Permainan Tradisional
Permainan Tradisional
Permainan Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta DI Yogyakarta
Lowok
- 28 November 2018

Dolanan lowok adalah sebuah permainan tradisional yang juga pernah hidup di masyarakat Jawa dan dialami oleh anak-anak di era sebelum tahun 1980-an. Biar pun untuk saat ini, dolanan tersebut sudah asing bagi sebagian besar anak-anak Jawa di masa sekarang, tetapi tidak ada jeleknya jika kita berusaha mengenal kembali sepintas dolanan lowok. Di daerah DIY, setidaknya dolanan ini pernah dijumpai di daerah Kulon Progo, tepatnya di Kelurahan Jatimulyo dan Giripurwo, Kecamatan Girimulyo (Ahmad Yunus, 1980/1981: hlm. 21-22). Dolanan ini juga sering disebut dengan istilah wok, lowokan, wokan, atau legokan. Istilah-istilah tersebut mengacu pada pengertian lubang. Memang dalam permainan ini, salah satunya adalah menggunakan sebuah media tanah yang digali sehingga terbentuklah lubang atau cekungan kecil. Hampir mirip dalam olahraga golf.

Namun begitu, istilah lowok juga mempunyai arti lain, seperti dalam kamus Bahasa Jawa karangan W.J.S. Poerwadarminta (1939) halaman 283 berarti kosong atau belum terisi penuh. Namun kiranya, keduanya memiliki kemiripan arti, dalam hal suatu tempat atau lubang. Dalam kamus itu, sama sekali tidak menyinggung jenis permainan tradisional. Mungkin sekali, masyarakat dua kelurahan itu mengambil nama lowok, dari hasil kesepakatan mereka sendiri.

Berbeda dengan jenis dolanan yang sudah disampaikan terdahulu, dolanan lowok mengandung unsur taruhan. Namun sebenarnya unsur taruhan ini bisa dihilangkan, dengan cara mereka bersama-sama mengumpulkan bendanya lalu dibagi rata. Setelah selesai dikumpulkan kembali untuk permainan berikutnya. Taruhan ini pun sebenarnya juga telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Pada awal dikenalnya, alat taruhan yang digunakan berupa buah jirak atau miri. Namun, setelah dikenalnya gelang karet, alat taruhan berupa gelang karet. Itulah sebabnya, dolanan ini termasuk dolanan yang menggunakan alat. Selain gelang karet, para pemain juga menggunakan pecahan kreweng (genting) sebagai gacuk. Jadi, dolanan lowok membutuhkan alat atau media bermain berupa gacuk dan sejumlah karet untuk setiap pemain.

 

Dalam sejarahnya, dolanan ini biasa dimainkan dan digemari oleh anak-anak perempuan. Hal ini sesuai dengan sifat permainan yang tidak banyak membutuhkan kekuatan fisik. Dolanan ini lebih melatih ketenangan dan ketrampilan. Selain itu, dolanan lowok juga lebih mengutamakan sifat kompetitif di antara para pemainnya. Dalam perkembangannya, dolanan lowok bisa juga dimainkan oleh anak laki-laki atau campuran yang usianya sekitar 8—13 tahun. Usia tersebut sudah dianggap memahami aturan permainan. Sebaiknya dalam permainan ini diikuti oleh peserta antara 3-6 anak, agar tidak terlalu melelahkan menunggu giliran berikutnya.

Tidak jauh berbeda dengan jenis dolanan yang sering dilakukan oleh anak-anak kecil, dolanan ini pun seringkali dimainkan di saat waktu senggang, bisa pagi, siang, atau sore hari. Asalkan tidak mengganggu waktu sekolah atau membantu orang tua. Sebaiknya dilakukan di area kebun atau halaman yang masih tanah. Tujuannya untuk memudahkan membuat lubang lowok. Karena membutuhkan waktu terang, maka dolanan ini jarang dilakukan pada malam hari. Biar pun dilaksanakan di siang hari, sebaiknya dimainkan di halaman kebun yang banyak ditumbuhi pohon-pohon perindang, agar dolanan bisa lebih tenang, terhindar dari cuaca panas.

Sebelum anak-anak bermain dolanan lowok, biasanya juga ada kesepakatan lisan di antara mereka yang bermain. Kesepakatan lisan yang biasa disepakati, adalah: 1) waktu melempar gacuk atau karet gelang, kaki tidak boleh melewati garis yang sudah ditentukan; 2) jika ada 2 gacuk atau lebih berjarak sama dengan lubang, harus diulang; 3) jika ada gacuk yang dikenai, maka gacuk itu harus diulang; 4) taruhan gelang karet disepakati bersama dalam setiap bermain; 5) karet yang dipakai untuk taruhan harus berkualitas baik.

Setelah anak-anak memahami aturan lisan, maka mereka bersiap-siap untuk bermain. Pada tahap awal, ada seorang anak yang membuat lubang tanah, dengan kedalaman sekitar 5 cm dan diameter 5-10 cm. Setelah itu, seorang anak lain membuat garis melintang dengan jarak lubang sekitar 2-3 meter, diberi nama garis x. Lalu membuat sebuah garis melintang lain 1-2 meter di belakang garis X, dan kemudian diberi nama garis Y.

 

Dolanan Lowok kali ini misalkan dimainkan oleh 5 anak, masing-masing pemain A,B,C,D, dan pemain E. Mereka masing-masing sudah membawa sebuah kreweng atau pecahan tembikar sebagai gacuk. Lalu, mereka juga harus sudah sepakat untuk masing-masing pemain mengumpulkan 5 gelang karet. Sehingga, dari 5 pemain terkumpul 25 gelang karet. Kemudian, saat memulai bermain, mereka berdiri di belakang garis Y (garis terjauh). Semua pemain melemparkan gacuknya ke arah lubang atau lowokan. Sedapat mungkin, gacuk-gacuk itu dilemparkan sedekat lowokan. Bagi pemain terdekat gacuknya, misalkan pemain B, maka pemain B nantinya berhak untuk mendapat giliran pertama melempar karet. Kemudian gacuk terdekat kedua hingga urutan kelima, misalkan pemain C,E, D, dan A.

Karet gelang berjumlah 25 buah kemudian diserahkan kepada pemain B. Tahap selanjutnya, pemain B melempar semua karet itu dari garis Y ke arah lubang lowokan. Jika ada karet yang masuk ke lubang lowokan (misalkan 3 buah), maka karet gelang yang masuk itu menjadi miliknya. Sementara karet-karet gelang lainnya kembali dikumpulkan. Tahap selanjutnya, pemain B mulai melempar lagi karet-karet gelang. Tetapi kali ini, ia melempar dari garis X (garis yang terdekat) karena pada lemparan sebelumnya, ada karet yang masuk dalam lubang. Demikian seterusnya, jika ada karet gelang yang masuk, maka menjadi miliknya. Apabila pada kesempatan ke-4, pemain B sudah tidak dapat memasukkan karet gelang ke lubang lowokan, maka giliran pemain kedua bermain, yaitu pemain C.

Pada permainan awal, pemain C juga melempar karet-karet gelang dari belakang garis Y ke arah lubang lowokan. Jika pemain C pada lemparan pertama bisa memasukkan sejumlah karet gelang ke dalam lowokan, maka bisa diteruskan melempar dari belakang garis X (garis terdekat). Jika ia sudah tidak dapat memasukkan karet gelang, maka diganti pemain giliran ketiga. Demikian seterusnya permainan akan berjalan. Namun seandainya, pada giliran pemain keempat, yakni pemain D, karet gelang sudah habis, maka permainan diawali dari permulaan, yakni melempar gacuk (pecahan tembikar/genting) ke arah lubang lowokan. Dan, sebelumnya setiap pemain sudah kembali mengumpulkan 5 atau 10 karet gelang (sesuai kesepakatan berikutnya).

Dolanan akan berhenti jika sudah ada anak (pemain) yang banyak mendapatkan karet gelang dan sebagian pemain lain sudah kehabisan karet gelang. Atau bisa juga, dolanan akan berhenti jika ada anak yang merasa lelah, bosan, atau capek, sehingga terpaksa dolanan harus berhenti dan mungkin hendak bermain ke jenis dolanan yang lain. Mereka yang banyak mendapatkan karet gelang dianggap sebagai pemenang, sementara yang karet gelangnya habis dianggap sebagai pemain kalah. Bagi pemain kalah tidak ada hukuman, kecuali karet gelang miliknya habis dan berpindah menjadi milik pemenang.

Intinya, dolanan lowok sebenarnya melatih ke setiap anak untuk selalu trampil, sabar, dan mudah bergaul. Jika mereka bisa bersosialisasi dengan teman, maka mereka bisa memahami keinginan teman yang mempunyai beraneka ragam watak. Mereka dilatih untuk bermain sabar, jika belum waktunya mendapat giliran bermain, terpaksa harus mau menunggu hingga saatnya bermain. Sementara melatih ketrampilan, bagi anak agar bisa memenangkan dolanan itu sendiri. Terlepas dari unsur taruhan (bisa disiasati dengan mengumpulkan jadi milik bersama), sebenarnya dolanan ini sebagai ajang bagi anak untuk bersosialisasi kepada teman, agar mereka saling mengenal satu sama lain, sehingga melatih mereka untuk saling memahami dan menghargai perbedaan masing-masing watak.

 

 

 

Referensi:

  1. GPS Wisata Indonesia (https://gpswisataindonesia.info/2014/02/sejarah-permainan-tradisional-lowok/)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline