Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Utara Sibolga
Legenda Putri Rubiah Menjadi Batu di Teluk Karang Ujung Sibolga
- 22 November 2018

Beberapa abad yang lalu, di sebuah desa yang bernama Kalangan, hidup seorang gadis cantik. Gadis itu bernama Putri Rubiah. Selain berwajah cantik, Putri Rubiah juga bertabiat baik dan taat menjalankan ibadat agama. Kecantikan dan kesalehan gadis Rubiah ini terdengar sampai ke tempat-tempat jauh dan menjadi bahan pembicaraan rakyat banyak. Banyak sudah pemuda yang datang untuk melamar Rubiah. Di antara mereka ada yang kaya raya, ada yang gagah perkasa, ada pula yang keturunan bangsawan.

Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang berkenan di hati Rubiah. Pada suatu hari datanglah seorang kiai bernama Alwi ke Desa Kalangan. Kyai Alwi berasal dari Sumatera Barat. Kedatangan Kyai Alwi ke Desa Kalangan adalah untuk menyebarkan agama, bukan untuk melamar Rubiah. Akan tetapi, setelah Alwi menyaksikan kecantikan dan kesalehan perilaku Rubiah, ia jatuh cinta. Ia ingin mengambil Rubiah sebagai istri. Ternyata cinta Alwi ini disambut baik oleh Rubiah.

Kisah Putri Rubiah

Pada suatu hari yang baik, Alwi dan Rubiah menikah. Mereka saling mencintai. Kehidupan mereka sebagai suami-istri sangat manis dan selalu dijadikan contoh oleh rakyat Kalangan dan sekitarnya. Beberapa tahun telah lewat. Kehidupan suami-istri itu tetap mesra. Bahkan pada waktu mereka berangkat tua, cinta kasih di antara mereka masih tetap tidak berubah. Sayang mereka belum juga dikaruniai anak. Keadaan ini memang suatu penderitaan, tetapi tidak membuat cinta mereka menj adi berkurang.

Pada suatu hari, mereka menyadari bahwa mereka termasuk berasal dari marga yang sama, yaitu marga Tanjung. Menurut adat Tapanuli, laki-laki dan perempuan yang semarga tidak dibenarkan kawin. Perkawinan semarga dianggap sebagai perkawinan antar saudara kandung. Benar-benar suatu yang aib. Alwi maupun Rubiah sangat bersedih hati mendapati kenyataan demikian. Kesedihan mereka berdua inilah yang akan menjadi isi cerita rakyat dari Sumatera Utara ini.

Setelah penduduk Desa Kalangan mengetahui bahwa mereka semarga, penderitaan Putri Rubiah dan Kyai Alwi makin bertambah-tambah. Setiap hari mereka mendengar sindiran, ejekan, bahkan makian masyarakat sekitarnya. Masyarakat menghina mereka karena menganggap pernikahan Putri Rubiah dan Kyai Alwi tidak sah. Putri Rubiah dan Kyai Alwi merasa tidak dapat bertahan hidup lebih lama lagi di Kalangan. Rupa-rupanya tidak ada kemungkinan lain bagi kedua suami-istri itu untuk bertempat tinggal disana kecuali meninggalkan desa Kalangan secepatnya. Akan tetapi, ke mana mereka akan pergi? Rasa malu mencegah mereka pergi ke tempat-tempat yang penduduk mengenalnya.

Alwi merasa kasihan apabila istrinya juga harus pergi. “Biar aku saja yang pergi,” katanya dalam hati. “Memang aku yang membawa sial. Jika aku pergi, tentunya keadaan menjadi baik. Rubiah pasti akan diterima kembali oleh orang-orang disini. Ia sama sekali tidak bersalah.”

Setelah berpikir masak-masak, Alwi mengambil keputusan penting. Pada suatu malam, secara diam-diam ia meninggalkan desa Kalangan. Ia membulatkan tekad untuk meninggalkan Putri Rubiah agar bisa mengakhiri hinaan masyarakat desa setempat. Dengan mengendap-endap, Kyai Alwi berjalan menuju ke pantai. Kebetulan di sana ada sebuah kapal yang akan berlayar. Kyai Alwi merasa bersyukur ada kapal yang siap berangkat ke tengah lautan.

 

Kyai Alwi Berlayar

Alwi mendekat ke arah kapal dengan perasaan ragu-ragu. Di satu pihak, ia merasa harus pergi meninggalkan Putri Rubiah karena masyarakat Kalangan mengutuknya. Di lain pihak, berat sekali rasanya meninggalkan Rubiah yang amat dicintainya. Putri Rubiah telah mencintainya dengan sepenuh hati. Ia tidak meragukan hal itu. Semakin ia mencintai Putri Rubiah, semakin ia ingin meninggalkannya karena ia tidak mau Putri Rubiah terus menerus dihina warga Desa Kalangan.

Alwi tersadar dari lamunannya. Ia mempercepat langkah menuju kapal yang siap berlayar. Alwi menemui nakoda kapal itu. Ia mengatakan akan ikut berlayar dengan kapal itu. “Ke mana Saudara akan pergi?” tanya nakoda dengan nada ingin tahu.

“Ke mana saja kapal ini berlayar, saya akan ikut,” jawab Alwi cepat. Nakoda kapal tidak langsung menjawabnya. Rupanya sang nakoda menaruh curiga kepada Kyai Alwi.

“Tolonglah, Pak,” sambung Alwi, “pendeknya saya harus secepat mungkin meninggalkan tempat ini.”

Nakoda kapal itu menjadi ragu-ragu. Ia curiga, jangan-jangan orang ini pencuri atau perampok, bahkan barangkali seorang pembunuh. Nakoda masih mempertimbangkan maksud hati Alwi. Dipanggilnya dua orang pembantunya. Mereka membicarakan permintaan Alwi yang aneh itu.

Merasa dicurigai, Alwi berkata, “Demi Allah, saya bukan orang jahat, Pak. Bukan pencuri atau pembunuh.” Nakoda kapal dan para pembantunya saling berpandangan.

Sebelum mereka bertanya, Alwi sudah menceritakan keadaannya. Ia harus meninggalkan tempat itu karena telah melakukan suatu tindakan yang dianggap tercela. Tanpa mengetahui sebelumnya, ia telah kawin dengan seorang perempuan semarga. Nakoda kapal itu berunding lagi dengan para pembantunya.

“Seandainya engkau menjadi dia, apa yang akan kamu lakukan?” tanya nakoda itu kepada kedua pembantunya. Kedua pembantu nakoda menyetujui keinginan Kyai Alwi untuk ikut berlayar. Akhirnya mereka sepakat untuk mengizinkan Alwi menumpang kapal. Maka kapal itu lalu membongkar sauh, dan mulai berlayar ke tengah lautan.

Penderitaan Putri Rubiah

Kisah legenda Putri Rubiah dari Sumatera Utara berlanjut. Ketika kapal itu mulai bergerak meninggalkan pantai, terlihat ada seorang perempuan tua berlari-lari mendekati pantai. Dengan teriakan yang keras disertai isak tangis, perempuan itu memanggil-manggil nama Alwi. “Suamiku! Kembalilah kesini! Apapun yang terjadi aku tetap mencintaimu,” ujar Putri Rubiah sambil berlari menuju dermaga tempat kapal bergerak dengan perlahan.

Akan tetapi, tidak ada seorang pun penumpang kapal itu yang mendengarnya. Perempuan tua itu memang Rubiah. Tadi ketika terbangun ia merasakan bahwa Alwi tidak ada. Setelah gagal mencari suaminya di sekitar rumah, Rubiah menuju ke pantai. Dari kejauhan ia melihat suaminya naik ke kapal dan berbicara dengan beberapa orang. Kini mereka telah pergi meninggalkannya sendiri.

Dengan bercucuran air mata, Putri Rubiah menyaksikan kapal yang ditumpangi suaminya makin menjauh. Makin lama kapal itu terlihat makin kecil. Untuk dapat melihat dengan lebih jelas, Rubiah naik ke sebuah batu karang yang agak tinggi. Ia berdiri di sana dengan hampir tidak berkedip. Dengan pilu dilihatnya kapal itu makin jauh, dan akhirnya lenyap dari pandangan.

Sehari semalam sudah Rubiah berdiri di atas batu karang itu. Ia selalu berharap bahwa suaminya kembali lagi ke desa itu. Berkali-kali ia melambaikan tangan ke laut lepas. Dingin di malam hari dan panas matahari tidak dirasakannya. Yang ada dalam pikiran Rubiah hanya harapan bahwa suaminya pulang. Atau setidak-tidaknya orang yang dicintainya itu mengajaknya pergi.

Putri Rubiah berharap dapat mengikuti ke mana pun suaminya pergi. Setelah sadar ternyata bahwa suaminya tidak kunjung datang, Putri Rubiah pulang ke rumah dengan perasaan sedih dan kecewa. Tetangga-tetangganya masih tetap menyindir dan mengejek. Tidak ada seorang pun yang peduli dengan kepergian suaminya. Tentu saja keadaan ini membuatnya tidak betah tinggal di rumah.

Maka setelah sejenak beristirahat, Rubiah pergi lagi ke batu karang itu. Di sana ia mengamati laut dan sekali-sekali melambaikan tangannya. Itulah yang dikerjakan Rubiah setiap hari. Berlama-lama menanti suami di batu karang telah menjadi kegiatan sehari-hari Putri Rubiah. Kadang ia pulang sebentar ke rumah. Kemudian Rubiah merasakan bahwa ia akan lebih terhibur jika ada di batu karang itu. Setidak-tidaknya ia dapat memandang jauh ke laut, dan berharap akan ada kapal datang membawa suaminya.

Sebaliknya, di rumah hanya kesedihanlah yang ada. Setiap kali didengarnya para tetangga masih saja menyindir dan mengejek. Setelah mempertimbangkan masakmasak, Putri Rubiah memutuskan untuk tinggal di batu karang saja. Ia hanya membawa sehelai mukena dan sajadah untuk mengerjakan ibadah shalat. Yang dilakukan di atas karang itu ialah termenung, melamun, sembahyang, berdendang, berdoa, tidur, dan bangun lagi.

Cerita rakyat dari Sumatera Utara menyebutkan bahwa dari hari ke hari itulah kerjaan yang dilakukan Putri Rubiah. Kalau merasa lapar, ia akan makan apa saja yang terdapat di sekitarnya. Ia selalu membayangkan suaminya yang alim, tampan, dan kekar duduk disampingnya. Kadang-kadang seperti didengarnya, suaminya itu memanggil-manggil. Tubuh Rubiah makin kurus kering. Karena kesehatan yang makin menurun, ia lebih sering berbaring daripada berdiri atau duduk.

Akibat kurang menjaga kesehatan, Putri Rubiah mengalami sakit parah. Tidak ada seorang pun yang peduli kepadanya. Sampai pada suatu hari ia tidur untuk selamalamanya alias meninggal dunia di atas batu karang. Dengan kuasa Tuhan, tubuhnya yang mengenakan mukena itu berubah menjadi batu. Itulah Keramat Ujung Sibolga yang sampai sekarang batu itu masih dikeramatkan orang. Keramat Ujung Sibolga menjadi semacam batu peringatan. Tiap kali melihat batu karang Ujung Sibolga, orang menjadi ingat akan cinta dan kesetiaan abadi yang ditunjukkan oleh Putri Rubiah. Demikian kisah legenda rakyat Sumatera Utara yang mengkisahkan asal-usul batu keramat di Ujung Sibolga. Kisah legenda Putri Rubiah ini menjadi pengingat kita bersama agar lebih bijak dalam mengambil keputusan penting dalam membangun pernikahan.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline