Legenda Ular Kepala Tujuh merupakan cerita rakyat Bengkulu, tepatnya Kabupaten Lebong. Menceritakan petualangan Gajah Merik, putra bungsu Raja Bikau Bermano mengalahkan Ular Kepala Tujuh penunggu Danau Tes. Ular tersebut dipercayai oleh masyarakat Lebong sebagai penunggu Danau Tes. Sarangnya berada di Teluk Lem sampai di bawah Pondok Lucuk. Oleh karenanya, jika penduduk melintas di atas danau Tes menggunakan perahu, mereka tidak berani berkata sembrono.
Alkisah, dahulu kala berdiri sebuah kerajaan bernama Kutei Rukam yang dipimpin oleh Raja Bikau Bermano. Sang Raja mempunyai delapan orang putra. Suatu ketika, Raja Bikau Bermano hendak melangsungkan upacara perkawinan putranya yang bernama Gajah Meram dengan seorang putri dari Kerajaan Suka Negeri yang bernama Putri Jinggai. Pihak istana kerajaan Kutei Rukam kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk melangsungkan pernikahan semeriah mungkin.
Tibalah hari pernikahan Pangeran Gajah Meram dengan Putri Jinggai. Awalnya upacara pernikahan berjalan lancar. Namun, tiba-tiba saja terjadi sebuah keanehan. Pangeran Gajah Meram dan Putri Jinggai tiba-tiba hilang entah kemana. Saat itu keduanya tengah melakukan upacara prosesi mandi bersama di tempat pemandian Aket di tepi Danau Tes. Tidak seorang pun tahu ke mana hilangnya pasangan itu.
Sontak saja Raja Bikau Bermano beserta permaisuri menjadi cemas. Khawatir terjadi sesuatu terhadap putra dan calon menantunya, sang Raja segera mengutus beberapa hulubalang untuk mencari mereka. Para hulubalang segera mencari di sekitar danau Tepi, namun tidak juga menemukan mereka berdua. Akhirnya para hulubalang kembali ke istana.
“Maafkan Kami, Baginda Raja. Kami tak berhasil menemukan putra mahkota dan Putri Jinggai di sekitar Danau Tes.” para hulubalang melapor.
“Kalian tidak berhasil menemukan mereka?” tanya sang Raja panik.
“Benar, Baginda Raja! Kami sudah berusaha mencari di sekitar danau, tapi kami tidak menemukan mereka.” jawab seorang hulubalang lainnya.
Raja Bikau Bermano kemudian mengumpulkan seluruh penghuni istana. Di depan seluruh penghuni istana, Raja menanyakan apakah ada diantara mereka yang mengetahui kemana perginya Pangeran Gajah Meram dengan Putri Jinggai.
“Adakah diantara kalian yang mengerahui keberadaan putra dan calon menantuku?” tanya Raja Bikau Bermano.
Tak seorang pun dari penghuni istana yang menjawab pertanyaan Raja. Semua orang hanya mampu terdiam. Dalam keheningan, tiba-tiba seorang orang tua kerabat Putri Jinggai dari Kerajaan Suka Negeri menjawab, “Hormat hamba, Baginda Raja. Izinkan hamba menyampaikan sesuatu hal.”
“Silahkan sampaikan wahai orang tua!” jawab sang Raja.
“Ampun, Baginda Raja. Setahu hamba, putra mahkota dan Putri Jinggai diculik oleh Raja Ular yang bertahta di bawah Danau Tes. Ular Kepala Tujuh sangat sakti juga sangat licik, kejam, dan suka mengganggu manusia yang sedang mandi di Danau Tes.” jawab si orang tua.
“Kalau hal itu benar, maka kita harus segera menyelamatkan mereka sekarang juga. Kita harus memikirkan cara untuk mengalahkan ular kepala tujuh.” kata Raja Bikau Bermano.
“Mohon ampun, Ayahanda. Izinkanlah Ananda pergi membebaskan abang Gajah Meram dan calon istrinya.” sahut Gajah Merik, putra bungsu raja.
Semua orang di istana merasa terkejut, karena Pangeran Gajah Merik baru berusia 13 tahun. Raja Bikau Bermano tentu saja tidak menyetujui permintaan putra bungsunya. Ia tak ingin kehilangan putranya yang lain. Namun Gajah Merik tetap memaksa dengan mengatakan bahwa sejak ia berusia 10 tahun, hampir setiap malam ia bermimpi didatangi oleh seorang kakek yang mengajarinya ilmu kesaktian.
“Baiklah putraku tercinta Gajah Merik. Besok engkau boleh pergi ke danau Tes untuk membebaskan abangmu. Tapi sebelumnya engkau harus terlebih dahulu pergi bertapa di Tepat Topes guna memperoleh senjata pusaka.” ujar sang Raja.
“Baik Ayahanda.” jawab Gajah Merik.
Keesokan harinya, berangkatlah Gajah Merik ke Tepat Topes untuk bertapa. Tempat itu terletak di antara ibu kota Kerajaan Suka Negeri dengan sebuah kampung baru. Selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik bertapa dengan penuh konsentrasi, tidak makan minum. Usai melaksanakan pertapaanya, Gajah Merik akhirnya berhasil memperoleh senjata pusaka berupa sebilah keris dan sehelai selendang. Keris pusaka itu mampu membuat jalan di dalam air sehingga dapat dilewati tanpa harus menyelam. Sementara selendang sakti, dapat berubah wujud menjadi sebuah pedang.
Selanjutnya, Gajah Merik kembali pulang ke istana dengan membawa kedua senjata pusakanya. Saat tiba di kampung Telang Macang, ia melihat beberapa prajurit kerajaan tengah menjaga daerah perbatasan Kerajaan Kutei Rukam dengan Kerajaan Suka Negeri. Karena tidak ingin terlihat oleh para prajurit, Gajah Merik langsung terjun ke dalam Sungai Air Ketahun menuju Danau Tes sambil memegang keris pusakanya. Gajah Merik merasa heran karena tak sedikit pun ia tersentuh oleh air sungai.
Awalnya Gajah Merik berniat hendak kembali ke istana terlebih dahulu, namun ketika melewati Danau Tes, ia berubah pikiran untuk segera mencari si Raja Ular. Gajah Merik kemudian menyelam hingga ke dasar danau. Tak berapa lama, ia berhasil menemukan tempat persembunyian Raja Ular sakti. Gajah Merik melihat sebuah gapura di depan mulut gua besar. Saat akan memasuki mulut gua, tiba-tiba ia dihadang oleh dua ekor ular besar.
“Hai, manusia! Kamu siapa? Berani sekali kamu masuk ke sini!” teriak seekor ular.
“Namaku Gajah Merik. Aku hendak membebaskan abangku, Gajah Meram.” jawab Gajah Merik.
“Kamu tidak boleh masuk!” cegat ular itu.
Gajah Merik tentu saja tetap menerobos masuk. Akibatnya terjadilah perkelahian sengit antara Gajah Merik dengan kedua ular tersebut. Setelah beberapa lama mereka bertarung, kedua ular tersebut akhirnya berhasil dikalahkan oleh Gajah Merik.
Selanjutnya Gajah Merik terus menyusuri lorong gua hingga masuk ke dalam. Setiap melewati pintu, ia selalu dihadang oleh dua ekor ular besar. Namun, Gajah Merik selalu memenangkan pertarungan. Ketika hendak melewati pintu ketujuh, tiba-tiba Gajah Merik mendengar suara tawa ular terbahak-bahak.
“Hei, Raja Ular jelek. Keluarlah hadapi Aku jika kau berani! Aku Gajah Merik, putra Raja Bikau Bermano dari Kerajaan Kutei Rukam. Lepaskan abangku beserta calon istrinya, atau Aku hancurkan istana ini!” seru Gajah Merik.
Merasa ditantang, sang Raja Ular pun mendesis. Desisannya mengeluarkan kepulan asap. Beberapa saat kemudian, kepulan asap itu menjelma menjadi seekor ular raksasa. Si Raja Ular mengatakan bahwa ia bersedia membebaskan Gajah Meram dengan syarat, Gajah Merik mampu menghidupkan kembali para ular pengawal yang ia bunuh dan Gajah Merik juga harus mempu mengalahkan Si Raja Ular Sakti.
Dengan kesaktian yang diperoleh dari kakek di dalam mimpinya, Gajah Merik segera mengusap satu per satu mata ular-ular yang telah dibunuhnya sambil membaca mantra. Dalam waktu sekejap, ular-ular tersebut hidup kembali.
Raja Ular terkejut melihat kesaktian anak kecil itu. “Sekarang lawanlah Aku. Tunjukkanlah kesaktianmu, kalau kamu berani!” jawab Ular Sakti Kepala Tujuh.
Tanpa berpikir panjang, Raja Ular langsung mengibaskan ekornya ke arah Gajah Merik. Gajah Merik yang sudah siap segera berkelit dengan lincahnya, sehingga terhindar dari kibasan ekor Raja Ular. Pertarungan sengit pun terjadi. Keduanya silih berganti menyerang dengan mengeluarkan jurus-jurus sakti masing-masing. Perkelahian antara manusia dengan binatang itu berjalan seimbang.
Sudah lima hari lima malam keduanya, namun belum ada salah satu yang terkalahkan. Ketika memasuki hari keenam, Raja Ular mulai kelelahan. Ia hampir kehabisan tenaga. Kesempatan tersebut tak disia-siakan oleh Gajah Merik. Ia terus menyerang hingga akhirnya Raja Ular sakti terdesak. Di saat yang tepat, Gajah Merik segera menusukkan selendangnya yang telah menjelma menjadi pedang ke arah perut Raja Ular.
“Aduuuhh… sakiiit!” Raja Ular menjerit rasa sakit.
Melihat Raja Ular sudah tak berdaya, Gajah Merik mundur beberapa langkah untuk berjaga-jaga siapa tahu raja ular sakti tiba-tiba kembali menyerangnya. “Kamu memang hebat, anak kecil! Aku mengaku kalah,” kata Raja Ular. Mendengar pengakuan Raja Ular Sakti, Gajah Merik segera membebaskan abangnya dan Putri Jinggai yang dikurung dalam sebuah ruangan.
Sementara di istana, Raja Bikau Bermano merasa. Sudah dua minggu Gajah Merik belum juga kembali dari pertapaannya. Oleh karenanya, sang Raja memerintahkan beberapa hulubalang untuk menyusul Gajah Merik di Tepat Topes. Namun, belum juga para hulubalang berangkat ke pertapaan Tepat Topes, tiba-tiba salah seorang hulubalang yang ditugaskan menjaga tempat pemandian di tepi Danau Tes datang dengan tergesa-gesa, mengabarkan bahwa Gajah Merik, Gajah Meram, dan Putri Jinggai telah kembali dengan selamat.
“Ampun, Baginda! Kami yang sedang berjaga-jaga di danau itu juga terkejut, tiba-tiba Gajah Merik muncul dari dalam danau bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai. Rupanya, seusai bertapa selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik langsung menuju ke istana Raja Ular dan berhasil membebaskan Gajah Meram dan Putri Jinggai.” hulubalang menjelaskan.
Tak berapa lama, Gajah Merik, Gajah Meram, dan Putri Jinggai tiba di istana dikawal beberapa hulubalang penjaga Danau Tes. Kedatangan mereka disambut gembira oleh sang Raja beserta seluruh keluarga istana. Kabar kembalinya Gajah Meram dan keperkasaan Gajah Merik menyebar ke seluruh pelosok negeri. Selanjutnya, sang Raja mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam.
Setelah itu, sang Raja menyerahkan tahta kerajaan kepada Gajah Meram. Namun, Gajah Meram menolak menerima tahta Kerajaan Kutei Rukam. Ia malah menganjurkan Raja untuk menyerahkan tahta kerajaan pada Gajah Merik. Setelah didesak, akhirnya Gajah Merik bersedia menerima tahta kerajaan Kutei Rukam dengan syarat ia boleh mengangkat Raja Ular beserta para pengikutnya yang telah ia taklukan menjadi hulubalang Kerajaan Kutei Rukam. Permintaan Gajah Merik dikabulkan oleh sang Raja. Akhirnya, Raja Ular yang telah ditaklukkannya diangkat menjadi hulubalang Kerajaan Kutei Rukam.
***
Referensi:
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...