Guo Lowo terletak di desa Watuagung kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek, kurang lebih 30 km dari kota Trenggalek, juga 30 km dari kota Tulungagung atau kurang lebih 180 km dari Kota Surabaya kearah pantai selatan, tepatnya kearah pantai Prigi Kecamatan Watulimo. Berikut ini adalah cerita penemuan Guo Lowo dan Watulimo :
Seorang bernama Lomedjo bertempat tinggal di Desa Watuagung waktu masih kecil sering kali mendengar cerita ayah maupun kakeknya bahwa prajurit kerajaan Mataramlah yang berhasil membuka hutan dan membuka wilayah Prigi, yang pada saat itu masih merupakan hutan belantara yang belum terjamah manusia. Ksatria mataram tersebut adalah Raden Tumenggung Yudho Negoro yang nama aslinya Raden Kromodiko. Karena jasa-jasanya terhadap mataram maka mendapat anugerah nama kehormatan Raden Tumenggung Yudho Negoro tersebut.
Ketika itu tidak mudah untuk membuka suatu lahan membentuk wilayah baru. Berbagai hambatan dijumpai Raden Tumenggung Yudho Negoro beserta rombongan, baik rintangan alam maupun berbagai rintangan yang berbau misteri, karena begitu memasuki wilayah teluk Prigi terlihat gelap gulita, angker dan perasaan ngeri menyelimuti seluruh rombongan prajurit Mataram. Berkenaan suasana seperti itu maka seluruh rombongan bermusyawarah yang akhirnya mengambil keputusan sebelum melaksanakan “babat hutan” terlebih dahulu mohon petunjuk Gusti Yang Maha Kuasa dengan laku semedi dan puasa.
Ketika menyelenggarakan musyawarah tersebut Raden Tumenggung Yudho Negoro dan para kepercayaannya duduk di atas batu yang jumlahnya 5(lima) buah. Maka sebagai tetenger pada akhirnya tempat tersebut dinamakan Watulimo sebagaimana perintah Raden Tumenggung Yudho Negoro untuk anak cucu selanjutnya.
Untuk melaksanakan hasil kesepakatan musyawarah maka Raden Tumenggung Yudho Negoro segera melaksanakan puasa dan mencari tempat yang dianggap tepat untuk melaksanakan semedi. Berdasarkan petunjuk dari Yang Maha Kuasa dicarilah gua besar sekitar Watulimo oleh seluruh rombongan yang menuju utara menemukan sebuah gua yang sangat luas dan dijaga seekor kura-kura raksasa. Setelah Raden Tumenggung Yudho Negoro menerima laporan para prajuritnya, seketika bergegas menuju tempat yang ditujukkan oleh prajurit, namun para prajurit tidak mampu menjinakkan kura-kura raksasa yang mengahalangi siapapun yang bermaksud memasuki gua.
Berkat kesaktian Raden Tumenggung Yudho Negoro dengan pusaka saktinya, dijadikan kura-kura tersebut menjadi batu. Hingga sekarang dimulut Guo Lowo terdapat batu yang menyerupai kura-kura dengan diameter 9 meter lebar 4,5 meter.
Untuk melaksanakan semedi ini dilakukan menganut arah empat penjuru oleh pembantu-pembantu setia Raden Tumenggung Yudho Negoro. Pembagian tempat ini adalah : sebelah selatan oleh Wirjo Udara, sebelah utara diserahkan kepada Yang Pamong Amat Adiwirjo, sebelah timur kepada Raden Sutrisno, sebelah barat kepada Raden Putro Widjojo. Sedangkan ditengah-tengah sebagai pusat dilaksanakan sendiri oleh Raden Tumenggung Yudho Negoro.
Nah tempat semedi Yang Pamong Amat Adiwiryo inilah yang menurut cerita kakek maupun ayah Lomedjo kecil pada waktu itu adalah Guo Lowo sekarang. Berdasarkan wangsit yang diterima Yang Pamong Adiwiryo dalam semedi disuatu gua luas, penuh kelelawar dan semula dijaga dan dihuni pula seekor kura-kura raksasa. Inilah yang memberi petunjuk selanjutnya yakni dengan syarat Raden Tumenggung Yudho Negoro harus menikah dengan Putri Andong biru yang bernama Putri Gambar Inten dengan keramaian seni tayub.
SELESAI
Sumber :
Buku Objek Wisata”GUO LOWO indah”
http://herma-putra.blogspot.com/2012/11/legenda-penemuan-guo-lowo-dan-watulimo.html
Pasukan pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kasultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda berwarna hitam. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam berupa golok dan pisau. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis namun ada juga yang memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce. QUIVER ( TEMPAT ANAK PANAH ): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dala...
Pasukan pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belakang.
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang