Alkisah, ada sebuah kerajaan di daerah Simalungun. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Rakyatnya hidup makmur. Raja itu memiliki seorang putri yang luar biasa cantiknya. Kecantikannya bahkan terkenal sampai ke negeri seberang. Sayangnya, sang Putri memiliki sifat yang jelek. Ia suka mengucapkan kata-kata buruk. Orang mengebutnya putri yang latah.
Jika ada kejadian yang tidak mengenangkan hatinya, ia dengan mudahnya berkata buruk. "Aih... air sungai Iebih enak rasanya dari teh buatanmu ini," katanya suatu hari pada salah seorang dayang istana.
"Lebih baik jadi orang buta daripada harus memandangi wajahmu yang cemberut terus," katanya lagi di lain hari. Raja dan Ratu selalu mengingatkannya agar berhenti mengucapkan kata-kata buruk. Mereka takut, jika suatu saat ucapan Putri itu menjadi kenyataan. "Bagaimana jika kau benar-benar buta nanti?" tanya Ratu cemas. Putri tak peduli. Dari hari ke hari, perkataan buruknya bertambah banyak.
Suatu hari, datanglah raja muda dari negeri seberang. Rupanya raja muda itu telah mendengar tentang kecantikan sang Putri. Kebetulan ia sedang mencari wanita untuk dijadikan permaisuri. "Jika Baginda mengizinkan, saya ingin melamar putri Baginda," kata raja muda itu.
"Tentu aku setuju. Dengan menikahnya kalian berdua, kekuatan kita akan semakin besar. Rakyat kita semakin banyak. Aku akan segera memberitahu putriku," jawab Raja.
Setelah semuanya disetujui, akhirnya diputuskan bahwa pesta pernikahan akan dilaksanakan bulan depan. Raja ingin mengadakan pesta besar, apalagi Putri adalah anak satu-satunya.
Putri amat bahagia dengan lamaran Raja muda itu. Apalagi ia juga berparas tampan. Putri bertambah rajin merawat dirinya, supaga ia bertambah cantik di hari pernikahan nanti.
Suatu hari, seperti biasa, Putri mandi di danau. Sambil menggosok-gosok tubuhnya, ia bersenandung kecil. "Lalala... lilili... senangnya hati ini...", demikian senandungnya.Tiap hari, ia rajin mandi di danau kecil di belakang istana. la juga mencampur air mandinya dengan bermacam-macam bunga gang harum. KuIitnya yang halus pun digosok dengan lembut. Ia benar-benar tak ingin ada cacat sekecil apa pun di tubuhnya.
Tiba-tiba, seekor burung melintas di atas kepalanya. Ia sangat terkejut, dan langsung menengadah. Ternyata burung itu mematuk hidungnya. Putri tak sempat menghindar, darah berceceran dari hidungnya. "Aduhh... hidungku!" ia menjerit sambil memegang hidungnya yang berdarah, Putri pun menangis.
"Bagaimana ini, Bi Inang? Hidungku ini pasti cacat. Semuanya gara-gara burung nakal itu," kata Putri pada inangnya. Putri terus tersedu-sedu. Ia kecewa karena tak bisa menjaga kecantikannya. "Mana mau raja muda itu menikahi wanita dengan hidung begini?" isaknya. Bi Inang mengelus- elus rambutnya. "Jangan khawatir, Putri. Jika raja muda memang mencintai Putri, luka kecil ini pasti tak jadi masalah," katanya menghibur.
"Luka kecil? Ini bukan luka kecil Bi!" teriak Putri dengan marah.
Akhirnya Putri memutuskan untuk pulang ke istana dan menunjukkan lukanya pada ibunya. "Tenang Nak, ini hanya luka biasa. Nanti setelah diobati oleh tabib istana, luka ini pasti akan kering," hibur Ratu.
"Tapi aku malu, Bu. Luka ini pasti akan membekas dan berwarna hitam. Raja muda pasti membenciku," jawab Putri. Setelah terdiam sejenak, tiba-tiba Putri berkata, "Mungkin lebih enak jadi ular. Kulitnya tebal dan bersisik. Luka sedikit pasti tak akan kelihatan."
Ratu tak percaya melihat melihat kenyataan itu. Tapi setelah melihat sorot mata ular itu, yakinlah ia bahwa ular itu memang putrinya. Ratu menangis. Ia menyesali perkataan putrinya yang diucapkan secara sembrono.Sebelum Ratu sempat menjawab, tiba-tiba langit menjadi gelap dan petir menyambar-nyambar. Ratu dan Putri ketakutan. Mereka saling berpelukan. "Ya ampun, anakku, apa yang terjadi padamu?" teriak Ratu panik. Ratu segera melepaskan pelukannya. Yang tampak di hadapannya bukan lagi putrinya yang cantik, tapi seekor ular besar dengan kulit hitam kehijauan. Kulit ular itu sangat kasar dan penuh sisik, persis seperti yang diharapkan sang Putri. "Anakku, bukankah sudah berulang kali Ibu ingatkan agar menjaga ucapanmu?" isaknya sedih. Ular itu tak bisa menjawab. Ia hanya menggelengkan kepalanya sambil mendesis. Namun, matanya menitikkan air mata. Tanda bahwa ia amat menyesal. "Maafkan aku, Ibu. Aku telah mengecewakan Ibu dan Ayah," kata ular itu dalam hati.
Nasi sudah jadi bubur. Waktu tak dapat diputar lagi. Semua persiapan untuk pernikahan pun sia-sia. Raja juga tak mampu berbuat apa-apa. Akhirnya, putri yang berubah jadi ular itu tinggal di halaman belakang istana. Ia lebih senang tinggal di alam bebas.
Bi Inang dan para dayang tetap menjaganya dengan baik. Sekarang mereka memanggilnya "Putri Ular".
https://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-sumatera-utara-terpopuler/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...