Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sumatera Barat Payakumbuh
Legenda Tuanku Taram
- 15 Mei 2018

Taram Nan Tujuah, begitulah nama nagari ini lebih dikenal. Penggunaan  angka tujuh pada nama nagari itu merupakan sebuah keharusan karena banyak hal yang serba tujuh ada di Taram, di antaranya Nagari Taram terdiri atas tujuh suku, yaitu Simabua, Piliang Godang, Piliang Loweh, Bodi Caniago, Sumpadang, Pitopang, dan Malayu. Nagari Taram pun terdiri atas tujuh buah jorong, yaitu Jorong Sipotai, Jorong Tanjuang Ateh, Jorong Tanjuang Kubang, Jorong Balai Cubadak, Jorong Subarang, Jorong Parak Baru, dan Jorong Gantiang. Selain itu, Taram pun memiliki tujuh bukit, yaitu Bukik Godang dan Bukik Kociak, Bukik Talioa, Bukik Garudo, Bukik Bakia, Bukik Panjang, Bukik Sigorak, dan  Bukik Pingumbuak.

Dulu, Negeri Taram tanahnya gersang. Musim kering berkepanjangan. Tidak ada sumber air untuk mengairi sawah. Kalaupun ada sawah yang ditanami, itu hanya mengharapkan curah hujan. Hal itu terjadi akibat musim panas lebih lama daripada musim hujan. Padi dari sawah tadah hujan hanya cukup untuk menghadang ancaman kelaparan, sekadar bertahan untuk hidup, tidak bersisa untuk disimpan dalam lumbung.

Nagari Taram dialiri suatu sungai panjang yang bernama Batang Sinamar. Masyarakat Minangkabau menamai sungai dengan batang. Konon kabarnya, Batang Sinamar dahulu dipakai sebagai alat transportasi bagi masyarakat untuk berniaga dari satu daerah ke daerah lainnya. Sebagai jalur transportasi yang lumayan sibuk, Batang Sinamar kerap dilalui oleh para saudagar.

Suatu hari, satu rombongan pedagang berhenti di tepian Batang Sinamar yang persis berada di daerah Taram. Rombongan itu adalah rombongan pedagang dari Persia yang melewati jalur sungai untuk menjual dagangannya kepada penduduk pedalaman Minangkabau. Rombongan pedagang Persia tersebut tidak dapat singgah lama di Taram karena kondisi alam yang kering itu. Dalam rombongan itu terdapat seorang ulama yang bernama Ibrahim Mufti. Ketika rombongannya meninggalkan Taram, sang ulama memutuskan untuk tinggal dan menetap di daerah itu. Semua anggota rombongan merasa heran atas keputusan ulama itu. Namun, mereka menghargai keputusan itu karena mereka maklum bahwa apapun yang diputuskan olehnya, itu pasti hal-hal yang bermanfaat.

Suatu hari, sang ulama menancapkan ujung tongkatnya ke dalam tanah, lalu dihelanya tongkat itu sambil berjalan ke arah timur. Tanah kering yang tergerus tongkat Buya seketika lembab, basah, dan dialiri air yang datang entah dari mana. Sesampai di ujung paling timur, Buya berhenti. Dibiarkannya tongkat itu tertancap. Lebih dalam dari tancapan yang pertama. Kelak, titik tempat Beliau berhenti dinamai Kapalo Banda atau Hulu Sungai. Itulah mata air pertama di Taram. Dengan tongkat ajaib, Beliau membuat pusat pengairan yang mengalir menjadi sungai-sungai kecil. Sungai-sungai kecil berkumpul menjadi induk sungai yang bernama Batang Mungo sesuai dengan nama nagari yang dialirinya. Air terus mengalir besar, sawah penuh, kolam menggenang pula. Orang di luar kampung melihat kampung tersebut dipenuhi air dan menyebut nagari itu Taoram (Terendam) yang lama-lama disebut Taram.

Sejak kedatangan Buya Ibrahim Mufti dan peristiwa kekeramatannya, perlahan-lahan alam mulai bersahabat. Keadaan berubah menjadi lebih baik. Sejak itu, orang-orang Taram tidak lagi tergantung pada sawah tadah hujan. Mereka telah beroleh sumber air. Sawah-sawah pun membuahkan hasil berlebih-lebih. Lumbung-lumbung padi penuh terisi.

Dengan bantuan warga, di tengah perkampungan, Buya Ibrahim Mufti membangun suatu surau. Di sanalah Buya tinggal, di suatu bilik kecil di samping surau. Anak-anak berhamburan datang belajar mengaji. Begitu pun orang dewasa dan orang tua-tua berduyun-duyun untuk salat berjamaah, mendengarkan wirid, dan mengikuti pengajian. Buya memberi nama surau itu Surau Tuo, yaitu surau tertua atau pertama yang pernah ada di Taram. Selain sebagai guru mengaji, guru wirid, dan guru tasawuf, Buya dikenal memiliki banyak keistimewaan. Di bulan Ramadan, setiap keluarga di Taram menggelar acara buka bersama dan mengundang Buya untuk mendoakan keberkahan bagi tuan rumah. Suatu kali, keluarga Nuraya, keluarga Syamsidar, dan keluarga Wastiah menyelenggarakan buka bersama di hari yang sama. Secara bersamaan pula mengundang Buya.

Mereka bersitegang urat leher mempertahankan kesaksian masing-masing. Nuraya tidak percaya kalau Buya datang memenuhi undangan ke rumah Syamsida dan Wastiah sebab hari itu Buya ada di rumahnya. Begitu pun Syamsida dan Wastiah, keduanya berani bersumpah bahwa Buya juga hadir di rumah mereka masing-masing. Mereka tidak salah. Buya benar-benar memenuhi undangan ketiga keluarga itu. Selain itu, ada pula yang bersaksi, bahwa hari itu Buya tidak kemana-mana. Beliau berzikir, itikaf, dan berbuka bersama dengan jamaah magrib di Surau Tuo.

Di manakah jasad asli Buya saat itu?

Berapa banyakkah bayang-bayang Buya?

Ada yang menyebut bahwa Buya punya ilmu “bayang-bayang tujuh”. Jangankan undangan dari tiga keluarga, dari tujuh keluarga pun Buya akan menyanggupinya. Itu belum seberapa, ada yang pernah melihat Buya berjalan di atas air saat menyelamatkan orang hanyut di Sungai Batang Mungo.Oleh sebab itu, Beliau sering disebut Buya Keramat atau Tuanku Keramat.

Hari itu, Jumat 12 Syakban. Uwan Tobat bergegas datang ke Surau Tuo. Tukang cukur itu memenuhi janjinya untuk mencukur rambut Buya. Kecuali jenggot, Buya tidak suka wajahnya ditumbuhi bulu. Beliau benar-benar ulama yang taat pada sunah Nabi. Bila rambut penuh uban itu mulai tumbuh, Beliau akan memanggil Uwan Tobat. Meminta tukang cukur itu menggundulinya hingga  licin dan mengkilat.

 “Tolong agak cepat! Gunakan pisau cukur paling tajam! Sebentar lagi waktu Jumat akan masuk,” kata Buya pada Uwan Tobat.

Baru separuh rambut Buya tergunduli, Uwan Tobat tersentak kaget karena tiba-tiba Buya bangkit, berdiri dari duduknya, seolah-olah ada yang mengejutkan Beliau. Tampak ganjil bentuk kepala Buya. Sebelah kiri gundul, sedangkan yang sebelah kanan masih ada rambut.

“Wah, saya harus buru-buru pergi!” kata Buya tersentak.

“Tapi, rambut Buya belum selesai dicukur bukan?” jawab Uwan Tobat.

“Tidak apa-apa. Saya tidak bisa menunggu lagi,” jawab Buya semakin tergesa-gesa.

“Ada apa, Buya?” tanya Uwan Tobat penasaran.

“Ka’bah kebakaran. Saya harus segera membantu memadamkannya,” jawab Buya tegas dan pasti.

Buya berkepala botak sebelah itu tergesa-gesa berlari ke biliknya, berkemas dan memakai sorban. Masih tampak aneh, meskipun kepalanya sudah terlilit sorban. Sejenak Beliau duduk bersila, menunduk berzikir di depan mihrab Surau Tuo. Setelah itu Uwan Tobat tidak melihat apa-apa lagi. Seketika saja, jasad Buya menghilang seperti menguap dan raib entah ke mana.

Uwan Tobat, satu-satunya orang yang melepas kepergian Buya. Tukang pangkas itu  berkali-kali meyakinkan orang-orang bahwa Buya Ibrahim Mufti pergi berjihad, memadamkan api yang hendak meluluhlantakkan Baitullah di Mekah. Tentu saja sulit bagi mereka untuk memercayai begitu saja kebenaran cerita Uwan Tobat. Malah ada yang menganggap kesaksian itu mengada-ada, tidak masuk akal, dan hanya omong kosong yang dibuat-buat.

“Buya itu wali. Dalam sekali kerdipan mata, Beliau bisa tiba di Mekah. Andai bumi yang bulat ini ada tangkainya serupa buah Manggis, Buya akan menjinjingnya ke mana-mana. Demikian kekeramatan Beliau. Apa lagi yang kalian sangsikan?” demikian kata Uwan Tobat meyakinkan warga atas peristiwa yang disaksikannya dengan mata kepalanya sendiri.

Berbulan-bulan lamanya, peristiwa menghilangnya Buya masih menjadi duri dalam daging bagi orang-orang Taram. Mereka sulit menerima kenyataan. Sampai akhirnya Buya  tiada, orang kampung menganggap peristiwa itu hanya isapan jempol tukang cukur semata. Namun, akhirnya kesangsian orang kampung pada cerita Uwan Tobat terjawab setelah mendengar cerita dari Uwan Tongkin. Warga Taram itu baru pulang ke kampungnya setelah belasan tahun hidup dan tinggal di Tanah Suci. Uwan Tongkin semula mendalami ilmu-ilmu agama di Mekah. Setelah pendidikannya tamat, ia tidak kembali pulang ke kampung. Ia memilih menjadi pedagang lukisan kaligrafi dan kopiah haji di wilayah sekitar Masjidil Haram. Laki-laki ringkih itu meluap-meluap berkisah tentang peristiwa kebakaran Kabah beberapa hari sebelum kepulangannya.

Baitullah nyaris hangus menjadi abu,” katanya.

“Siapa yang memadamkan api itu?” tanya orang-orang.

“Untunglah ada seorang laki-laki tua. Secepat kilat, ia meloncat ke puncak Ka’bah. Dari ujung tongkatnya mengucur air, deras seperti air yang muncrat dari selang pemadam kebakaran. Dalam sekejap, api yang menjalar-jalar itu pun padam” demikian Uwan Tongkin melanjutkan ceritanya.

“Masih ingat ciri-ciri orang itu?” tanya salah seorang warga dengan antusias.

“Agak terlihat ganjil. Kepalanya licin sebelah. Sebelah kiri gundul, sedangkan yang sebelah kanan masih ada rambut,” Uwan Tongkin mengakhiri peristiwa yang dialaminya.

Semua orang terdiam mendengar kesaksian Uwan Tongkin. Mereka menyadari bahwa cerita Uwan Tobat benar adanya. Buya Ibrahim Mufti atau Tuanku Taram benar-benar orang keramat. Beliau adalah ulama pilihan di antara para ulama yang telah terpilih untuk menyampaikan ajaran agama.

Sepeninggal Buya Ibrahim Mufti, pengajian tasawuf dilanjutkan oleh tiga orang murid kesayangan Beliau, yakni Haji Mali, Haji Amak, dan Haji Jamil. Mereka juga memiliki banyak keistimewaan seperti Buya. Melalui Haji Jamil, orang-orang Taram menerima wasiat dari Buya. Setelah Buya meninggal, jasad Beliau tidak pernah ditemukan orang. Haji Jamil bermimpi bertemu arwah Buya. Dalam mimpi itu, Haji Jamil memohon agar Buya memberitahukan di mana Beliau dikuburkan agar kelak orang-orang Taram dapat berziarah ke makam Beliau.

“Bila muncul cahaya di malam bukan terang bulan, di sanalah saya,” jawab Buya.

“Bagaimana cara kami mengenali cahaya itu?” tanya Haji Jamil.

“Menggumpal, membulat, dan membesar seperti bola api. Melayang-layang dan berputar seperti gasing. Cahaya itu akan berhenti di setentang gundukan tanah seperti kuburan. Di sanalah makam saya!” jawab Buya Ibrahim Mufti.

Warga kampung pun menuruti wasiat Buya Ibrahim Mufti yang disampaikannya melalui mimpi Haji Jamil tersebut. Pada suatu malam gelap karena bulan hanya muncul sepotong seperti sabit saja, orang-orang dikejutkan oleh suatu sinar terang laksana bola api yang melayang dan berputar-putar di tengah Nagari Taram. Orang kampung mengikuti sinar terang itu. Sinar itu berhenti persis di atas suatu gundukan tanah. Orang kampung pun berhenti di tempat itu, sedangkan sinar itu pun pelan-pelan redup hingga hilang ditelan malam gelap. Setelah terkesima sejenak, warga pun menandai tempat itu. Esoknya mereka menandai gundukan tanah itu sebagai kuburan Buya Ibrahim Mufti atau Kuburan Keramat Tuanku Taram. Kelak di kemudian hari, di sebelah kuburan keramat didirikan masjid besar bernama Masjid Raya Taram. Kuburan keramat dan Masjid Raya terletak tidak jauh dari Surau Tuo.  

Surau Tuo, Kuburan Keramat, dan Kapalo Banda adalah  tempat-tempat istimewa di Taram. Saat ini, tempat-tempat tersebut menjadi objek wisata religi dan budaya yang ramai dikunjungi. Surau Tuo sudah sering dipugar karena usianya yang semakin tua. Namun, arsitektur tradisional surau tertua tersebut masih dipertahankan. Kuburan Keramat itu ditutupi dengan kelambu. Banyak orang yang datang untuk berdoa dan membayar nazar di tempat itu. Kapalo Banda diramaikan oleh wisatawan bila musim hujan tiba. Airnya yang jernih dan berjenjang dengan latar lekukan Bukit Barisan memesona mata pengunjung.

 

 

Sumber:

Diubah suai oleh Eva Krisna dari berbagai sumber

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya