Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Maluku Utara Maluku Utara
Leluhur Empat Sultan
- 26 November 2018

Pada jaman dahulu hiduplah seorang pemuda tampan bernama Jafar Sidik. Ia tinggal seorang diri di desa Salero, Ternate. Di dalam hutan yang tak jauh dari desa Salero terdapat telaga yang berair amat jernih. Telaga Air Sentosa namanya. Jafar Sidik sering duduk sendirian di sebuah batu besar yang berada di pinggir telaga Air Sentosa, terutama ketika ia beristirahat setelah berburu atau mencari kayu bakar di hutan.

 

Pada suatu sore Jafar Sidik kembali duduk di batu besar di pinggir telaga Air Sentosa itu. Langit di atas berwarna jingga yang amat indah ketika dipandang. Seperti tak puas-puasnya Jafar Sidik melihat keindahan langit ketika itu. Tiba-tiba pandangan Jafar Sidik tertuju pada setitik cahaya berwarna-warni. Tampak seperti pelangi. Kian jelas Jafar Sidik mengamati, kian jelaslah pelangi itu. Pelangi itu kian membesar dan memanjang. Ujung pelangi jatuh di atas permukaan telaga Air Sentosa. Jafar Sidik terperanjat saat melihat tujuh bidadari terbang di atas lengkungan pelangi. Ketujuh bidadari itu terbang menggunakan selendang yang serupa dengan tujuh warna pada pelangi. Masing-masing bidadari mengenakan pakaian berwarna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Jafar Sidik segera bersembunyi di balik batang pohon besar setelah tujuh bidadari itu hampir tiba di permukaan telaga. Ia ingin mengetahui apa yang akan dilakukan tujuh bidadari berwajah amat jelita itu.

 

Tujuh bidadari itu lalu melepaskan selendang masing-masing dan meletakkannya di atas bebatuan yang tak jauh dari telaga. Mereka lantas mandi di kejernihan air telaga. Tujuh bidadari itu mandi sambil bercanda.

Jafar Sidik terus mengamati. Tertariklah ia pada bidadari berselendang ungu. Ia ingin memperistrinya. Jafar Sidik lantas berjalan mengendap endap mendekati selendang-selendang itu diletakkan. Diambilnya selendang berwarna ungu dan disembunyikannya di balik bajunya.

Ketika hari menjelang malam, tujuh bidadari itu berniat kembali ke Kahyangan. Si bidadari berselendang ungu yang merupakan adik paling bungsu tampak kebingungan karena tidak menemukan selendangnya. Enam kakaknya berusaha turut mencari, namun selendang itu tidak juga mereka temukan. Pelangi yang hampir pudar membuat enam kakak si bidadari bungsu harus segera kembali pulang ke Kahyangan. Mereka terpaksa meninggalkan si bidadari bungsu sendirian seraya berpesan, "Baik-baiklah engkau menjaga diri."

Si bidadari bungsu hanya bisa bersedih hati meratapi nasib malangnya. Air matanya bercucuran ketika melihat enam kakaknya terbang kembali ke Kahyangan.

Ketika si bidadari bungsu tengah meratapi nasibnya, Jafar Sidik keluar dari persembunyiannya dan menghampiri. Sapanya, "Maaf adik, siapakah engkau ini? Mengapa pula engkau berada di telaga ini sendirian? Tidakkah engkau takut sendirian di tempat ini?"

Si bidadari bungsu terkejut mendengar sapaan Jafar Sidik. Ditenangkannya kegugupannya sebelum menjawab sapaan Jafar Sadik, "Tuan, namaku Boki Nurfaesyah. Aku kehilangan selendang hingga tidak bisa pulang kembali ke Kahyangan.”

Jafar Sidik lantas menyarankan sebaiknya bidadari bernama Boki Nurfaesyah untuk turut bersamanya. Boki Nurfaesyah bisa menerima saran Jafar Sidik, Ia mengikuti Jafar Sidik. Tidak berapa lama kemudian Jafar Sidik dan Boki Nurfaesyah menikah. Selama mereka tinggal serumah, Jafar Sidik menyembunyikan selendang Boki Nurfaesyah di bubungan rumahnya. Jafar Sidik juga berjanji kepada istrinya untuk tidak mencegah kepulangan istrinya ke Kahyangan jika selendangnya telah ditemukan.

Waktu terus berjalan. Kehidupan keluarga Jafar Sidik terlihat rukun dan damai. Jafar Sidik juga telah dikaruniai empat anak lelaki. Jafar Sidik mendidik empat anaknya itu dengan balk. Ia membekali empat anak lelakinya itu dengan ajaran agama Islam. Jafar Sidik sangat berharap empat anak lelakinya itu akan tumbuh menjadi orang-orang yang baik kelakuannya dan kelak akan hidup dalam kebersamaan.

Walaupun telah hidup berbahagia dengan suami dan empat anaknya, namun Boki Nurfaesyah tetap juga berniat kembali ke Kahyangan. Pada suatu hari ia melihat pelangi yang muncul indah di atas bubungan rumah. Ketika ia tengah mengamati pelangi, mendadak pandangannya terantuk pada sehelai kain berwarna ungu yang terselip di bubungan rumah. Betapa terperanjatnya ia ketika berhasil mengambil kain yang tak lain selendangnya itu.

Betapa kecewanya ia pada suaminya. Selama itu suaminya telah berbohong padanya. Kekecewaan yang dirasakannya berubah menjadi kemarahan. Ia akan kembali ke Kahyangan tanpa lagi berpamitan dengan suaminya.

Sebelum berangkat, Boki Nurfaesyah menghampiri empat anak lelakinya dan berpesan, "Hendaklah kalian senantiasa hidup rukun dan saling menolong. Saling sayang-menyayangilah kalian berempat karena kalian berasal dari orangtua yang sama. Senantiasa ingatlah kalian pada pesan ibu, taat dan patuhi perintah dan nasihat ayah kalian."

Boki Nurfaesyah lantas mengenakan selendangnya dan tubuhnya melayang, terbanglab ia kembali ke negeri Kahyangan. Empat anaknya hanya bisa menatap kepulangan ibu mereka itu dengan tangis sedih. Semakin jauh tubuh ibu mereka, semakin kerns tangisan em pat anak itu.

Jafar Sidik terperanjat ketika pulang dari Iadang dan mendapati empat anak lelakinya menangis. "Apa yang terjadi?" tanyanya. "Mana ibu kalian?"

Empat anak lelaki itu lantas menceritakan kejadian berkenaan dengan ibu mereka yang telah kembali ke Kahyangan. Jafar Sidik sangat sedih. Sungguh, ingin ia terus bersama dengan istri yang amat dicintainya itu untuk mengasuh dan merawat empat anak lelaki mereka. Namun, semua harapan dan keinginannya itu telah musnah, menguap bagai air embun terkena panasnya sinar sang matahari.

Jafar Sidik sendirian mengasuh, merawat, dan mendidik empat anak lelakinya. Senantiasa di didiknya empat anaknya itu dengan ajaran agama Islam. Empat anak itu pun tumbuh membesar seiring berjalannya sang waktu. Keempatnya tumbuh menjadi pemuda-pemuda yang baik perangainya dan taat beragama.

Ketika Maluku Utara terbagi menjadi empat wilayah kekuasaan, kesemua anak Jafar Sidik ditunjuk menjadi pemimpin-pemimpinnya. Anak sulung Jafar Sidik menjadi sultan di Bacan. Anak keduanya menjadi sultan di Jailolo. Anak ketiganya menjadi sultan di Tidore. Anak bungsu Jafar Sidik menjadi sultan di Ternate. Syahdan, para pemimpin Maluku di kemudian hari berasal dari empat anak lelaki Jafar Sidik itu.

 

 

Pesan moral: Dongeng Asal Muasal Kesultanan Maluku Utara adalah hendaklah kita taat dan patuh pada ajaran agama dan juga perintah orangtua agar kita dapat hidup berbahagia di kemudian hari. Berbohong walaupun ditutupi rapat-rapat suatu saat akan ketahuan juga. Lebih baik berkata jujur walaupun menyakitkan daripada berbohong hanya untuk menutupi kebenaran.

 

https://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-maluku-utara-leluhur-empat-sultan/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline