Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Tengah Blora
Legenda Sungai Ilusi
- 13 Juli 2018

Di Kota Blora ada sebuah sungai yang melingkari kota. Sungai itu berada di sebelah timur kota Blora, mengalir dari utara ke selatan, kemudian berbelok ke arah barat. Sungai itu mengalir terus ke barat, masuk ke wilayah Purwodadi dan akhirnya bertemu dengan Sungai Serang. Sungai itu adalah sungai Lusi. Bagaimanakah kisah terjadinya sungai Lusi? Ikutilah kisah dibawah ini.
Pada zaman Prabu Sri Jayabaya, raja yang bertakhta di Kediri, ada tiga orang pengembara yang bernama Ki MRanggi, Parta Gendul, dan Parta Balung. Setelah sekian lama mengembara meninggalkan Kediri, mereka berhenti di sebuah hutan di Gunung Butak yang banyak ditumbuhi pohon jati. Ki Mranggi melihat seputar tempat tersebut dan merasa cocok untuk tinggal di situ.
“Aku rasa tempat ini cocok untuk tempat tinggal. Bagaimana pendapatmu Parta Gendul?” Tanya Ki Mranggi kepada Parta Gendul.
“Saya setuju saja Ki Mranggi,” jawab Parta Gendul.
“Dan kamu Parta Balung, apakah juga setuju kalau kita tinggal disini?” Ki Mranggi memandangi Parta Balung minta pendapat.
“Saya kira saya bisa menyetujuinya Ki MRanggi,” jawab Parta Balung.
Akhirnya, mereka bertiga memutuskan untuk tinggal di hutan yang terletak di Gunung Butak.
Ternyata di tempat itu juga sudah ada penghuninya sebelum mereka bertiga datang. Dia adalah Ki Bahurena. Ketika Ki Bahurena berjalan menuju mata air, ia melihat tiga orang yang sedang membangun rumah sederhana di dalam hutan.
Ki Bahurena mendekati dan berkata,” Perkenalkan, aku Ki Bahurena. Apakah kalian mau tinggal di sini? Aku senang kalau kalian bertiga tinggal di sini sehingga aku mempunyai tetangga. “Lalu Ki Bahurena menyalamai Ki MRanggi, Parta Gendul dan Parta Balung.
“Terima kasih Ki Bahurena. Kami memang kan berdiam di Gunung Butak ini. Kami bertiga berasal dari Kediri,” jawab Ki MRanggi. Lalu Ki Mranggi memperkenalkan dirinya dan kedua temannya, Parta Gendul dan Parta Balung.
“Kalau kalian mau tinggal di sini silakan. Bukankah semua tanah di muka bumi ini milik TUhan? Jadi, siapa saja boleh tinggal di sini asalkan berniat baik dan tidak mengganggu makhluk yang ada di sini, baik pohon maupun hewan.”
“Baik Ki Bahurena. Kami akan jaga selalu pesan itu,” mereka bertiga mennjawab bersamaan.
Mereka bertiga tinggal di hutan Gunung Butak dengan senang dan damai. Ki Mranggi berpesan kepada Parta Gendul dan Parta Balung.
“Segala sesuatu yang kalian kerjakan hendaknya memberitahu aku dulu. Sebab akulah yang membawa kalian kemari dan lagi kita di sini masih baru belum tahu seluk-beluk daerah ini. Dan ingatlah selalu pesan Ki Bahurena itu”.
Pada suatu hari, Parta Balung ingin membuat perahu. Lalu Parta Balung berkeliling di sekitar tempat tinggalnya, matanya tertuju pada pohon suren. “Inilah pohon yang saya cari-cari untuk membuat perahu,”katanya dalam hati. Parta Balung menebang pohon suren. Semua yang dilakukan oleh Parta Balung itu tanpa sepengetahuan Ki Mranggi.
Setelah pohon suren di tebang, mulailah Parta Balung membuat perahu. Belum sempat menyelesaikan perahunya, tiba-tiba turun hujan deras di sertai angin rebut sehari semalam lamanya. Di tengah hujan dan angin ribut itu, tiba-tiba muncul seekor ular naga. Ular naga tersebut berjalan di dalam tanah, dan muncul gundukan tanah seperti bukit pada bekas jalannya. Tanah yang di lewati ular naga itu longsor dan longsoran tanah itu berubah menjadi aliran lumpur dan akhirnya terjadi banjir lumpur. Semua benda yang di terjang banjir lumpur itu roboh, pohon-pohon jati bertumbangan dan hutan menjadi rusak. Rumah-rumah penduduk di kaki Gunung Butak tidak luput dari amukan banjir lumpur itu, demikian juga rumah Ki Mranggi dan Ki Bahurena.
Ki Mranggi melihat di sekitar rumahnya dan disekitar hutan, ternyata telah rusak semua. Lalu ia berkata.
“Tempat ini telah rusak di terjang banjir lumpur. Oleh karena itu, tempat ini akan di namakan Desa Coban sebab di sini aku mendapat cobaan dari Tuhan.”
Lalu Ki Mranggi mencari ular yang telah membuat kerusakan parah itu. “Parta Gendul dan Parta Balung, kalian jangan pergi meninggalkan rumah ini. Walaupun sudah rusak kalian harus tetap jaga rumah ini. Aku akan pergi,” kata Ki Mranggi.
“Ki Mranggi akan pergi kemana?” Tanya Parta Gendul dan Parta Balung serempak.
“Aku mencari tempat tinggal ular naga yang telah merusak semuanya ini.”
“Baiklah Ki Mranggi, kami berdua akan tetap di sini. Hati-hatilah semoga berhasil.”
“Terima kasih. Aku segera pergi.”
Pencarian Ki Mranggi tidak membawa hasil. Ia gagal mendapatkan ular naga yang sudah menimbulkan kerusakan.
“Hampir putus asa aku. Sudah berjalan ke sana kemari, tidak dapat aku temukan ular naga itu. Aku harus mencari bantuan,” kata Ki Mranggi dalam hatinya.
Lalu ia mencari bantuan ke Syekh Jatikusuma yang bertapa di puncak Gunung Butak. Perjalanan menuju Gunung Butak harus mendaki dan menerobos hutan yang lebat. Perjalanan yang sangat melelahkan! Namun, demi tekad untuk memperoleh bantuan, segala jerih lelah tidak dirasakan oleh Ki Mranggi.
“Ada perlu apa saudara datang kemari?” kata Syekh Jatikusuma kepada Ki Mranggi yang mendatanginya di pertapaan.
“Aku datang ke pertapaan Syekh untuk memohon bantuan,” kata Ki Mranggi.
“Ada persoalan apa dan apa yang dapat saya lakukan? Kalau aku bisa, pasti aku membantumu, “jawab Syekh Jatikusuma.
“Begini Syekh Jatikusuma. Beberapa waktu yang lalu, di tempat aku tinggal di kaki Gunung Butak terjadi banjir lumpur. Banjir lumpur itu terjadi karena ulah ular naga yang berjalan di dalam tanah. Aku sudah mengejarnya berhari-hari, tetapi tidak menemukannya. Karena itu, aku datang ke sini mohon pertolongan Syekh.”
“Ya, sekarang aku mengerti. Aku akan menolongmu.”
Kemudian Syekh Jatikusuma meninggalkan Ki Mranggi. Ia mengambil pusaka Kiai Akik Ampal Bumi. Ia menjumpai kembali Ki Mranggi yang tertegun melihat pusaka yang di pegang oelh Syekh Jatikusuma.
“Keris apa itu?” Tanya Ki Mranggi penuh keheranan.
“ini keris pusaka Kiai Akik Ampal Bumi. Dengan pusaka ini, aku dapat menemukan tempat ular naga berada.”
Lalu Syekh Jatikusuma menancapkan pusaka itu di puncak Gunung Butak dan terbukalah puncak Gunung Butak itu. Di dalamnya ular naga sedang tidur pulas, tampak jinak dan tidak ganas. Namun, tiba-tiba datang angin ribut dan hujan deras yang berlangsung sampai beberapa hari.
Setelah hujan reda, di puncak Gunung Butak muncul beberapa mata air. Melihat munculnya beberapa mata air, Ki Mranggi terkejut dan bertanya kepada Syekh Jatikusuma.
“Dari manakah munculnya mata air itu dan akan mengalir kemanakah air itu?”
Syekh Jatikusuma dengan tenang dan yakin menjawab, “Lihatlah dan perhatikan saja ke mana airnya mengalir, kamu nanti akan mengerti.”
Mata air yang airnya mengalir ke timur dinamakan Sungai Kesemen melewati Desa Tahunan, Bangilan, dan terus ke Bojonegoro. Air yang mengalir kea rah barat menjadi Sungai Brubulan. Air yang mengalir kea rah utara menjadi sungai Mudal melewati daerah Pamotan. Sementara itu, mata air yang airnya mengalir ke arah selatan melalui Desa Gunung Kajar terus ke BLora dinamakan Sungai Lusi. Mengapa? Sebab daerah yang di lalui air tersebut tanahnya menjadi longsor dan para penduduknya mencari selamat atau mengungsi. Mengungsi dalam bahasa Jawa Kuno disebut ngusi. Dari kata ngusi itulah lahir nama Sungai Lusi.
Setelah melihat peristiwa itu. Ki Mranggi pulang ke rumahnya dan hidup seperti sedia kala. Ia hidup bersama Parta Gendul dan Parta Balung serta hidup berdampingan dengan Ki Bahurena. Setelah kematian Ki Mranggi, makamnya banyak di ziarahi dan makam itu di sebut sebagai Pundhen Mranggi sedangkan makam Ki Bahurena di sebut sebagai Pundhen Bahurena.

Sumber: http://sdn04vkototimur.blogspot.com/2014/04/legenda-sungai-lusi.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline