1. Asal Usul Permainan
Istilah Logok tidak diketahui berasal dari bahasa mana, karena tidak ada keterangan menganai hal ini.
Logok adalah salah satu permainan yang bersifat kompetitif dan edukatif. Bersifat kompetitif karena permainan ini mengandung unsur-unsur kalah atau menang, dan bersifat edukatif karena permainan ini dapat mendidik jiwa sportif dalam diri anak, berkenaan dengan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi. Disamping itu juga permainan ini dapat melatih daya berpikir anak untuk memperhitungkan taktik (siasat) permainannya dalam mencari kemenangan.
Permainan Logok ini sama dengan main “Lobang Satu” yang terdapat di daerah Kecamatan Sei Kunyit Kabupaten Sambas, hanya saja penggunaan istilah dalam permainannya sedikit berbeda misal istilah game disebut “tabung”, istilah “gambol” disebut “makan” dan lain sebagainya.
2. Pemain-pemainnya
Pemain terdiri dari anak-anak umur kurang lebih enam tahun sampai dengan dua belas tahun, laki-laki atau perempuan. Jumlah pemain paling sedikit 3 orang dan jumlah maksimal tidak dibatasi.
3. Peralatan/Perlengkapan Permainan
Alat yang dipakai untuk bermain adalah kelereng (istilah daerah “guli”), buah gurah (buah dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah pesisir buah getah dan buah apa saja yang dapat menggelinding dengan baik, asalkan besarnya kurang lebih sebesar buah kelereng.
Setiap pemain memilih salah satu buah permainan yang paling baik, yang akan dipakai menjadi “gacu” (buah andalan) dalam permainan tersebut. Perlu diperhatikan disini bahwa buah permainan yang dipakai haruslah sejenis. Jadi kalau buah kelereng yang dipakai, haruslah semuanya memakai kelereng.
Main Logok ini memerlukan tempat untuk bermain. Arena bermain biasanya di halaman rumah, atau dapat juga dimainkan di mana saja asal tanahnya datar dan tidak berumput. Untuk memberikan keleluasaan dalam bermain sebaiknya ukuran arena tidak boleh kecil dari 4 meter kali 8 meter.
4. Jalannya Permainan
- Persiapan Permainan
Sebelum permainan dimulai terlebih dahulu arena tempat bermain perlu dipersiapkan. Setiap pemain sudah siap dengan “gacu”nya masing-masing yang akan dipakainya sebagai alat untuk membidik gacu lawan.
Setelah siap semuanya, pemain menentukan berapa “gem” (asal kata bahasa Inggris = game) yang akan diambil sebagai batas permainan. Istilah “gem” ini memang dipakai dalam permainan ini. (kalau di daerah Kabupaten Sambas istilahnya “tabung”). Seseoarng dinyatakan telah gem apabila dia telah dapat mengumpulkan angka (= point) yang sudah disepakati bersama, misal : 10 : 25, atau berapa saja.
- Teknis Permainan
Ada beberapa teknis permainan yang harus dikuasai oleh setiap pemain, yaitu :
Melempar Gacu, maksud dari melempar gacu adalah untuk menentukan giliran main (giliran mengumpulkan point/angka). Melempar gacu ini dilakukan dari garis batas pelemparan kea rah lobang logok dengan kaki depan tidak boleh melewati garis batas. “Gacu” diletakkan di atas kuku jari tengah (tangan kanan) dan ditekan oleh ibu jarinya.
Jari tengah ini dapat diumpamakan semacam tali busur pada panah, untuk memberikan tekanan kepada buah gacu agar dapat meluncur kea rah sasaran yang sudah ditentukan, yaitu lobang logok. Siapa yang lemparan gacunya paling dekat dengan lobang atau dapat memasuki lobang, maka dialah yang paling dahulu memperoleh kesempatan mengumpulkan angka (kesempatan jalan).
Teknis Mengumpulkan Angka, setiap gacu yang dapat dimasukkan ke lobang dihitung satu angka oleh karena itu, setiap pemain berusaha untuk dapat memasukkan gacunya ke lobang. Untuk ini setiap pemain harus memiliki kepandaian untuk membidik dengan tepat. Agar teknis memasukkan gacu ke lobang dapat berlangsung dengan mulus, maka si pemain terlebih dahulu harus memperhitungkan betul-betul apakah dia adapat melakukannya dengan baik. Apabila diperkirakannya ada gacu lawan yang membahayakan kedudukannya, maka dia boleh menghantam/memukul gacu lawan terlebih dahulu (hanya sekali pukul saja), kemudian baru memasukkan gacunya ke lobang, kalau masuk berarti angka satu untuknya. Sesudah itu dia diharuskan kembali memukul gacu lawan dari lobang (sekali pukul juga) dan apabila kena dapat diteruskannya dengan memasukkan gacunya ke lobang lagi. Kalau seandainyawaktu menghantam gacu lawan atau waktu memasukkan gacunya ke lobang gagal, maka giliran jalan akan digantikan oleh pemain lain.
Teknik Membidik, dalam hal membidik terdapat 2 hal, yaitu teknis “jentik” dan “kilan”. Teknis jentik dapat dilakukan dengan cara meletakkan gacu diantara ibu jari dan belakang kuku jari tengah/telunjuk jari kanan kemudian telunjuk jari kiri menekan gacu tersebut. Sedangkan ujung jari kelingking sebelah kiri ditekankan pada tempat bekas gacu berada, dan jari-jari tangan kanan yang tidak berfungsi direnggangkan sedemikian rupa. Setelah sikap ini siap, maka bidikkanlah gacu tersebut ke arah sasaran (lobang atau ke gacu lawan) secara jitu. Jentik ini biasa dilakukan untuk pukulan jarak dekat.
Sedangkan yang dimaksud dengan “kilan”, adalah apabila gacu dibidikkan dengan cara menekankan gacu antara ruas ujung jari tengah dan telunjuk tangan kiri. Posisi jari-jari tangan kanan dikilankan pada tempat bekas gacu berada. Jari tengah tangan kanan berfungsi seperti tali busur dan tangan kanan berfungsi seperti busur pada waktu akan membidikkan anak apanah. Setelah sikap ini siap maka gacu segera dibidikkan pada sasaran. “Kilan” biasa dilakukan pada pukulan jarak jauh.
Gambul, istilah “gambul” ini terjadi apabila bidikan pemain mengenai gacu lawan. Apabila terjadi gambul dan gacu lawan measuk ke lobang, maka si pembidik berkewajiban untuk mengeluarkan gacu tersebut, sebelum dia diperkenankan untuk mengumpulkan angka kembali. Kalau ternyata usaha itu gagal, maka jalannya diberikan pada pemain lain, dengan cara memberikan kesempatan terhadap pemain tersebut terlebih dahulu memasukkan gacunya ke lobang (point satu untuknya kalau gacu itu masuk), kemudian memukul gacu yang ada di lobang itu keluar. Kalau gagal, kesempatan jalan diberikan pada pemain berikutnya. Kalau seandainya tidak satupun pemain dapat mengeluarkan gacu tadi dari lobang, maka si empunyalah sendiri akan mengeluarkannya (apabila giliran “jalan” sudah sampai kepadanya) dan angka masuk dihitung satu.
Pemenang, urutan pemenang ditentukan oleh urutan pemain dalam mencapai gem sesuai dengan jumlah yang sudah disepakati. Apabila pemain yang belum gem tinggal dua orang, maka mereka harus melanjutkan permainan sampai salah satu mencapai gem.
Pemain yang kalah mencatat berapa angka yang baru dikumpulkannya. Apabila angka yang terkumpul baru 22, sedangkan jumlah angka gem 25, maka dia harus mencukupi angka gem tersebut dengan jalan memberikan kesempatan pada pemain yang menang (istilah daerah “mengumpan”) untuk “memangkak” guli. Adapun yang dimaksud dengan memangkak adalah memukul gacu lawan dengan gacunya sendiri dalam posisi berdiri. Untuk setiap pemain yang menang diberikan kesempatan memangkak dua kali setiap periode pengumpulan angka akan dimulai.
Setelah semua lawan diberikan kesempatan memangkak, maka si kalah baru boleh memasukkan gacunya ke lobang, kalau masuk berarti satu angka tambahan, sesudah itu ia harus mengumpankan lagi gulinya dan si pemenang akan memangkaknya lagi dan seterusnya sampai angka gem dapat terkumpul.
Sumber:
http://ace-informasibudaya.blogspot.co.id/2010/01/permainan-rakyat-kalbar.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja