan berbagai jenis ukiran lainnya.
Pada bagian sarung juga akan diberikan pengikat atau disebut sebagai tampuser undang tempuser undeng sendiri selain sebagai pengikat kumpang Mandau, juga menandakan status sosial si pemegang Mandau. Kalau tempuser undeng ada 3 berarti Mandau pegangan prajurit atau rakyat biasa, tapi kalau tempuser undengnya ada 4 berarti dipegang oleh “Mamut Menteng” atau orang yang gagah berani, dalam artian sederhana seorang panglima perang suku Dayak. Tempuser undang sendiri ada tempuser undeng hatue (laki-laki) dan tempuser undeng bawi (perempuan). Pemasangan tampuser undang laki atau perempuan tergantung dari karakter pemiliknya nanti – jika memiliki karakter sabar biasanya tempuser undeng yang 3 biji terdiri dari 2 tempuser undeng bawi (paling atas dan paling bawah) serta 1 tempuser undeng hatue di tengah kumpang. Tampuser undang inipun tidak sembarangan bahannya, ia dibuat dari bajakah jangang – namun saat ini jenis bajakah jangang ini sudah sangat susah didapati lagi.
Dibagian kumpang juga akan dipasang kulit kayu untuk rumah Langgei, jeniskulit kayunya ialah UPAK LEPU – penggunaan upak lepu ini ini memiliki tujuan supaya lawannya menjadi gugup atau kagum terhadap si pengguna Mandau. Didalam filosofi Dayak Ngaju DAS Kahayang hanya Mandau yang memiliki ONGOH atau pernah memakan korban lah yang boleh dipasangkan pisau langgeinya . Langgei adalah sejenis pisau kecil untuk menyerut kayu atau mengelupas kulit binatang buruan yang gagangnya terbuat dari tanduk atau tulang. Jika belum pernah memakan korban maka langgeinya tidak memiliki pisau.
Untuk ikat mandaupun tidak sembarangan, pada bagian ikatan Mandau akan dibuatkan BUHUL KUNCI. Buhul kunci ini bagi penulis adalah bentuk rajahan tiga dimensi, dimana ia berguna sebagai salah satu “ilmu perunduk” dan dipercaya bisa memperlemah, mengunci gerakan dan melumpuhkan lawan. Untuk menganyam buhul kuncipun tidak sembarangan ada tata caranya dan ada namanya. Pada bagian ikatan Mandau ini bisa diisikan benda-benda bertuah semaca kayu manang, atau jenis lainnya. Selain buhul kunci, biasanya Mandau yang dipakai perang dilengkapi dengan “Peteng Penyang”. Penyang atau Ponyang adalah benda bertuah / azimatnya yang biasanya berupa kayu-kayuan, batu-batuan, botol-botol kecil yang berisi minyak yang ditutup, taring-taring binatang, cangkang kerang, patung-patung bahkan tulang tengkorak manusia, dimana barang-barang ini diyakini oleh orang Dayak mengandung kekuatan magis diantara lain untuk mengobarkan semangat perang, tidak punya rasa takut terhadap musuh, untuk menolak bala, penolak racun, penolak gangguan makhluk halus, mengobati orang sakit dan masih banyak lagi.
sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2015/01/30/mandau-das-kahayan/
#SBJ
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja