×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Lutung dan Kura-Kura (Kekeua)

Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya .

Pada suatu hari, hutan terbakar dengan hebatnya, sehingga semua binatang yang ada di hutan itu berlarian kesana kemari menyelamatkan diri mereka masing-masing. Seekor lutung kurus kesakitan terguling-guling ditanah, badannya penuh luka hampir-hampir mati. Lama ia rebah telentang tak sadarkan diri. Kemudian setelah sadar ia merangkak pelan-pelan tetepi sebuah tebing dengan harapan mendapatkan air untuk melepas lapar dan rasa dahaganya. Dilihatnya sebuah telaga kecil, dan itulah yang ditujunya. Tempat itu sangat asing baginya dan asing pula bagi binatang-binatang lain di hutan itu.

Terdengar olehnya ada suara yang menegurnya; "Hai Lutung kau akan kemana? Dari mana  asal mulamu? Apa tujuanmu ke mari?" Dengan terkejut Lutung menoleh ke kanan kekiri, tidak seekor binatangpun yang dilihatnya. Ia hanya melihat sebuah batu yang tersembul dari permukaan air. Dengan tersenyum lalu ia menjawab, "Aku kebingungan tidak tahu jalan ke lain, kalau sampai di sini untuk minum air. 
 
Perkenankanlah aku bertanya pula kepadamu. Kamu sebenarnya makhluk apa? Sangat aneh kulihat rupamu, kalau ikan..... itu bukan, kalau jenis binatang..... juga bukan, aneh.... aneh kulihat. Dan.... dan hampir aku duduk di atasmu tadi, kukira engkau adalah batu yang tersembul diatas air. Rupamu jelek menjijikkan yang melihat."

Demikianlah kata Lutung sambil tertawa terbahak-bahak. Kura-kura amat marah mendengar dirinya diejek sedemikian rupa. Ia tahu Lutung adalah binatang penipu yang sangat ulung. Dengan sangat hati-hati lalu ia menjawab, "Hai binatang sombong, kau sombong karena mengandalkan kelebihanmu berlengan dan berkaki, apakah kau pernah mendengar cerita? Cerita Maharaja Sri Bedawangnala yang menguasai dunia dan menjaga kestabilan dunia? Beliau raja yang adil bijaksana dan luhur? Kalau ingin tahu....... beliau itulah nenek moyangku, Tunggu, tunggu aku di sana, kau kan kubanting."

Lutung sangat terkejut mendengar keterangan itu, lalu dengan suara manis dan tersenyum ia menjawab, "Oh tuanku, maaafkanlah hambamu ini, hamba tidak tahu apa-apa, silahkan...... silahkan berikanlah hambamu ini petunjuk, hamba bersedia mengabdi dan kerkawan. Hamba amat bodoh, dan kedatangan hamba ini adalah untuk mohon petunjuk-petunjuk yang bermanfaat." Demikianlah kata-kata Lutung, lalu dijawab oleh kura-kura. "Ah itu tidak mungkin,..... tidak mungkin aku dapat berkawan denganmu. 

Cobalah pikirkan? Makananmu sangat berbeda dengan apa yang aku makan. Aku makan ubi-ubi busuk dan berlumpur, sedang kau? Kau makan buah-buahan dan daun. Bukankah seperti persahabatan kambing dengan anjing? yang pada mulanya bersahabat kental, tapi kemudian bermusuhan gara-gara berebut tanduk."
Lutung lalu menjawab, "Hamba bukanlah seperti mereka itu." Maka dari semenjak itulah Lutung dan kura-kura bersahabat. Demikianlah pada suatu hari timbul pikiran Lutung untuk menguji omongan kura-kura yang menyatakan dirinya keturunan sakti. Dia ingin menipunya, lalu ia berkata, "Sahabatku kura-kura, di sini makanan sudah habis dan tempat ini begitu membosankan, sebaiknya kita berpindah tempat. Aku tahu disana di selatan ada kebun. Kebun itu penuh dengan buah-buahan, umbi-umbian. Pemiliknya jarang datang melihat, hingga kita dapat makan sekehendak hati."

Kura-kura dengan amat senang lalu menjawab, "Baiklah kita berangkat besok pagi. Tetapi sekarang kunasehatkan kepadamu, demi keselamatan kita bersama, jangan membuat kegaduhan." Maka besok paginya mereka berangkat beriring menuju ke selatan ke tempat yang ditunjuk oleh Lutung. Setelah sampai di sana mereka masuk kebun dan makan dengan senang. Oleh karena di sana banyak makanan mereka lupa untuk pulang kembali. Pada saat inilah Lutung menipu kura-kura. Ia pergi ke tempat penananman jahe. Dimakannya jahe itu, setelah terasa pedas dan panas lalu ia menjerit-jerit kesakitan, melolong-lolong minta bantuan kura-kura dan kura-kura naik ke darat mendekatinya, sambil berkata.

"Eh Lutung! Apakah telah lupa dengan pesanku? Inilah saat kematian kita. Memang.... memang kau dengan cepat akan dapat menghindar ke sana, ke pohon yang tinggi itu, tapi.....aku..... aku bagaimanakah nanti?" Lutung berpura-pura teriak mendengar ucapan kura-kura, bahkan bertambah kuat teriakannya, sehingga didengar oleh pemilik kebun yang bernama Pan Durbudi. Ia datang dengan berlari sambil membawa parang yang tajam. Melihat tanamannya rusak dan hancur, lalu ia berteriak, "Hai binatang perusak, perlihatkan dirimu! Kau kan kepenggal!". Kura-kura lari ketakutan ke bawah pohon jahe bersembunyi dan masuk pada sebuah tempurung kelapa. Lutung dengan sigapnya melompat ke atas pohon sambil melucu mencibir-cibirkan mulutnya, lalu duduk didahan kayu besar sambil bernyanyi-nyanyi:

"Lutung di atas kayu nan tinggi, Kura-kura di bawah tempurung sembunyi."

Berkali-kali ia bernyanyi sambil mengejek Pan Durbudi sehingga Pan Durbudi menjadi marah. Kepalanya botak bersinar kemerahan ditimpa sinar matahari. Waktu dilihatnya Lutung di atas pohon, diangkatnya parangnya lalu berteriak dengan sengit. "Hai Lutung keparat, kalau memang kau jantan mari turun, undang semua kawan-kawannya, rebut aku di sini! Semua akan kucincang, kupenggal, kusate, hingga kepalamu bergelindingan diatas tanah."

Lutung berpura-pura tidak mendengar, ia terus bernyanyi menambah kemarahan Pan Durbudi. Lama kelamaan Pan Durbudi tahu akan isyarat yang diberikan oleh Lutung melalui lagunya. Ia menuju pohon jahe yang tumbuh bertebaran di sana. Setiap pohon ditelitinya. Pada sebuah tempurung ia berhenti, diambilnya tempurung itu, dan..... dilihatnya kura-kura bersembunyi, gemetar ketakutan. Pan Durbudi berkata, "Ha......... bedebah hanya begini macammu, binatang perusak." Diikatnya kura-kura ke dalam kandang, untuk mengasah parang.

Lutung yang ingin mengejek kura-kura, datang mengikuti, menyelinap ke tempat kandang kura-kura, sambil berkata, "Ya, sahabatku keturunan raja sakti tanpa tandingan, hambamu ini datang mengunjungi paduka sebagai cetusan rasa setia kawan, ikut merasa sedih, menyaksikan terakhir kali oleh karena tuanku akan dimasak di dapur nanti. Kura-kura dengan tenang lalu menjawab, "Wahai Lutung tolol, yang sebenarnya engkau tidak tahu, mana..... mana mungkin aku akan dimasak, itu hanya terkaanmu saja. Tidaklah kau tahu, bahwa aku nanti malam akan diangkat menantu? Besarkan matamu itu.....

Itu gadis cantik yang sedang membuat bedak untuk mengurutku nanti malam, adalah calon istriku. Lihat! Itu yang di dapur yang sedang masak, adalah calon mertuaku. Ia sedang sibuk menyiapkan makanan untuk para tamu yang akan datang memenuhi undangan kami nanti malam, merayakan upacara perkawinan." Demikianlah kata kura-kura sambil memaksakan diri untuk... .tersenyum.

Lutung yang memang tolol, tapi serakah, sama sekali tidak menduga dirinya  ditipu secara mudah. Lalu ia berkata, "Wahai kawanku yang pemurah, menurut pendapat engkau tidaklah pantas kawin dengan manusia yang sama sekali tidak sejenis denganmu, engkau tidak berkaki dan tidak bertangan. Sebagai tanda persahabatan, Ijinkanlah aku ini menggantikan kedudukanmu!!!. Kura-kura dengan tersenyum  menjawab, "Memang benar, seperti apa yang kau ucapkan itu. Demi persahabatan kita, kurelakan kedudukan ini dan kudo'akan semoga engkau nanti berbahagia selama-lamanya."
 
Lutung dengan cepat menggantikan kedudukan kura-kura, masuk ke dalam kandang, sedang kura-kura dengan cepat meninggalkan tempat itu berlari mencari tempat persembunyian. Tak lama kemudian Pan Durbudi dengan parang yang terasah tajam datang ke kandang, ia sangat terkejut melihat Lutung di sana menggantikan kura-kura, lalu berseru, "Haiiiii siapa yang mengganti binatang ini?? Inilah namanya anugerah Tuhan. Semakin besar dan banyak dagingnya."

Lalu ia menari-nari dengan riangnya, sambil berkata pula. "Bedebah inilah saat kematianmu, kau kan ku sate dan ku rebus." Semua anak dan istrinya ikut bergembira sambil bertanya; "Apakah rasa dagingnya enak pak???" Bapaknya menjawab, "Cepat ambilkan waskom tempat darah, jangan banyak bicara lagi !!!!"

Lutung gemetar ketakutan, mukanya pucat. Sama sekali tidak diduganya akan kejadian begini sambil dalam hatinya ia berkata, "Oh Tuhan, hari inilah saat kematianku?" Meskipun keadaannya sedemikian rupa, ia berusaha menenangkan dirinya sambil berkata, "Wahai bapak yang baik hati, kalau akan ingin membunuhku tidaklah semudah yang kau duga, rasa dagingku akan hambar bila tidak tahu cara untuk membunuhku. Di dalam lontar disebutkan bahwa kaumku ini, adalah satu keturunan dengan manusia, besar sekali dosanya bila tidak tahu caranya hendak makan daging kaumku.

Anak istri serta keturunan akan mendapatkan kutukan dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya bila tahu cara-caranya, akan mendapatkan kebahagiaan lahir batin untuk selama-lamanya. Ketahuilah, bahwa nenek-moyang adalah Sang Hanoman pahlawan Sri Rama. Baiklah kusampaikan bahwa letak saktiku di ujung ekor. Tanpa memperhatikan bagian itu tidak akan mungkin aku terbunuh. Ambilkan ijuk sebanyak-banyaknya, bungkuskan pada ekorku. Ambilkan kayu api! Letakkan di dekatnya! Bakarlah secepatnya! Rasa dagingku akan enak bukan main dan anak-istrimu akan bebas dari dosa." Demikianlah cerita lutung.  Pan Durbudi oleh karena memang orang yang sangat bodoh dan sederhana, ia mempercayai semua cerita lutung yang dikarang untuk menipunya.

Semua permintaan Lutung dipenuhinya, dibakarnya dari ekor hingga tidak berapa lama api berkobar-kobar, lutung dengan cepat meloncat keatas rumah hingga rumah terbakar dan musnah. Pan Durbudi pergi menyelamatkan diri dari amukan api. Lutung dengan berlenggang-lenggok membebaskan dirinya, menjauhi tempat itu. Ia mengikuti jejak kura-kura untuk membalas dendam. Sepanjang perjalanan ia berteriak-teriak memanggil kura-kura sambil menghumpat. "Kura-kura biadab! Biar di neraka kau berada akan kucari dan kubunuh!" Ini terus berjalan mencari kura-kura siang malam. Akhirnya ia berhasil menemukan kura-kura di tanah berumput di samping sebuah batu.

Di ujung atas batu itu melingkar seekor ular belang yang berbisa. Ia dengan tenang menunggu kedatangan lutung. Lutung dengan marah berkata, "Hari inilah saat kematianmu hai kura-kura! Sampai hati engkau menipuku, perbuatan yang tidak patut bagi sesama sahabat, Sekarang....... rasakan pembalasan ku."

Kura-kura dengan tenang dan sambil tersenyum menjawab, "Wahai lutung sahabatku yang baik hati. Engkau tidak dapat membunuhku semudah yang kau katakan. Aku kebal dan tidak mungkin akan dapat mati, oleh karena telah minum air suci anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Kalau kamu ingin tahu akan kusampaikan. Lihatlah itu lingkaran belang diatasnya ada amerta. Dahulu kala para dewa, denawa dan raksasa  semua bersatu-padu memutar lautan untuk mendapatkan air amerta dan  kini telah didapatkan itu......itu disana letaknya". Sambil menunjuk batu itu, lalu ia melanjutkan; "Aku disini ditugaskan untuk menjaganya, setelah aku dianugerahi setetes. Kalau kau ingin membunuhku, itu sama halnya dengan orang yang ingin memotang air. Tidak mungkin. Itu tidak akan mungkin kau lakukan." Sungguh pandai kura-kura menyembunyikan perasaannya yang susah dan takut.

Lutung dengan asyik mendengarkannya. Dengan penuh kepercayaan, ia lalu mengajukan permintaan, "Wahai sahabatku yang baik, maafkanlah kawanmu yang bodoh ini! Marilah kita lanjutkan persahabatan kita ini semua harus kita nikmati bersama-sama. Ijinkanlah aku menggantikan tugasmu di sini, aku ingin pula kebal seperti kamu. Aku untuk selamanya tidak akan lupa dengan kebaikan hati yang kau telah limpahkan kepadaku." Demikianlah kata-kata lutung memelas. Ia tidak tahu bahwa itu adalah tipu-daya yang hanya dibuat-buat. Kura-kura menjawab, "Aku tidak bisa berbuat lain, kecuali meluluskan apa yang kau minta, demi persahabatan kita. Perlu kupesankan kepadamu, kerjakanlah apa kehendakku setelah aku pergi jauh. Oleh karena aku takut kena kutukan Tuhan meninggalkan tugas tanpa seijin-Nya!"

Dengan cepat kura-kura pergi meninggalkan tempat itu. Bukan kepalang senangnya lutung, lalu ia mendekati batu itu. Merasa diusik, ular itu bangun, dengan buasnya ia menggigit lutung melilit badannya hingga lutung rebah terguling-guling ditanah. Ia menangis kesakitan kena bisa ular itu, matanya berkunang-kunang, lututnya gemetar tidak dapat berjalan. Akhirnya dia diam tidak sadarkan diri. Entah berapa hari ia disana menahan sakit. Kini kita ceritakan perjalanan kura-kura, ia telah sampai ditepi pantai. Tak henti-hentinya akal dan tipu berikutnya, oleh karena ia tahu dendam lutung akan bertambah-tambah. Dipantai ia melihat kerang besar yang bersinar tertimpa sinar matahari. Mulutnya ternganga dengan lebarnya. Kura-kura mendekatinya dan dengan tenang menunggunya di sana.

Entah berapa hari lamanya lutung masih sakit, kini ia telah sehat kembali. Matanya merah menahan kemarahan mengingat perbuatan kura-kura yang selalu menipu dirinya. Ia lari dengan cepat mencari jejak kura-kura. Tidak berapa lama sampailah ia di pantai tempat kura-kura, sambil bertolak pinggang lutung berteriak, "Kura-kura, demikian besar dosamu terhadapku, karena kau telah membuat aku sedih dan sengsara. Sekarang saatnya kau kubunuh, namun sebelum itu kau boleh mohon ampun kepadaku." Kura-kura sedikit pun tidak mencerita itu, marahnya hilang lenyap, seperti api tersiram air, laku ia berkata, "Nah ceritakanlah semua supaya aku tahu dengan jelas." Rasa takut akan ancaman lutung.

Dengan tenang ia berkata, "Silahkan, bunuhlah aku secepatnya. Aku ingin secepatnya ke surga, tempat yang telah tersedia dan disiapkan khusus untukku, oleh karena aku berjasa menunggu peninggalan dewa di sini. Wahyu itu disampaikan oleh dewa waktu dewa meninggalkan tempat ini." Lutung menganga mulutnya mendengar cerita itu, marahnya hilang lenyap, seperti api tersiram air, lalu ia berkata, "Nah ceritakanlah semua supaya aku tahu dengan jelas."

Kura-kura sambil mengatur duduknya, memulai ceritanya lagi. "Dahulu kala sewaktu Hyang Siwa bertapa di gunung di dunia ini memerintah raksasa maha sakti yang bernama Nila Rudraka. Dunia ini dikuasainya, selanjutnya ia ingin pula menguasai Indraloka. Maka diperangilah para dewa di Indraloka, sehingga semua dewa takut dan melarikan diri untuk keselamatan. Kemudian di adakan rapat untuk merundingkan siasat dalam pertempuran. Akhirnya diketahui, bahwa yang dapat membunuh raksasa itu adalah putra Siwa, yang bernama Hyang Gana. 

Maka diutuslah Hyang Kamajaya untuk menggoda Siwa dan mohon ijin serta perkenan-Nya. Hyang Siwa tergoda dengan panah Amor yang dilepaskan oleh Hyang Kamajaya. Tetapi setelah diketahui, bahwa Hyang Kamajaya yang merupakan pelakunya, maka Siwa marah sekali. Kamajaya dibakarnya dengan mata ketiga yang terletak di tengah. Kamajaya hancur menjadi abu. Dewi Ratih, istri Kamajaya datang dan takut menceburkan diri dalam api yang sedang berkobar-kobar. Matilah mereka berdua. Yang kutunggu sekarang disini, ialah bekas dari pakaian beliau. Barang siapa yang dapat mengambil ini, ia akan menjadi raja besar, dihormati oleh rakyatnya yang banyak."

Demikianlah cerita kura-kura, lutung dengan ramah, lalu mengajukan permohonan. "Betul-betul semua telah dapat kupahami, ijinkanlah aku ini menggantikan kedudukanmu supaya aku cepat menjadi raja besar. Engkau akan kuangkat menjadi patih Agung!!. Cepatlah pergi tinggalkan tempat ini!!. Dengan cepat kura-kura menjauhi tempat itu untuk bersembunyi. Sedangkan Lutung pergi mandi membersihkan diri, setelah mandi, lalu ia duduk dengan sujud serta mencakupkan tangan di atas kepalanya sambil mohon berkah Tuhan.

Diambilnya kerang itu, dimasukkannya tangannya ke dalam mulut kerang, yang segera mengatupkan mulutnya. Lutung menjerit kesakitan. Ia menarik tangannya dari katupan mulut kerang, tetapi jepitan makin keras sehingga tangisnya bertambah-tambah, air matanya mengalir dengan deras dan mohon maaf kepada Tuhan oleh karena kelancangannya.
 
 

Sumber : Bunga Rampai Ceritera Rakyat Bali oleh Ida Bagus Sjiwa & A.A. Gde Geria

 

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...