Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Selatan Bone
Legenda Satu Kampung Dikutuk Jadi Batu di Gua Mampu Bone Sulawesi
- 7 Juli 2018

Legenda Gua Mampu tidak bisa lepas dari sejarah Kerajaan Mampu. Namun, detail sejarah Kerajaan Mampu tidak seeksis catatan sejarah Kerajaan Bone. Hal ini disebabkan kurangnya bukti-bukti sejarah yang ditemukan.

Kerajaan Mampu lalu berasimilasi dengan Kerajaan Bone melalui perkawinan hingga kerajaan tua ini meredup. Namun, saat ini banyak masyarakat, yang masih bermukim di wilayah itu maupun telah merantau, mengklaim sebagai keturunan Kerajaan Mampu.

Menurut Andi Darma, sejarah Kerajaan Mampu dan legenda Gua Mampu bagai sisi mata uang. Walau dari hasil penelitian tidak ada bukti yang menghubungkannya, legenda Gua Mampu dilestarikan secara turun-temurun melalui cerita rakyat.

Dari literatur 'Kerajaan Bone di Lintasan Sejarah' yang diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bone tahun 2015, peristiwa ini bermula pada zaman kacau balau, termasuk di Mampu. Suatu hari, setelah didahului oleh peristiwa alam yang menakutkan dan menimbulkan kekacauan, tiba-tiba muncul dua orang bersaudara di ujung sebelah timur Bukit Lapakkang Riawang yang tidak diketahui asal usulnya. Kedua orang ini bernama  Guttu Tallemma.  Sementara, yang wanita bernama We Sinra Langi.

Karena saat itu tidak ada hamba yang bisa disuruh mengambil alat tenunnya, dia memanggil anjingnya yang bernama La Sarewong untuk memungutnya. Anjing tersebut lalu memungut dan meletakkannya di hadapan We Apung Mangenre. Setelah itu terjadi keanehan pada dirinya. Bagian tubuh mulai berubah menjadi batu.

Ketika orangtuanya kembali, mereka 'makkamparang' (bertanya keheranan sambil menunjuk) dan setiap orang yang makkamparang akan berubah menjadi batu. Begitu juga dengan seantero negeri Mampu, semuanya makkamparang sehingga seluruh kampung itu menjadi batu. Peristiwa ini disebut 'sijello to Mampu' dalam legenda tersebut.


Tidak lama setelah kehadiran kedua orang ini, di sebelah barat muncul lagi dua orang bersaudara yakni seorang pria yang bernama La Paturungi dan seorang wanita yang bernama We Senggeng Talaga. Kehadiran keempat orang tersebut yang dikultuskan (disimbolkan Tomanurung), ternyata menarik simpati masyarakat Mampu dan bermaksud menjadikannya pemimpin (arung). Kemudian, di antara keempat To-Manurung ini terjadi kawin saling silang.

Setelah perkawinan, kedua pasang To-Manurung hidup makmur dan damai. Selanjutnya, pasangan pertama yaitu Guttu Tallemma dengan We Sengeng Telaga, melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Oddang Patara, sedangkan pasangan yang lain yaitu Lapaturungi dengan We Sinra Langi melahirkan anak yang bernama We Lele Ellung, La Oddang Patara lalu menikah dengan sepupunya, We Lele Ellung, dan beranak pinak. Hal ini membuat La Oddang Patara menguatkan kedudukannya sebagai raja Mampu.

Lalu, terjadi bencana. Sang Dewata mengutuk Kerajaan Mampu menjadi batu. Kutukan tersebut akibat keangkuhan putri bungsu La Oddang Patara yang bernama We Apung Mangenre. Kala itu, dia sedang menenun sarung, namun salah satu alat tenunnya yaitu 'Kapelu' (gulungan benang), terjatuh ke tanah.

Ketika orangtuanya kembali, mereka 'makkamparang' (bertanya keheranan sambil menunjuk) dan setiap orang yang makkamparang akan berubah menjadi batu. Begitu juga dengan seantero negeri Mampu, semuanya makkamparang sehingga seluruh kampung itu menjadi batu. Peristiwa ini disebut 'sijello to Mampu' dalam legenda tersebut.
 
Terdapat pula cerita rakyat dalam versi sedikit berbeda, yakni di Kerajaan Mampu dahulu kala ada sepasang pengantin baru yang belum saling mengenal. 


Pengantin perempuan memiliki kelebihan pandai menenun kain (mattennung). Suatu ketika, salah satu alat tenunnya (anak caropong) jatuh di bawah rumahnya. Pengantin perempuan tersebut harus melewati tangga untuk turun mengambil anak caropongnya yang ada di bawah rumah.

Namun, dia malu untuk turun ke tanah karena suaminya duduk di tangga. Maklumlah, keduanya belum saling mengenal (belum sikacuang). Sehingga, mereka mengurungkan niatnya untuk turun ke tanah.

Setelah itu mereka kembali ke dalam rumah. Pada saat itu pula ada seekor anjing lewat di bawah rumah. Selanjutnya, mereka meminta tolong kepada anjing tersebut untuk mengambilkan alat tenunnya yang jatuh di bawah rumah, lalu mengatakan "Asu! Alangekka ana' caropokku’ (ambilkan anak ceropongku).

Setelah pengantin tersebut berkata yang sama, anjing itu langsung menggigit anak caropong tersebut. Seketika, anjing dan seluruh isi Kerajaan Mampu termasuk raja Mampu berubah menjadi batu (malebbo), dikutuk oleh Dewatae.

Legenda ini disebarkan melalui tutur oleh warga setempat. Namun, seiring perkembagan teknologi dan pengetahuan, legenda ini mulai terkikis. Generasi baru bahkan mulai tidak mengetahui cerita tersebut. Stalagmit dan stalagtit Gua Mampu pada akhirnya hanya sebatas fenomena alam yang indah tanpa kesan mitos nan mistis.

Sumber: http://www.alamisteri.com/2017/04/legenda-satu-kampung-dikutuk-jadi-batu.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline